Antara Ujub dan Ikhlas
✏Ibnul Qayyim menyebutkan:
Ketahuilah bahwa seorang hamba, ketika dia hendak mulai berbicara atau melakukan sesuatu, yang dikerjakannya demi mengharap Wajah Allah Ta'ala, dalam keadaan mengetahui bahwa ucapan dan amalan itu adalah karunia Allah kepadanya, taufik Allah untuknya, dan bahwa semua itu adalah murni dengan pertolongan Allah, bukan karena kemampuan dirinya, bukan pula karena pemahaman dan pemikirannya, bukan juga karena daya dan kekuatannya, melainkan murni karena Zat Yang memberinya, lisan, mata dan telinga serta hati (akal).Dengan demikian, Zat Yang menganugerahkan itu semua kepadanya, Dialah pula yang menganugerahkan kemampuan dan kemudahan berbicara dan beramal kepadanya. Karena itu, apabila kesadaran ini tetap ada dan tidak hilang dari hatinya, selalu diperhatikannya, niscaya dia tidak akan dihinggapi ujub, yang asalnya ujub itu ialah pandangannya terhadap dirinya, tidak mengakui karunia, taufik dan pertolongan Allah kepadanya (dalam berbuat dan berbicara).
Akhirnya, ketika hilang kesadarannya akan karunia Allah, taufik dan pertolongan-Nya sehingga dia bisa berbicara dan berbuat, nafsunya tegar berdiri di atas sikap mendakwakan bahwa itu semua karena dirinya, muncullah ujub dalam dirinya.Apabila Allah Ta'ala menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya, niscaya Dia buat hamba-Nya menyaksikan karunia, taufik dan pertolongan-Nya tersebut, dalam setiap ucapan dan perbuatannya, sehingga dia tidak menjadi ujub karenanya. Lalu Dia membuat hamba itu mengakui kekurangannya dan tidak ridha ucapan dan perbuatan seperti itu ditunaikan karena Allah, maka dia segera meminta ampunan dan bertaubat, serta merasa malu untuk mengharapkan pahala atas amalan dan ucapannya itu. (Al Fawaid).
Faedah dari: al Ustadz Idral Harits hafizhahullah
Forum Salafy Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar