⚓TRIK DAN TIPU DAYA SYI’AH INDONESIA🇮🇩
Oleh : Al Ustadz Abu Hamzah Yusuf
💡Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Rafidhah (Syi’ah) adalah kelompok yang tidak memiliki andil apa pun selain menghancurkan Islam, memutuskan ikatannya, dan merusak kaidah-kaidahnya.” (Minhajus Sunnah an-Nabawiyyah)
☀Sejarah telah mencatat bahwa kelompok Syi’ah begitu fanatik kepada Persia yang memusuhi bangsa Arab. Oleh karena itu, sangat besar kebencian mereka kepada sahabat Umar Ibnul Khaththab radhiyallahu 'anhu. Sebab di masa kekhalifahannya negara Persia itu ditaklukkan. Bahkan hingga hari ini Syi’ah selalu merayakan hari-hari besar yang merupakan budaya Persia, seperti Norouz atau Nowruz.
⚡Kelompok Syi’ah telah banyak merugikan Islam. Mereka benci luar biasa kepada Ahlus Sunnah. Cukuplah menjadi bukti dan diketahui bahwa tiga ratus ribu jiwa dari kalangan Ahlus Sunnah yang ada di Teheran, ibukota Iran, tidak memiliki satu masjid.
💡Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya penyebab utama fitnah (kejelekan) dan bencana itu adalah Syi’ah dan yang bergabung bersamanya. Mayoritas pedang yang terhunus di dalam (sejarah) Islam adalah dari arah mereka. Kezindiqan (kemunafikan) telah menyelimuti mereka. Kelompok Syi’ah memberikan loyalitas kepada musuh agama ini –musuh agama yang diketahui oleh setiap orang– yaitu Yahudi, Nasrani, dan musyrikin. Mereka malah memusuhi wali-wali Allah ta'ala, orang-orang pilihan yang menganut agama ini dan orang-orang yang bertakwa….
⚡Selain itu, kelompok Syi’ah mempunyai andil besar ketika dahulu orang-orang Nasrani menguasai Baitul Maqdis, hingga akhirnya kaum muslimin dapat meraihnya kembali.” (Minhajus Sunnah)
▶Demi menguatkan eksistensinya di tengah-tengah kaum muslimin, dan agar dianggap sebagai salah satu mazhab yang diterima di dalam Islam, Syi’ah melakukan berbagai makar dan tipu daya. Salah satunya adalah dengan membuka kesempatan bagi para pemuda untuk melanjutkan studinya ke Qum, Iran. Bahkan, Pemerintah Iran menyediakan beasiswa untuk pelajar Indonesia.
🔌Pada 15 april 2005, website nuonline.com memberitakan bahwa Pemerintah Iran menawarkan beasiswa kepada NU. Bahkan telah ada MoU ilegal yang ditandatangani oleh oknum petinggi NU. Namun, alhamdulillah, pada 2011 Dewan Syuriah PBNU membatalkan MoU itu dengan alasan tidak ada izin dari Dewan Syuriah terlebih dahulu.
🔋Selain pemberian beasiswa, ada beberapa trik dan strategi yang dijalankan delam dakwah Syi’ah di Indonesia, antara lain :
📌1. Mengedepankan tema persatuan atau ukhuwah Islamiah
Dalam kajian-kajian, taklim, buku-buku, dan orasi, Syi’ah selalu tidak meninggalkan tema ini.
Haidar Bagir misalnya, salah seorang pentolan Syi’ah, pendiri penerbitan buku Syi’ah (Mizan), menulis tanggapan terhadap orang-orang yang mengkritik Syi’ah di Indonesia, “Orang-orang yang pandangannya didengar oleh para pengikut Syi’ah di negeri ini, hendaknya mereka meyakinkan para pengikutnya untuk dapat membawa diri dengan sebaik-baiknya serta mengutamakan persaudaraan dan toleransi terhadap saudara-saudaranya yang merupakan mayoritas di negeri ini.” (http://insistnet.com/menagih-janji-kaum-Syiah/, diakses pada tanggal 03 Maret 2014)
Agar perkembangan Syi’ah berjalan mulus, Husein al-Habsyi juga ikut mengampanyekan kerukunan umat. Ketika ditanya seorang mahasiswa di Yogyakarta, Husein pernah mengatakan, “Menjawab pertanyaan saudara ini, saya kira mengkafirkan sesama muslim, bukan saja tidak dibenarkan oleh syariat Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasalam tetapi juga tidak pantas dan tidak menguntungkan, baik di pihak Syi’ah maupun Ahlus Sunnah, bahkan bisa melemahkan keduanya. Siapa diantara kita kaum muslimin –apalagi saudara mahasiswa ini– yang belum mendengar tentang kristenisasi yang galak dan dahsyat seperti sekarang ini. Mereka sebelum ini sudah bersatu dari segala aliran; Katolik, Protestan, Advent ditambah dengan kaum musyikin, Zionis dan Yahudi, mereka semua sudah bersatu, sedangkan kaum Nasrani bergabung dan satu dewan gereja….”
Husein juga mengatakan, “Sedangkan kita –maaf– secara tidak sadar membantu mereka mengeluarkan saudara-saudara dan generasi kita yang sekarang ini dari umat dan agama Islam. Jadi, mereka akan mudah mangkristenkan kita, sedangkan kita mengkafirkan saudara kita sendiri. Adakah fanatisme yang lebih berat daripada ini? Kita sekarang ini tidak perlu Syi’ah atau Sunnah menjadi bahan gaduh diantara kita, kaum muslimin. Kita perlu Islam yang bersumberkan al-Qur’an dan al-Hadits diterapkanpada diri kita. Kita memerlukan ukhuwah, memerlukan pengumpulan dana, serta seluruh masyarakat dan organisasi Islam untuk menebus jutaan pemuda muslim yang sekarang di ambang pintu Nasrani untuk dikristenkan.”
💊2. Menampilkan pustaka atau tokoh Syi’ah dengan wajah Sunni
Prof. Dr. Muhammad Baharun menulis, kitab-kitab seperti Muruj al-Dzahabi oleh Ali bin Husein al-Masoudi, Kifayat al-Thalib fi Manaqib Ali bin Abi Thalib, dan al-Bayan fi al-Akhbar Shaib al-Zaman oleh Abu Abdillah Fakhruddin Muhammad bin Yusuf al-Kanji, Syarh Nahj al-Balaghah oleh Ibnu Abi al-Hadid, Syawahid al-Tanzil oleh al-Hakim al-Kaskani, dan Yanabi’ al-Mawaddah oleh Sulaiman bin Ibrahim al-Qanduzi, adalah buku-buku Syi’ah. Pengarangnya mengaku Sunni agar bukunya dapat diakses oleh pengikut Ahlus Sunnah wal Jama’ah
Kerap kali dijumpai, pengikut Syi’ah menolak mengaku sebagai Syi’i. Akan tetapi, terkadang mereka lebih suka disebut pengikut mazhab Ahlu Bait daripada pengikut Syi’ah. Beberapa acara publik terkadang menampilkan tokoh yang tidak memiliki kapasitas, namun diminta untuk berbicara tentang ukhuwah Sunnah –Syi’ah. Hal ini adalah taktik pengelabuan untuk menutupi wajah Syi’ah yang sesungguhnya.
🔩3. Memberikan imej netral dan melakukan pendekatan
Hal ini dilakukan diantaranya melalui pendekatan akhlak, memberi jasa bantuan dana, serta janji-janji kerjasama apabila umat bersedia bergabung dalam institusi tertentu. Kini Syi’ah menggerakkan dunia pendidikan, menyediakan dan menyelenggarakan training-training metode pendidikan. Dengan dukungan aktivis liberal, digulirkan wacana Syi’ah dan Ahlus Sunnah sama-sama, tidak boleh menyalahkan Syi’ah. Wacana yang dikedepankan adalah Syi’ah itu sama-sama muslim. Perbedaan antara Syi’ah dan Ahlus Sunnah sebatas perbedaaan ijtihad politik.
Ketika muncul pro-kontra terkait berdirinya Majelis Ukhuwah Sunni-Syi’ah Indonesia pada 17 juli 2011, Jalaludin Rakhmat mengatakan, “Masalah ajaran itu masing-masing, Lakum dinukum wa liya din, bagimu agamamu bagiku agamaku. Ingat menjalin ukhuwah Islamiah adalah perintah Allah ta'ala dalam al-Qur’an.
Dalam kesempatan lain, ia mengatakan, “Bila ada pro, syukurilah. Kalau ada yang kontra, jangan jawab dengan permusuhan, namun dengan amal shalih.“ (http://news.detik.com/read/2011/07/17/172951/1682998/486/1/majelis-sunni-Syiah-dideklarasikan-di-jawa-barat)
✏4. Mengampanyekan keterbukaan pemikiran
Suatu hari Jalaluddin Rakhmat pernah ditanya tentang filosofi di balik berdirinya Yayasan Muthahhari, yayasan yang menaungi SMU Plus Muthahhari, Bandung.
Waktu itu ia menjawab, “Yayasan Muthahhari tidak didirikan untuk menyebarkan Syi’ah dan sampai sekarang lembaga ini tidak menyebarkan Syi’ah. Di situ ada SMU. Mereka belajar fikih empat mazhab (Syafi’i, Hambali, Maliki, Hanafi). Mereka tidak mempelajari fikih Syi’ah secara khusus. Dari Muthahhari juga keluar jurnal al-Hikmah, yang banyak menerjemahkan pikiran-pikiran Syi’ah. Tetapi sekali lagi hanya bersifat pemikiran saja, fikihnya tidak ada. Belakangan al-Hikmah sedikit menampilkan pemikiran-pemikiran kalangan orientalis. Sehingga Yayasan Muthahhari, dengan melihat isi al-Hikmah seperti itu, layaknya disebut sebagai ‘agen zionisme Barat’.
Jadi, mungkin lebih layak Muthahhari ketimbang Paramadina atau Ulumul Qur’an. Jadi, itu yang pertama : Muthahhari tidak didirikan untuk menjadi markas Syi’ah. Lalu, kalau begitu, mengapa diambil nama Muthahhari? Itu karena tiga pertimbangan.
Pertama, Muthahhari itu seorang pemikir Syi’ah yang sangat non-sectarian, yang sangat terbuka. Ia sangat apresiatif terhadap pemikiran Sunni. Ia tidak pernah menyerang Sunni. Ia lebih banyak belajar dari Sunni. Karena itu, kita ambil tokoh Muthahhari sebagai tokoh yang bersikap non-sectarian, terbuka terhadap berbagai pemikiran, bukan karena Syi’ahnya.
Kedua, Muthahhari itu orang yang dibesarkan dalam sistem pendidikan Islam tradisional, tetapi setidak-tidaknya cukup well informed tentang khazanah pemikiran Barat. Ia menjembatani dikotomi antara intelektual dan ulama. Kita pilih ia, antara lain karena pertimbangan itu, bukan karena Syi’ah. Karena misi Yayasan Muthahhari yang kedua adalah menjembatani antara intelektual dan ulama. Di Indonesia ini banyak cendekiawan yang menulis tentang Islam, tetapi tidak punya dasar dari tradisi Islam tradisional, sebagaimana juga banyak ulama Islam tradisional yang tidak mempunyai wawasan kemodernan. Muthahhari mencerminkan keduanya.”
🍶5. Mendekati NU dan Muhammadiyah sebagai backing
Di Bandung, dua organisasi massa Islam terbesar di Indonesia itu menolak MUI mengeluarkan fatwa sesat Syi’ah.
Sebuah website Syi’ah pernah memuat berita berikut, “Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Muthi, menolak adanya fatwa sesat terhadap Syi’ah dari lembaga keagamaan mana pun di Indonesia termasuk Majelis Ulama Indonesia. Menurut dia, fatwa sesat dari MUI di sejumlah daerah seperti Jawa Timur dan Sulawesi Selatan terbukti menjadi alat melegitimasikan kekerasan terhadap pengikut Syi’ah dan memicu konflik horizontal antar umat Islam.’Fatwa dari mana pun harus tidak mengkafirkan dan menyesatkan,’ ujar Muthi kepada Tempo, Kamis 19 desember 2013.
Muthi menanggapi desakan sebagian pihak yang mendesak MUI DIY mengeluarkan fatwa sesat terhadap aliran Syi’ah di Yogyakarta. Pihak tersebut mengklaim telah mencatat 10 organisasi berhaluan Syi’ah di DIY.
Menurut Muthi, fatwa sesat itu berpotensi besar menimbulkan persoalan kabangsaan serius di Indonesia. Lembaga seperti MUI di daerah mana pun sebaiknya tidak lagi mengeluarkan fatwa penyesatan khususnya untuk Syi’ah. Alasannya, hal itu memperbesar konflik antar umat Islam. ‘Umat Islam sudah mengalami banyak situasi sulit dan persoalan, jangan ditambah dengan masalah-masalah seperti ini,’ ujar dia. Dan dia menyarankan MUI Pusat maupun daerah menghindari fatwa semacam pengadil kebenaran atau kesesatan akidah dan keyakinan setiap kelompok umat Islam mana pun.
Sebaliknya dia menambahkan MUI mengambil posisi tegas untuk memediasi perbedaan dan pertentangan pendapat antar organisasi Islam di Indonesia. ‘MUI harus berperan sebagai pemersatu umat Islam,’ ujar Muthi. Muthi tidak sepakat dengan pendapat pihak tersebut mengenai salah satu alasan desakannya, yakni buku terbitan MUI Pusat yang berjudul Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah di Indonesia. Menurut dia, buku itu keluar justru sebagai pernyataan sikap MUI Pusat untuk menolak memberikan fatwa penyesatan ke Syi’ah Indonesia. ‘Umat Islam harus bisa memberikan sumbangan konstuktif untuk Indonesia,’ kata dia.
Sikap serupa muncul dari Pengurus Wilayah NU Daerah Istimewa Yogyakarta, Rois Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (NU) Daerah Istimewa Yogyakarta, KH. Asyhari Abta, menyatakan MUI DIY tidak perlu menggubris permintaan pihak tersebut.
Kiai dari Pesantren Yayasan Ali Maksum, Krapyak, Yogyakarta ini menganggap fatwa sesat malah bisa memicu konflik antar kelompok berbeda paham agama. “Bisa memperuncing perbedaan dan memicu tabrakan antar kelompok,” ujar dia.
Asyhari mengatakan, sekalipun MUI DIY menemukan ada indikasi penyimpangan upaya maksimal hanya perlu dilakukan dengan dialog dan nasihat. Penyesatan pada ajaran malah bisa mendorong tudingan sesat ke kelompok-kelompok lain. “Sesat atau tidak sesat itu keputusannya di Allah Subhanahu wa Ta’ala,” ujar dia.
.
🔪Segala trik, makar, dan tipudaya Syi’ah ini tentu tidak lepas dari keyakinan para penganut Syi’ah tentang taqiyyah. Mereka meyakini bahwa sembilan puluh persen persoalan agama ini ada dalam taqiyyah. Tidak ada agama bagi siapa yang tidak ber-taqiyyah. Taqiyyah itu dalam segala sesuatu kecuali yang berhubungan dengan minuman anggur dan mengusap dua khuf.
🔨Al-Kulaini dalam Ushulul Kafi –-sebuah kitab hadits milik Syi’ah-- mengutip riwayat dari Abu Abdillah, ia berkata, “Jagalah agama kalian dan halangi diri kalian dengan taqiyyah, karena tidak ada keimanan bagi yang tidak bertaqiyyah.” (Ushul al-Kafi, hlm. 482-483)
⭕Taqiyyah sendiri bermakna mengatakan atau mengerjakan sesuatu yang berbeda dengan apa yang diyakini dengan tujuan menjaga bahaya yang mengancam diri dan harta atau demi menjaga kemuliaan. (asy-Syi’ah fi al-Mizan, hlm 47)
✖Bahkan, Syi’ah mengakui bahwa Rasulullah shalallahu 'alaihi wasalam melakukan taqiyyah ketika meninggalnya Abdullah bin Ubay bin Salul, seorang tokoh munafikin. Syi’ah mengklaim bahwa Rasul shalallahu 'alaihi wasalam datang menyalati jenazahnya, lalu Umar berkata, “Bukankah Allah ta'ala telah melarangmu untuk berdiri di kuburan orang munafik ini ?”
Rasulullah shalallahu 'alaihi wasalam menjawab, “Celaka, kau Umar, apa kamu tahu apa yang aku ucapkan ? Sesungguhnya aku katakan, ‘Ya Allah, nyalakan api di bagian perutnya, penuhilah kuburnya dengan api dan bagian dinding-dindingnya dengan api’.” (Furu’ al-Kafi, Kitabul Jana’iz, hlm 188)
💣❗🔫Lihatlah bagaimana lancangnya dan beraninya Syi’ah melakukan kedustaan atas nama Rasulullah shalallahu 'alaihi wasalam.
⛔Intinya, Syi’ah menganggap bahwa taqiyyah adalah kewajiban, ajaran Syi’ah tidak akan tegak kecuali dengannya. Mereka menjadikan taqiyyah sebagai fondasinya, baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Mereka mengamalkan taqiyyah terkhusus ketika melalui situasi-situasi yang sulit. Maka dari itu,
⛔⛔Waspadalah selalu dari kelompok Syi’ah, wahai kaum Muslimin !
🔶Bagaimana pun besarnya makar dan tipu daya Syi’ah terhadap Islam, Allah ta'ala akan tetap menjaganya.
🔷Oleh karena itu, hal ini jangan menjadikan kaum muslimin ragu terhadap agamanya. Yakinlah bahwa Allah ta'ala akan menghancurkan, membongkar, dan membalas makar mereka. Allah subhana wa ta'ala berfirman :
✅“ Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan tipu daya terhadapmu (Muhammad) untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka membuat tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Allah adalah sebaik-baik Pembalas tipu daya itu.” (al-Anfaal: 30)
✔Dan di kota itu ada sembilan orang laki-laki yang berbuat kerusakan di muka bumi, mereka tidak melakukan perbaikan. Mereka berkata, "Bersumpahlah kamu dengan (nama) Allah, bahwa kita pasti akan menyerang dia bersama keluarganya pada malam hari, kemudian kita akan mengatakan kepada ahli warisnya (bahwa) kita tidak menyaksikan kebinasaan keluarganya itu, dan sungguh, kita orang yang benar". Dan mereka membuat tipu daya, dan Kami pun menyusun tipu daya, sedang mereka tidak menyadari. Maka perhatikanlah bagaimana akibat tipu daya mereka, bahwa Kami membinasakan mereka dan kaum mereka semuanya. Maka itulah rumah-rumah mereka yang runtuh karena kezaliman mereka. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang mengetahui. (an-Naml: 48-52)
.
Sumber : majalah Asy Syariah Vol. IX/No. 102/1435 H/2014, hlm 22-27
=====*****=====
📶 Publikasi:
📖 WA Salafy Solo
www.salafymedia.com
7 Oktober 2015
✅ Turut serta menyebarkan:
🔎 WA Fadhlul Islam Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar