FAEDAH-FAEDAH FIQHIYAH
DARI KITAB ‘UMDATUL AHKAM
BAB HAID
Hadits Ketiga Puluh Sembilan
Bagian Pertama
عَنْ عَائِشَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا - «أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ أَبِي حُبَيْشٍ: سَأَلَتْ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فَقَالَتْ: إنِّي أُسْتَحَاضُ فَلَا أَطْهُرُ، أَفَأَدَعُ الصَّلَاةَ؟ قَالَ: لَا إنَّ ذَلِكَ عِرْقٌ، وَلَكِنْ دَعِي الصَّلَاةَ قَدْرَ الْأَيَّامِ الَّتِي كُنْتِ تَحِيضِينَ فِيهَا، ثُمَّ اغْتَسِلِي وَصَلِّي»
وَفِي رِوَايَةٍ " وَلَيْسَتْ بِالْحَيْضَةِ، فَإِذَا أَقْبَلَتْ الْحَيْضَةُ: فَاتْرُكِي الصَّلَاةَ فِيهَا، فَإِذَا ذَهَبَ قَدْرُهَا فَاغْسِلِي عَنْك الدَّمَ وَصَلِّي.
"Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata: "Fathimah binti Abi Hubaisy bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, 'Wahai Rasulullah, aku terkena istihadhah, sehingga aku tidak bersuci, apakah aku harus meninggalkan shalat? ' Maka beliau bersabda, " "Jangan, karena itu hanyalah darah penyakit. Akan tetapi tinggalkanlah shalat selama masa haidmu, setelah itu mandi dan kerjakanlah shalat." [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Dalam riwayat yang lain: "itu bukanlah darah haid. Apabila datang masa haid, hendaklah kamu meninggalkan shalat. Apabila telah berlalu masa-masa haidnya, hendaklah kamu mandi dan mendirikan shalat." [HR. Al-Bukhari]
~~~~~~~~~~~~~~~~
Faedah yang terdapat dalam hadits:
1.Perbedaan antara darah haid dan darah istihadhah.
Asy-Syaikh al-'Utsaimin rahimahullah berkata: Perbedaannya dengan empat alamat:
a. Dari sisi warna; Darah haid warnanya hitam (merah kehitam-hitaman), sedangkan darah istihadhah berwarna merah.
b. Dari sisi keenceran; Darah haid tebal dan kental, sedangkan darah istihadhah encer.
c. Dari sisi bau; Darah haid berbau busuk dan bacin, sedangkan darah istihadhah tidak berbau busuk, karena dia adalah darah biasa.
d. Dari kepadatan; darah haid tidak membeku (menggumpal) jika keluar, karena dia sudah membeku di dalam rahim, kemudian pecah dan mengalir, tidak akan kembali menggumpal lagi, sedangkan darah istihadhah menggumpal, karena dia darah yang keluar dari urat (yang dinamakan 'adzil). [Asy-Syarhul Mumthi' 1/324]
2.Darah istihadhah jika menimpa wanita, maka tidak menghalanginya untuk mengerjakan shalat, karena hukum wanita mustahadhah (yang tertimpa istihadhah) adalah suci.
3.Cara bersuci bagi wanita mustahadhah.
Masalah: Apakah wajib bagi mustahadhah mandi setiap kali mau shalat?
Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini;
Pendapat pertama: Wajib baginya mandi setiap kali mau shalat. Ini adalah pendapat Ibnu 'Umar, Ibnu 'Abbas, Ibnuz Zubair dan 'Athaa binAbi Rabah.
Mereka berdalil dengan hadits 'Aisyah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada Ummu Habibah ketika tertimpa istihadhah:
«فَلْتَغْتَسِلْ عِنْدَ كُلِّ صَلَاةٍ، وَلْتُصَلِّ»
"Hendaknya kamu mandi setiap kali mau shalat dan shalatlah kamu." [HR. Al-Baihaqi, Ahmad, Abu Dawud dan an-Nasaai]
Lafazh perintah mandi setiap kali mau shalat adalah lafazh yang Syadz. Telah dijelaskan oleh al-Imam al-Baihaqi sisi kelemahannya.
Pendapat kedua: Tidak wajib baginya mandi setiap kali mau shalat, karena tidak adanya dalil yang shahih yang menunjukan perintah demikian dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Ini adalah pendapat Jumhur Salaf dan Khalaf.
Berkata an-Nawawi rahimahullah: Dalil kami ialah bahwa hukum asalnya adalah tidak wajib, maka tidaklah diwajibkan kecuali dengan apa yang datang dari syariat. Tidak sah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkannya (ummu Habibah) untuk mandi kecuali satu kali saja ketika telah selesai dari haidnya. [Syarhul Muhadzdzab: 2/535-536]
Pendapat yang kuat dan terpilih adalah pendapat kedua. Pendapat ini dipilih oleh asy-Syaikh Muhamad bin Ibrahim Alu Syaikh, asy-Syaikh Bin Baz, asy-Syaikh al-'Utsaimin, asy-Syaikh Muqbil dan Syaikhuna Abdurahman al-'Adeni.
Peringatan:
Adapun perbuatan Ummu Habibah mandi setiap kali akan menunaikan shalat adalah ijtihad dari dirinya sendiri, bukan dari perintah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
Masalah: Apakah wajib bagi mustahadhah berwudhu setiap kali mau shalat?
Para ulama juga berbeda pendapat dalam masalah ini;
Pendapat pertama: Wajib baginya berwudhu setiap kali mau shalat. Ini adalah pendapat Jumhur ulama.
Dalil mereka riwayat hadits Fathimah bintu Abi Hubaisy dengan lafazh:
«وَتَوَضَّئِي لِكُلِّ صَلاَةٍ»
"Dan berwudhulah kamu setiap akan shalat." [HR. Ahmad dan Ibnu Majah]
Berkata Abu Dawud: "Hadits ini tidaklah shahih, telah terjadi kesalahan (dalam periwayatan) pada al-A'masy. Hadits ini juga dilemahkaan oleh ad-Daruquthni.
Lafazh seperti ini juga datang dalam riwayat al-Bukhari, namun yang benar bahwa lafazh tersebut bukan dari perkataan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, tetapi dari perkataan 'Urwah, sebagaimana dijelaskaan oleh Ibnu Rajab dalam kitab "Fathul Bari: 2/72" dan juga bal-Baihaqi (As-Sunan al-Kubra: 1/507).
Pendapat ini dipilih oleh asy-Syaikh Bin Baz, asy-Syaikh al'Utsaimin dan Syaikhuna al-'Adeni.
Pendapat kedua: Tidak wajib baginya berwudhu setiap kali mau shalat, dia hanya diwajibkan mandi satu kali ketika telah selesai dari haidnya. Ini adalah pendapat Ikrimah, Rabi'ah, Malik dan Ibnul Mundzir.
Dalil mereka zhahir hadits 'Aisyah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam hanya memerintahkan Fathimah bintu Abi Hubaisy untuk mandi ketika telah selesai dari haidnya, ia tidak diperintahkan berwudhu setiap akan shalat. Hadits-hadits yang menyebutkan perintah berwudhu setiap akan shalat semuanya lemah.
Pendapat ini dipilih oleh Syaikhhul Islam Ibnu Taimiyah dan asy-Syaukani.
Pendapat yang terpilih adalah pendapat pertama, karena darah mustahadhah keluar dari kemaluan, sedangkan segala sesuatu yang keluar dari dua jalur pembuangan (kemaluan dan dubur) maka membatalkan wudhu, sehingga wajib baginya ketika akan shalat untuk berwudhu. Hal ini masuk dalam keumuman hadits Abu Hurairah yang telah lewat di awal kitab ini:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - : «لا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلاةَ أَحَدِكُمْ إذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ»
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Allah tidak menerima shalat salah seorang diantara kalian jika berhadas hingga ia berwudhu." [HR. Al Bukhari dan Muslim]
Darah mustahadhah dihukumi seperti penyakit ayang-ayangan (kencing yang terus menetes), sehingga ketika darah istihadhah keluar ketika sedang menunaikan shalat, maka tidak perlu membatalkan shalatnya.
Catatan:
a. Jika darah istihadhah mengalir terus hendaknya dia memakai pembalut atau kain yang bisa mencegah darah menetes keluar.
b. Berkata asy- Syaikh al-'Utsaimin rahimahullah: makna berwudhu setiap akan shalat adalah tidaklah dia berwudhu untuk shalat yang telah ditentukan waktunya, melainkan setelah tiba waktunya, adapun jika shalatnya tidak terkait dengan waktu, maka dia berwudhu ketika ingin mengerjakan shalat tersebut. [Majmu' Fatawa wa Rasail: 11/325]
4. Wanita-wanita shahabat yang tertimpa istihadhah ada sembilan:
a. Fathimah bintu Abi Hubaisy,
b. Hamnah bintu Jahsyin,
c. Zaenab bintu Abi Salamah,
d. Ummu Habibah bintu Jahsyin
e. Asma' bintu Martsad al-Haritsiyyah,
f. Sahlah bintu Suhail,
g. Saudah bintu Zam'ah,
h. Baadiyah bintu Ghailan ast-Tsaqafiyyah,
i. Asma bintu 'Umais.
[Al-I'laam bi Fawaaid 'Umdatul Ahkam: 2/177-180]
Wallahul muwaffiq ilash shawab
~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~
✏ Ditulis oleh Abu 'Ubaidah Iqbal bin Damiri Al Jawy_2 Muharam 1436/ 25 Oktober 2014_di Daarul Hadits al-Fiyusy_Harasahallah.
~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~
Silahkan kunjungi blog kami untuk mendapatkan artikel kami yang telah berlalu dan mengunduh PDF-nya serta 2 aplikasi android Forum KIS di:
www.pelajaranforumkis.com atau www.pelajarankis.blogspot.com
~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~
WA. Thullab al-Fiyusy & SLN
Silisilah/Serial yang lain dari artikel FAEDAH-FAEDAH FIQHIYAH DARI KITAB ‘UMDATUL AHKAM dàpat dibaca disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar