Selasa, 27 Agustus 2019

PENJELASAN TENTANG DEFINISI BID'AH DAN BAHAYA-BAHAYANYA

PENJELASAN TENTANG DEFINISI BID'AH DAN BAHAYA-BAHAYANYA (Bag ke-1)
Definisi Bid’ah
Definisi bid’ah secara bahasa artinya adalah sesuatu yang diada-adakan tanpa ada contoh sebelumnya. Dalam alQur’an ada penyebutan lafadz bid’ah secara bahasa tersebut, di antaranya:
بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
Allahlah yang mengadakan langit dan bumi (tanpa contoh sebelumnya)(Q.S alBaqoroh:117).
Bid’ah secara syariat dijelaskan oleh al-Imam asySyathiby sebagai:
طَرِيْقَةٌ فِي الدِّيْنِ مُخْتَرَعَةٌ تُضَاهِي الشَّرْعِيَّةَ يُقْصَدُ بِالسُّلُوْكِ عَلَيْهَا اْلمبَالَغَة فِي التَّعَبُّدِ للهِ سُبْحَانَهُ
Jalan dalam beragama yang diada-adakan, yang menandingi syariat, tujuan menempuh jalan itu adalah berlebihan dalam ta’abbud (beribadah) kepada Allah (al-I’tishom (1/11)).
Berdasarkan penjelasan al-Imam asy-Syathiby di atas nampak jelas beberapa karakteristik sesuatu hal dikatakan sebagai bid’ah :
1)Telah menjadi sebuah ‘jalan’.
Bukan sesuatu hal yang sekedar ‘pernah’ dilakukan, tapi berulang-ulang dan menjadi kebiasaan, sehingga menjadi ‘jalan’.
2)Dalam urusan Dien (bukan duniawi).
Dalam urusan duniawi dipersilakan berinovasi seluas-luasnya selama tidak ada larangan dari alQur’an maupun Sunnah Rasul shollallaahu ‘alaihi wasallam.
أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأَمْرِ دُنْيَاكُمْ
Kalian lebih tahu tentang urusan duniawi kalian (H.R Muslim)
Karena itu tidaklah disebut bid’ah berbagai piranti kemajuan teknologi seperti mobil, hp, internet, dan sebagainya.
3)Diada-adakan, tidak ada dalilnya.
Tidak ada dalil shahih yang menjadi landasannya. Jika ada dalil, bisa berupa hadits lemah atau hadits palsu, atau ayat yang ditafsirkan tidak pada tempatnya.
4)Menandingi syariat
Tidaklah seseorang melakukan sesuatu bid’ah kecuali Sunnah yang semisalnya akan mati.
Rasulullah Shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَا أَحْدَثَ قَوْمٌ بِدْعَةً إِلَّا رُفِعَ مِثْلُهَا مِنَ السُّنَّةِ
Tidaklah suatu kaum melakukan suatu bid’ah, kecuali akan terangkat Sunnah yang semisal dengannya (H.R Ahmad dari Ghudhaif bin al-Haarits, dan Ibnu Hajar menyatakan bahwa sanad hadits ini jayyid (baik) dalam Fathul Baari (13/253))
Contoh: bacaan-bacaan setelah selesai sholat fardlu banyak disebutkan dalam hadits-hadits yang shahih. Namun, ada seseorang yang karena merasa mendapatkan ijazah bacaan dari gurunya (meski tidak ada dalilnya dari hadits Nabi), selalu mengulang-ulang bacaan yang diajarkan tersebut setelah selesai sholat. Misalkan, membaca Laa Ilaaha Illallaah 333 kali, disertai keyakinan keutamaan-keutamaannya (memperlancar rezeki, kewibawaan, dsb). Akibatnya, ia akan tersibukkan dengan amalan dari gurunya tersebut dan meninggalkan Sunnah Nabi yang sebenarnya.
Tidaklah disebut sebagai bid’ah, jika hal itu tidak menandingi syariat, namun justru sebagai sarana yang mendukungnya. Hal – hal ini disebut oleh para Ulama’ sebagai al-mashalihul mursalah seperti pembukuan al-Quran, penyusunan ilmu nahwu, pembangunan madrasah, dan semisalnya.
5)Niat melakukannya adalah sebagaimana orang berniat dalam melakukan syariat (untuk mendekatkan diri kepada Allah).
(Penjelasan ini disarikan dari Syaikh Sholih bin Abdil Aziz Aalusy Syaikh dalam Syarh Arbain anNawawiyyah).
Setiap Bid’ah adalah Sesat
Jika kita telah memahami definisi bid’ah (secara syariat), maka kita akan membenarkan sabda Nabi yang menyatakan bahwa setiap bid’ah adalah sesat.
Sering sekali dalam khutbah Jumat Rasulullah shollallahu alaihi wasallam senantiasa memperingatkan kaum muslimin dari bahaya bid’ah, padahal saat itu belum ada satupun kebid’ahan di masa beliau hidup. Beliau selalu menyatakan:
أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
Amma Ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik ucapan adalah Kitabullah, dan sebaik baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad, dan seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan. Dan setiap bid’ah adalah sesat (H.R Muslim no 1435 dari Jabir bin Abdillah)
Dalam hadits Irbadh bin Sariyyah Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda:
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
Berhati-hatilah (jauhilah) perkara-perkara yang diada-adakan, karena setiap perkara yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat (H.R Abu Dawud, atTirmidzi, Ibnu Majah, dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan al-Albany).
Kalaupun ada pernyataan yang mengesankan bahwa bid’ah itu ada yang tidak sesat dari para Ulama’, maka itu adalah definisi secara bahasa. Pembagian definisi bid’ah secara syariat dan secara bahasa ini dijelaskan oleh al-Imam Ibnu Katsir asy-Syafi’i dalam tafsirnya. Beliau menyatakan:
والبدعة على قسمين: تارة تكون بدعة شرعية، كقوله: فإن كل محدثة بدعة، وكل بدعة ضلالة. وتارة تكون بدعة لغوية، كقول أمير المؤمنين عمر بن الخطاب رضي الله عنه عن جمعه إياهم على صلاة التراويح واستمرارهم: نعْمَتْ البدعةُ هذه
Bid’ah itu terbagi dua. Kadangkala berupa bid’ah syar’iyyah, seperti sabda Nabi: “Sesungguhnya setiap hal-hal yang baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat”. Kadangkala bid’ah secara bahasa. Seperti ucapan Amirul Mukminin Umar bin al-Khotthob radhiyallahu anhu tentang menggabungkan manusia dalam sholat tarawih dan dilakukan terus menerus, beliau menyatakan: sebaik-baik bid’ah adalah ini (Tafsir Ibnu Katsir (1/398) ketika menafsirkan surat alBaqoroh ayat 117).
Silakan disimak ucapan para Sahabat Nabi yang memperjelas Sabda Nabi yang menunjukkan bahwa setiap bid’ah (dalam istilah syar'i) adalah sesat:
Sahabat Nabi Ibnu Mas’ud –semoga Allah meridlainya- berkata:
اتبَّعِوُا وَلاَ تَبْتَدِعُوا فَقَدْ كُفِيْتُمْ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
Ikutilah (Sunnah Nabi) janganlah melakukan bid’ah, karena sesungguhnya kalian telah dicukupi, dan seluruh bid’ah adalah sesat (diriwayatkan oleh Abu Khoytsam dalam Kitabul Ilm dan Muhammad bin Nashr alMarwazy dalam as-Sunnah)
Sahabat Nabi Ibnu Umar –semoga Allah meridlainya- berkata:
كلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً
Semua bid’ah adalah sesat sekalipun manusia memandangnya baik (diriwayatkan oleh alBaihaqy dalam al-Madkhal dan Muhammad bin Nashr alMarwazy dalam as-Sunnah)
Sahabat Nabi Muadz bin Jabal –semoga Allah meridlainya- berkata:
فَإِياَّكُمْ وَمَا يُبْتَدَعُ فَإِنَّ مَا ابْتُدِعَ ضَلَالَة
Berhati-hatilah kalian dari perkara yang diada-adakan, karena perkara yang diada-adakan (dalam Dien) adalah sesat (Hilyatul Awliyaa’ (1/233)).
Ucapan-ucapan para Sahabat Nabi di atas jelas sekali menunjukkan bahwa semua bid’ah adalah sesat.
Berikut ini adalah ucapan-ucapan lain dari para Sahabat Nabi tentang perintah menjauhi kebid’ahan dan amal ibadah yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi dan para Sahabatnya:
Hudzaifah bin al-Yaman –semoga Allah meridlainya- berkata:
كُلُّ عِبَادَةٍ لَمْ يَتَعَبَّدْ بِهَا أَصْحَابُ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فلاَ تَتَعَبَّدُوْا بِهَا ؛ فَإِنَّ الأَوَّلَ لَمْ يَدَعْ لِلآخِرِ مَقَالاً ؛ فَاتَّقُوا اللهَ يَا مَعْشَرَ القُرَّاءِ ، خُذُوْا طَرِيْقَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ
“Setiap ibadah yang tidak pernah diamalkan oleh para Sahabat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, janganlah kalian beribadah dengannya. Karena generasi pertama tak menyisakan komentar bagi yang belakangan. Maka bertakwalah kalian kepada Allah wahai para pembaca al-Qur’an (orang-orang alim dan yang suka beribadah) dan ikutilah jalan orang-orang sebelummu” (Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah dalam Al Ibanah).
Sahabat Nabi Ibnu Abbas –semoga Allah meridlainya-berkata:Hendaknya engkau bertakwa kepada Allah dan istiqomah, ikutilah (Sunnah Nabi) jangan berbuat kebid’ahan (diriwayatkan oleh ad-Daarimi).
Sahabat Nabi Ibnu Mas’ud –semoga Allah meridhainya- berkata:
الْإِقْتِصَادُ فِي السُّنَّةِ أَحْسَنُ مِنَ الْاِجْتِهَادِ فِي الْبِدْعَةِ
Sederhana di dalam Sunnah lebih baik dibandingkan bersungguh-sungguh di dalam bid’ah (riwayat al-Hakim)
<< Insyaallah bersambung >>
(Abu Utsman Kharisman)

WA al I'tishom
PENJELASAN TENTANG DEFINISI BID'AH DAN BAHAYA-BAHAYANYA (Bag ke-2)
BAHAYA DAN KEBURUKAN-KEBURUKAN BID'AH
Di antara bahaya dan keburukan-keburukan kebid'ahan adalah:
1.Mendapatkan kemurkaan Allah dan kehinaan dalam kehidupan dunia.
إِنَّ الَّذِينَ اتَّخَذُوا الْعِجْلَ سَيَنَالُهُمْ غَضَبٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَذِلَّةٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُفْتَرِينَ
Sesungguhnya orang-orang yang menjadikan (patung) anak sapi (sebagai sesembahan), akan mendapatkan kemurkaan dari Rabb mereka dan kehinaan dalam kehidupan dunia. Demikianlah Kami memberi balasan bagi orang yang mengada-adakan (Q.S al-A’raaf ayat 152)
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah menyatakan: (ayat) ini mencakup setiap orang yang mengada-adakan kebid’ahan. Karena sesungguhnya kehinaan bid’ah dan penyelisihan terhadap risalah (Nabi) akan tersambung dengan hatinya dan (dipikul bebannya) di atas pundak-pundaknya. Sebagaimana perkataan al-Hasan al-Bashri: Sesungguhnya kehinaan bid’ah berada di atas bahu para pelakunya, sekalipun bighal-bighal (peranakan kuda dengan keledai) membawa mereka dan kuda-kuda ditunggangi oleh mereka. Demikian juga diriwayatkan oleh Abu Ayyub as-Sikhtiyaani dari Abu Qilaabah al-Jarmiy bahwasanya beliau ketika membaca firman Allah :
وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُفْتَرِينَ
“Demikianlah Kami beri balasan bagi orang yang suka mengada-adakan sesuatu”(Q.S al-A’raaf ayat 152), beliau menyatakan: Ini demi Allah berlaku untuk setiap yang mengada-adakan (bid’ah) hingga hari kiamat. Sufyan bin Uyainah –seorang guru al-Imam asy-Syafii- menyatakan: Semua pelaku bid’ah adalah hina (Tafsir Ibn Katsir (3/477-478)).
2.Memecah belah persatuan kaum muslimin.
Sesungguhnya Tauhid dan Sunnah Nabi adalah pemersatu kaum muslimin. Dengan itulah para Sahabat Nabi bersatu. Itu adalah jalan Allah yang satu. Namun dengan adanya kebid’ahan-kebid’ahan, mulailah terpecah kaum muslimin, tiap kelompok mengikuti jalan masing-masing.
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ خَطَّ لَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا خَطًّا ثُمَّ قَالَ هَذَا سَبِيْلُ اللهِ ثُمَّ خَطَّ خُطُوْطًاعَنْ يَمِيْنِهِ وَخُطُوْطًا عَنْ يَسَارِهِ ثُمَّ قَالَ هَذِهِ سُبُلٌ عَلَى كُلِّ سَبِيْل مِنْهَا شَيْطَانٌ يَدْعُو إِلَيْهَا ثُمَّ قَرَأَ هَذِهِ اْلآيَةَ : وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيْمًا فَاتَّبِعُوْهُ وَلاَ تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيْلِهِ (الأنعام:153)
“ Dari Sahabat Abdullah bin Mas’ud : Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam pernah menggambar garis untuk kami pada suatu hari kemudian berkata : ‘Ini adalah jalan Allah’. Kemudian beliau membuat garis-garis di sebelah kanan dan sebelah kiri garis tadi kemudian bersabda :’ Ini adalah jalan-jalan, yang pada setiap jalan tersebut ada syaitan yang menyeru/ mengajak kepada jalan itu, kemudian beliau membaca ayat :
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيْمًا فَاتَّبِعُوْهُ وَلاَ تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيْلِهِ (الأنعام:153)
“ Dan ini sesungguhnya adalah jalanKu yang lurus maka ikutilah ia, janganlah mengikuti jalan-jalan(yang lain), karena kalian akan berpecah belah dari jalanNya “ (Q.S AlAn’aam : 153)(H.R AtTirmidzi, Ibnu Majah, AlHakim, Ibnu Hibban,AtTirmidzi, dan beliau mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Maksud dari “jangan mengikuti jalan-jalan (lain)” itu ditafsirkan oleh Mujahid sebagai: kebid’ahan-kebid’ahan dan syubuhat (riwayat atThobariy dalam Tafsirnya).
3.Terhalangi dari taubat.
إنَّ الله حَجَبَ التَّوْبَةَ عَنْ كُلِّ صَاحِبِ بِدْعَةٍ حَتَّى يَدَعَ بِدْعَتَهُ
Sesungguhnya Allah menutup taubat dari semua pelaku bid’ah hingga ia meninggalkan kebid’ahannya (H.R atThobarony, dan al-Haitsamy menyatakan bahwa seluruh perawinya adalah perawi as-Shahih kecuali Harun bin Musa al-Farawy yang tsiqah).
4.Terhalangi dari minum di telaga Rasulullah shollallahu alaihi wasallam.
Sesungguhnya telaga Nabi adalah fasilitas yang sangat nikmat bagi umatnya. Barangsiapa yang meminum darinya, tidak akan kehausan selamanya.
إِنِّي فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ مَنْ مَرَّ عَلَيَّ شَرِبَ وَمَنْ شَرِبَ لَمْ يَظْمَأْ أَبَدًا
Sesungguhnya aku menunggu kalian di telaga. Barangsiapa yang singgah padaku ia meminum (air telaga), dan barangsiapa yang minum, tidak akan kehausan selamanya (H.R al-Bukhari)
Namun, ada pihak-pihak yang terhalangi dari telaga, yaitu orang-orang murtad dan Ahlul Bid’ah yang mengubah-ubah ajaran Nabi.
فَإِنَّهُمْ يَأْتُونَ غُرًّا مُحَجَّلِينَ مِنْ الْوُضُوءِ وَأَنَا فَرَطُهُمْ عَلَى الْحَوْضِ أَلَا لَيُذَادَنَّ رِجَالٌ عَنْ حَوْضِي كَمَا يُذَادُ الْبَعِيرُ الضَّالُّ أُنَادِيهِمْ أَلَا هَلُمَّ فَيُقَالُ إِنَّهُمْ قَدْ بَدَّلُوا بَعْدَكَ فَأَقُولُ سُحْقًا سُحْقًا
Sesungguhnya mereka akan datang dengan wajah, kaki, dan tangan bersinar dari air wudhu’. Aku menunggu mereka di telaga. Ketahuilah, ada beberapa orang yang dihalang-halangi mendatangi telagaku, sebagaimana unta hilang yang dihalang-halangi. Aku berseru kepada mereka: Kemarilah. Lalu dikatakan: Sesungguhnya mereka telah mengganti (ajaranmu) sepeninggalmu. Aku pun berkata: Menjauhlah, menjauhlah (H.R Muslim)
al-Imam al-Qurthubiy rahimahullah menyatakan: Setiap orang yang murtad dari agama Allah atau mengada-adakan (bid’ah) yang tidak diridhai dan diizinkan Allah, maka dia terusir dari telaga, terjauhkan darinya. Yang paling jauh terusirnya adalah yang menyelisihi jamaah kaum muslimin dan memecah belah jalan mereka, seperti Khawarij dengan berbagai kelompoknya, Rafidhah dengan bermacam-macam kesesatannya, Mu’tazilah dengan berbagai hawa nafsunya. Mereka semuanya mengganti (ajaran agama)...(atTadzkiroh karya al-Qurthubiy (1/352)).
5.Mendapat laknat dari Allah, Malaikat, dan manusia seluruhnya.
وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ آوَى مُحْدِثًا
Allah melaknat orang yang melindungi pelaku dosa besar/ kebid’ahan (H.R Muslim)
الْمَدِينَةُ حَرَمٌ مَا بَيْنَ عَائِرٍ إِلَى كَذَا مَنْ أَحْدَثَ فِيهَا حَدَثًا أَوْ آوَى مُحْدِثًا فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
Madinah adalah tanah mulia antara gurun hingga ini. Barangsiapa yang yang mengada-adakan (kebid’ahan) atau melindungi orang yang berbuat bid’ah maka ia akan mendapatkan laknat Allah, Malaikat, dan manusia seluruhnya (H.R al-Bukhari dan Muslim)
6.Mendapatkan limpahan dosa dari orang-orang yang mengikutinya.
وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنْ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا
Dan barangsiapa yang mengajak pada kesesatan, maka ia akan mendapatkan dosa seperti dosa orang yang mengikutinya. Tidaklah dikurangi dari dosanya sedikitpun (H.R Muslim dari Abu Hurairah).
7.Jatuh dalam kebid’ahan adalah kebinasaan.
فَإِنَّ لِكُلِّ عَابِدٍ شِرَّةً وَلِكُلِّ شِرَّةٍ فَتْرَةً فَإِمَّا إِلَى سُنَّةٍ وَإِمَّا إِلَى بِدْعَةٍ فَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى سُنَّةٍ فَقَدْ اهْتَدَى وَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ فَقَدْ هَلَكَ
Sesungguhnya pada setiap orang ahli ibadah terdapat semangat. Dan pada setiap semangat itu ada masa kurang bersemangat. Bisa mengarah pada Sunnah atau pada bid’ah. Barangsiapa yang perasaan kurang bersemangatnya berada pada Sunnah, maka ia telah mendapat petunjuk. Barangsiapa yang masa kurang bersemangatnya pada selain itu, maka ia telah binasa (H.R Ahmad, atThohawiy)
8.Kebid’ahan bagaikan penyakit anjing gila yang menular.
وَإِنَّهُ سَيَخْرُجُ فِي أُمَّتِي أَقْوَامٌ تَجَارَى بِهِمْ تِلْكَ الْأَهْوَاءُ كَمَا يَتَجَارَى الْكَلْبُ بِصَاحِبِهِ لَا يَبْقَى مِنْهُ عِرْقٌ وَلَا مَفْصِلٌ إِلَّا دَخَلَهُ
Sesungguhnya akan keluar dari umatku kaum-kaum yang menjalar pada mereka kebid’ahan-kebid’ahan itu sebagaimana menjalarnya penyakit anjing gila pada orang yang terkena. Tidaklah menyisakan urat atau persendian kecuali akan memasukinya (H.R Ahmad, Abu Dawud, dihasankan al-Albaniy)
9.Berdebat tanpa ilmu untuk menyesatkan dari jalan Allah, terancam adzab di Neraka.
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُجَادِلُ فِي اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَلَا هُدًى وَلَا كِتَابٍ مُنِيرٍ (8) ثَانِيَ عِطْفِهِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ لَهُ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ وَنُذِيقُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَذَابَ الْحَرِيقِ (9)
dan di antara manusia ada yang berdebat tentang Allah tanpa ilmu, tanpa petunjuk, maupun tanpa Kitab yang menerangi. Sambil memalingkan lambungnya (dengan congkak) untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah. Dia mendapatkan kehinaan di dunia dan pada hari kiamat Kami berikan kepadanya rasa adzab Neraka yang membakar (Q.S al-Hajj ayat 8-9)
Siapakah yang dimaksud dengan orang yang berdebat tentang Allah tanpa ilmu tersebut? Qotadah rahimahullah menjelaskan: Ahlul bid’ah yang mengajak pada kebid’ahannya (riwayat al-Laalikaa-iy dalam syarh Ushul I’tiqod Ahlissunnah wal Jama’ah)
Sahabat Nabi Ibnu Abbas radhiyallahu anhu juga menjelaskan bahwa ayat itu terkait dengan Ahlul Bid’ah (riwayat al-Auza’iy yang dinukil al-Qurthubiy dalam Tafsirnya).
10. Kebid’ahan, sekecil apapun, bisa berujung pada sikap menghalalkan darah sesama muslim.
Abu Qilabah –salah seorang tabi’i, murid dari banyak Sahabat Nabi- rahimahullah menyatakan:
مَا ابْتَدَعَ قَوْمٌ بِدْعَةً قَطُّ , إِلا اسْتَحَلُّوا بِهَا السَّيْفَ
Tidaklah suatu kaum melakukan suatu kebid’ahan kecuali (nantinya) mereka akan menghalalkan pedang (riwayat Abdurrazzaq dalam Mushonnafnya)
(Abu Utsman Kharisman)

WA al I'tishom


Tidak ada komentar:

Posting Komentar