Sabtu, 27 Mei 2017

TANAMKANLAH KEBERANIAN


*Edisi penyemangat* 🔥🔥

⚔🛡 *TANAMKANLAH KEBERANIAN !!*

🌴  Samarra, sebuah desa berjarak tiga farsakh (kurang lebih 24 km) dari pusat kota Bukhara. Walau terbilang kecil, Samarra telah meninggalkan sebuah kisah keberanian luar biasa yang patut diteladankan untuk anak-anak kita. Di sanalah sejarah mencatat seorang ulama hadits sekaligus mujahid pemberani terlahir. Kisah nan indah mewangi.

🌿  Beliau dijuluki Farisul Islam, seorang penunggang kuda handal dalam berperang. Di samping itu, beliau pun dikenal sebagai ahli ibadah, tokoh berzuhud, ulama panutan, dan ahli hadits terkemuka. Imam Al Bukhari juga meriwayatkan hadistnya di dalam Shahih Bukhari. Sebuah pengakuan dari Imam Al-Bukhari mengenai kepercayaan beliau kepadanya.

💐  Imam Al-Bukhari menyanjung sang guru tersebut, Ahmad bin Ishaq As Surmari (wafat 242 H), “Aku tidak mengetahui ada orang lain yang sama dengan beliau di dalam bidang sejarah Islam.” Dari sisi mana beliau dipuji semacam itu? Sanjungan Imam Al Bukhari kiranya lebih dari cukup untuk menggambarkan seperti apakah kedudukan Ahmad bin Ishaq As Surmari.

🍃  Jangankan orang-orang, hewan pun merasa tenang jika berada di sampingnya. Suatu saat, Ahmad bin Ishaq pernah bersantap makan ditemani oleh burung-burung pipit. Serombongan burung itu seakan menjadi kawan bersantap yang baik. Tiba-tiba putranya masuk dan burung-burung tersebut lantas berterbangan. Adakah hamba semacam itu di dunia ini yang masih tersisa?

🎗  Imam Adz Dzahabi rahimahullah di dalam Siyar A’lam Nubala’ menyebutkan bahwa Ahmad bin Ishaq As Surmari “wa bi syaja’atihi yudhrabu al matsal,” keberaniannya telah menjadi sebuah perumpamaan. Siapapun yang menyandang sikap perwira dan pemberani akan dibandingkan dengan beliau, setara ataukah tidak.

⚒  Tongkat besi menjadi senjata kesayangan As Surmari. Beratnya delepan belas mann (kurang lebih 100 kg). Luar biasa beratnya, bukan? Senjata unik ini memang menggambarkan betapa kuat dan ‘mengerikan’-nya As Surmari di kalangan musuh-musuh Islam. Semasa tuanya, tongkat besi itu dikurangi beratnya oleh As Surmari menjadi dua belas mann (kurang lebih 70 kg).

🗡  Dalam sebuah pertempuran, dikisahkan oleh Adz Dzahabi rahimahullah dengan sanadnya, As Surmari dihadapkan dalam suasana perang tanding yang mengerikan. Seorang jagoan dari pihak musuh dikabarkan mempunyai kekuatan yang setara dengan seribu prajurit. As Surmari lalu memohon ijin kepada panglima Islam untuk menghadapi orang tersebut.

⛏  Tongkat besi disembunyikan oleh As Surmari. Pada saat jagoan musuh datang menyerang, As Surmari malah terlihat melarikan diri. Ada apa yang terjadi? Seluruh mata memandang penuh tanda tanya. Setelah menjauh dari induk pasukan musuh, tiba-tiba As Surmari berhenti lari dan berbalik arah sambil menghantamkan tongkat besinya kepada musuh yang lari mengejar. Jagoan musuh itu pun mati. Panglima musuh yang marah lalu memerintahkan lima puluh prajurit berkuda untuk mengejar dan membunuh As Surmari. Beliau lalu bersembunyi di sebuah anak bukit. Setelah kelima puluh prajurit berkuda itu lewat melintas, As Surmari mengejar mereka dan membunuh satu per satu dari arah belakang. Empat puluh sembilan prajurit musuh mati dan tersisa satu. Prajurit musuh yang tersisa lalu dibiarkan hidup setelah dilukai oleh As Surmari untuk menceritakan peristiwa tersebut kepada panglima musuh dan kawan-kawannya.

⚔  Kisah kepahlawanan beliau bukan hanya itu! As Surmari pun dikenal sebagai pemanah ulung yang tepat di dalam mengenai obyek sasaran.

🛡  Kisahnya, sebuah benteng musuh dikepung oleh pasukan kaum muslimin. Dari kejauhan, panglima benteng terkepung sedang duduk mengawasi keadaan dari sebuah tempat yang tertutup. As Surmari lalu melesatkan sebuah anak panah yang tepat mengenai perlindungan si panglima.

🗝  Oleh si panglima, prajuritnya diminta untuk mengambil anak panah tersebut. namun, anak panah kedua kembali dilepaskan oleh As Surmari yang tepat mengenai tangan si panglima. Para prajuritnya berusaha mencabut anak panah itu. Akan tetapi, anak panah ketiga As Surmari kembali datang dan menancap tepat di leher si panglima. Akhirnya, benteng tersebut berhasil ditaklukan oleh kaum muslimin.

••Al Imam Adz Dzahabi rahimahullah menyatakan, “Kisah-kisah sang pejuang ini (As Surmari) sangatlah menghibur hati seorang muslim.”

✔Benar! Kisah-kisah kepahlawanan dan keberanian para ulama semestinya sering-sering disampaikan kepada anak-anak kita. Supaya mereka tumbuh dan berkembang dalam suasana dan lingkungan yang perwira. Berani melantangkan kebenaran, tidak mengenal takut dalam mengungkap kejahatan.

*Jangan biarkan anak-anak kita termakan oleh iklan-iklan televisi yang menggambarkan keberanian semu. Jangan relakan anak-anak kita mengagumi tokoh-tokoh pahlawan super yang fiktif. Jangan lepaskan anak-anak kita terbuai oleh profil-profil jagoan kafir yang diangkat di layar kaca dan layar lebar*

♻🛡 Islam telah mewariskan keberanian sejati. Keberanian yang terarah dan berdasarkan pada kebenaran syar’i. Islam telah mencatatkan sejarah kaum pemberani. Islam tidak kurang sedikit pun di dalam mengajarkan keberanian. Hanya saja, bisakah kita mentransfernya untuk anak-anak kita? Tugas siapa? Tugas kita bersama.

📖 Kisah-kisah keberanian Islam seharusnya sedini mungkin ditanamkan pada anak-anak kita. Supaya mereka hidup tanpa mengenal rasa takut kepada selain Allah subhanahu wa ta’ala. Generasi Islam bukanlah generasi penakut! Apalagi takut kepada tuyul, sundel bolong, buto, genderuwo atau istilah-istilah lain yang dibuat-buat untuk menakut-nakuti anak-anak Islam.

❓Tidakkah kita tersentuh hati untuk menjalankan tanggung jawab ini?

☝ Sungguh, demi Allah! Kisah-kisah Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam dan para shahabatnya amatlah penting untuk diajarkan! Cerita kaum tabi’in dan seluruh pahlawan Islam setelah mereka pun demikian. Penaklukan tanah Hindustan, jazirah Afrika bahkan sampai benua Eropa adalah materi yang layak kita suarakan di dada dan sanubari anak-anak kita. Agar mereka tidak lupa sejarah!

🎓 Harapannya, generasi muda Islam berikutnya bukanlah generasi yang cengeng, mudah goyah atau rendah diri. Mereka harus berani menengadahkan dada dan membentangkan tangan untuk menyambut masa depan Islam yang cerah. Generasi yang pemberani. Berani menyuarakan kebenaran. Tidak kenal takut untuk menyerukan Al Qur’an, As Sunnah, dan Manhaj Salaf.

📝 Tugas siapa? Tugas kita bersama. Sebab ternyata, tidak hanya anak-anak kita yang memerlukan suntikan semangat untuk berani. Kita yang menjadi orang tua pun sebenarnya masih membutuhkan siraman motivasi untuk hidup berani. Benar begitu, bukan?

Wallahul musta’aan.

 

📚 Sumber : Majalah Qudwah Edisi 17 Vol 2 1435 H/ 2014 H hal. 47 – 49.

🖊 Penulis : Ustadz Abu Nasim Mukhtar

Turut berbagi group whatsapp Olahraga Panahan🏹🏹
📤@salafymedia

📮 Channel Telegram || https://telegram.me/salafysolo
╚═══════🔎📚

Kamis, 25 Mei 2017

MEMBONGKAR KESESATAN SYI'AH : NIKAH MUT'AH (PERZINAAN ALA SYI'AH)

KEUTAMAAN ILMU:
🍃🍂🔥. MEMBONGKAR KESESATAN SYI'AH :
NIKAH MUT'AH
(PERZINAAN ALA SYI'AH)
   
Jika kaum muslimin memiliki pandangan bahwa pernikahan yang sah menurut syariat Islam merupakan jalan untuk menjaga kesucian harga diri mereka, maka kaum Syi’ah Rafidhah memiliki pandangan lain. Perzinaan justru memiliki kedudukan tersendiri di dalam kehidupan masyarakat mereka. Bagaimana tidak, perzinaan tersebut mereka kemas dengan nama agama yaitu nikah mut’ah. Tentu saja mereka tidak ridha kalau nikah mut’ah disejajarkan dengan perzinaan yang memang benar-benar diharamkan Allah ‘azza wa jalla dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kenyataan-lah yang akan membuktikan hakekat nikah mut’ah ala Syi’ah Rafidhah.

💥⛱. DEFINISI NIKAH MUT'AH

Nikah mut’ah adalah sebuah bentuk pernikahan yang dibatasi dengan perjanjian waktu dan upah tertentu tanpa memperhatikan perwalian dan saksi, untuk kemudian terjadi perceraian apabila telah habis masa kontraknya tanpa terkait hukum perceraian dan warisan. (Syarh Shahih Muslim hadits no. 1404 karya An-Nawawi dengan beberapa tambahan)

🎈🛍. HUKUM NIKAH MUT'AH

Pada awal tegaknya agama Islam nikah mut’ah diperbolehkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam beberapa sabdanya, di antaranya hadits Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu dan Salamah bin Al-Akwa’ radhiyallahu ‘anhu: “Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menemui kami kemudian mengizinkan kami untuk melakukan nikah mut’ah.” (HR. Muslim)
Al-Imam Al-Muzani rahimahullah berkata: “Telah sah bahwa nikah mut’ah dulu pernah diperbolehkan pada awal-awal Islam. Kemudian datang hadits-hadits yang shahih bahwa nikah tersebut tidak diperbolehkan lagi. Kesepakatan ulama telah menyatakan keharaman nikah tersebut.” (Syarh Shahih Muslim hadits no. 1404 karya An-Nawawi)

📌📌📍. Dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
"WAHAI MANUSIA! SESUNGGUHNYA AKU DULU PERNAH MENGIZINKAN KALIAN UNTUK MELAKUKAN NIKAH MUT'AH. NAMUN SEKARANG ALLOH 'AZZA WA JALLA TELAH MENGHARAMKAN NIKAH TERSEBUT SAMPAI HARI KIAMAT."
(HR. MUSLIM)

Adapun nikah mut’ah yang pernah dilakukan beberapa sahabat di zaman kekhalifahan Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu dan Umar radhiyallahu ‘anhu, maka hal itu disebabkan mereka belum mendengar berita tentang diharamkannya nikah mut’ah selama-lamanya. (Syarh Shahih Muslim hadits no. 1405 karya An-Nawawi)

🎁. GAMBARAN
NIKAH MUT'AH DI ZAMAN ROSULULLOH -shollallohu 'alaihi wasallam-

Di dalam beberapa riwayat yang sah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, jelas sekali gambaran nikah mut’ah yang dulu pernah dilakukan para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Gambaran tersebut dapat dirinci sebagai berikut:

📕1. Dilakukan pada saat mengadakan safar (perjalanan) yang berat seperti perang, bukan ketika seseorang menetap pada suatu tempat. (HR. Muslim hadits no. 1404)
📗2. Tidak ada istri atau budak wanita yang ikut dalam perjalanan tersebut. (HR. Bukhari no. 5116 dan Muslim no. 1404)
📓3. Jangka waktu nikah mut’ah hanya 3 hari saja. (HR. Bukhari no. 5119 dan Muslim no. 1405)
📘4. Keadaan para pasukan sangat darurat untuk melakukan nikah tersebut sebagaimana mendesaknya seorang muslim memakan bangkai, darah dan daging babi
untuk mempertahankan hidupnya. (HR. Muslim no. 1406)

📚🌷. NIKAH MUT'AH
MENURUT TINJAUAN
SYI'AH ROFIDHOH

Dua kesalahan besar telah dilakukan kaum Syi’ah Rafidhah ketika memberikan tinjauan tentang nikah mut’ah. Dua kesalahan tersebut adalah:

🕸🌸. A. PENGHALALAN NIKAH MUT'AH YANG TELAH DIHARAMKAN  OLEH ALLOH DAN ROSUL-NYA.

Bentuk penghalalan mereka nampak dari kedudukan nikah mut’ah itu sendiri di kalangan mereka. Ash-Shaduq di dalam kitab Man Laa Yahdhuruhul Faqih dari Ash-Shadiq berkata: “Sesungguhnya nikah mut’ah itu adalah agamaku dan agama pendahuluku. Barangsiapa mengamalkannya maka dia telah mengamalkan agama kami. Sedangkan barangsiapa mengingkarinya maka dia telah mengingkari agama kami dan meyakini selain agama kami.”
Di dalam halaman yang sama, Ash-Shaduq mengatakan bahwa Abu Abdillah pernah ditanya: “Apakah nikah mut’ah itu memiliki pahala?” Maka beliau menjawab: “Bila dia mengharapkan wajah Allah (ikhlas), maka tidaklah dia membicarakan keutamaan nikah tersebut kecuali Allah tulis baginya satu kebaikan. Apabila dia mulai mendekatinya maka Allah ampuni dosanya. Apabila dia telah mandi (dari berjima’ ketika nikah mut’ah, pen) maka Allah ampuni dosanya sebanyak air yang mengalir pada rambutnya.”
Bahkan As-Sayyid Fathullah Al Kasyaani di dalam Tafsir Manhajish Shadiqiin 2/493 melecehkan kedudukan para imam mereka sendiri ketika berdusta atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda: “Barangsiapa melakukan nikah mut’ah satu kali maka derajatnya seperti Al-Husain, barangsiapa melakukannya dua kali maka derajatnya seperti Al-Hasan, barangsiapa melakukannya tiga kali maka derajatnya seperti Ali radhiyallahu ‘anhu, dan barangsiapa melakukannya sebanyak empat kali maka derajatnya seperti aku.”

✂️🎗. B. BETAPA KEJI
DAN KOTOR GAMBARAN
NIKAH MUT'AH
ALA SYI'AH ROFIDHOH :

🏓. 1. AKAD NIKAH
Di dalam Al Furu’ Minal Kafi 5/455 karya Al-Kulaini, dia menyatakan bahwa Ja’far Ash-Shadiq pernah ditanya seseorang: “Apa yang aku katakan kepada dia (wanita yang akan dinikahi, pen) bila aku telah berduaan dengannya?” Maka beliau menjawab: “Engkau katakan: Aku menikahimu secara mut’ah berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya, namun engkau tidak mendapatkan warisan dariku dan tidak pula memberikan warisan apapun kepadaku selama sehari atau setahun dengan upah senilai dirham demikian dan demikian.” Engkau sebutkan jumlah upah yang telah disepakati baik sedikit maupun banyak.” Apabila wanita tersebut mengatakan: “Ya” berarti dia telah ridha dan halal bagi si pria untuk menggaulinya. (Al-Mut’ah Wa Atsaruha Fil-Ishlahil Ijtima’i hal. 28-29 dan 31)

🏓. 2. TANPA DISERTAI WALI
SI WANITA
Sebagaimana Ja’far Ash-Shadiq berkata: “Tidak apa-apa menikahi seorang wanita yang masih perawan bila dia ridha walaupun tanpa ijin kedua orang tuanya.” (Tahdzibul Ahkam 7/254)

🏓.3. TANPA DISERTAI SAKSI (Al-Furu’ Minal Kafi 5/249)

🏓. 4. DENGAN SIAPA SAJA nikah mut’ah boleh dilakukan?
Seorang pria boleh mengerjakan nikah mut’ah dengan:
– wanita Majusi. (Tahdzibul Ahkam 7/254)
– wanita Nashara dan Yahudi. (Kitabu Syara’i’il Islam hal. 184)
– wanita PELACUR. (Tahdzibul Ahkam 7/253)
– wanita PEZINA. (Tahriirul Wasilah hal. 292 karya Al-Khumaini)
– wanita sepersusuan. (Tahriirul Wasilah 2/241 karya Al-Khumaini)
– wanita YANG TELAH BERSUAMI. (Tahdzibul Ahkam 7/253)
– istrinya sendiri atau budak wanitanya yang telah digauli. (Al-Ibtishar 3/144)
– wanita Hasyimiyah atau Ahlul Bait. (Tahdzibul Ahkam 7/272)
– sesama pria yang dikenal dengan HOMOSEKS. (Lillahi… Tsumma Lit-Tarikh hal. 54)

🏓. 5. BATAS USIA WANITA YANG DIMUT'AH
Diperbolehkan bagi seorang pria untuk menjalani nikah mut’ah dengan seorang wanita walaupun masih berusia sepuluh tahun atau bahkan kurang dari itu. (Tahdzibul Ahkam 7/255 dan Lillahi… Tsumma Lit-Tarikh hal. 37)

🏓. 6. JUMLAH WANITA YANG
DIMUT'AH
Kaum Rafidhah mengatakan dengan dusta atas nama Abu Ja’far bahwa beliau membolehkan seorang pria menikah walaupun dengan seribu wanita karena wanita-wanita tersebut adalah wanita-wanita upahan. (Al-Ibtishar 3/147)

🏓. 7. NILAI UPAH
Adapun nilai upah ketika melakukan nikah mut’ah telah diriwayatkan dari Abu Ja’far dan putranya, Ja’far yaitu sebesar satu dirham atau lebih, gandum, makanan pokok, tepung, tepung gandum, atau kurma sebanyak satu telapak tangan. (Al-Furu’ Minal Kafi 5/457 dan Tahdzibul Ahkam 7/260)

🏓. 8. BERAPA KALI SEORANG PRIA MELAKUKAN NIKAH MUT'AH DENGAN SEORANG WANITA?
Boleh bagi seorang pria untuk melakukan mut’ah dengan seorang wanita berkali-kali. (Al-Furu’ Minal Kafi 5/460-461)

🏓. 9. BOLEHKAH SEORANG SUAMI MEMINJAMKAN ISTRI ATAU BUDAK WANITANYA KEPADA ORANG LAIN?
Kaum Syi’ah Rafidhah membolehkan adanya perbuatan tersebut dengan dua model:
a. Bila seorang suami ingin bepergian, maka dia MENITIPKAN ISTRI atau budak wanitanya kepada tetangga, kawannya, atau siapa saja yang dia pilih. Dia membolehkan istri atau budak wanitanya tersebut diperlakukan sekehendaknya selama suami tadi bepergian. Alasannya agar istri atau budak wanitanya tersebut tidak berzina sehingga dia tenang selama di perjalanan!!!
b. Bila seseorang kedatangan tamu maka orang tersebut bisa MEMINJAMKAN ISTRI atau budak wanitanya kepada tamu tersebut untuk diperlakukan sekehendaknya selama bertamu. Itu semua dalam rangka memuliakan tamu!!!
(Lillahi… Tsumma Lit-Tarikh hal. 47)

🏓. 10. NIKAH MUT'AH HANYA BERLAKU BAGI WANITA-WANITA AWAM.
Adapun wanita-wanita milik para pemimpin (sayyid) Syi’ah Rafidhah tidak boleh dinikahi secara mut’ah. (Lillahi… Tsumma Lit-Tarikh hal. 37-38)

🏓. 11. DIPERBOLEHKAN SEORANG PRIA MENIKAHI SEORANG WANITA BERSAMA IBUNYA, SAUDARA KANDUNGNYA, ATAU BIBINYA DALAM KEADAAN PRIA TADI TIDAK MENGETAHUI ADANYA HUBUNGAN KEKERABATAN DI ANTARA WANITA TADI.
(Lillahi… Tsumma Lit-Tarikh hal. 44)

🏓. 12. (HAL ITU) SEBAGAIMANA MEREKA MEMBOLEHKAN DIGAULINYA SEORANG WANITA OLEH SEKIAN ORANG PRIA SECARA BERGILIRAN. Bahkan, di masa Al-‘Allamah Al-Alusi ada pasar mut’ah, yang dipersiapkan padanya para wanita dengan didampingi para penjaganya (GERMO). (Lihat Kitab Shobbul Adzab hal. 239)

🗡🗡⚔📌. ALI BIN ABI THOLIB -RODHIYALLOHU 'ANHU
MENENTANG NIKAH MUT'AH

Para pembaca, bila kita renungkan secara seksama hakikat nikah mut’ah ini, maka tidaklah berbeda dengan praktek/transaksi yang terjadi di tempat-tempat lokalisasi. Oleh karena itu di dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim diriwayatkan tentang penentangan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu –yang ditahbiskan kaum Syi’ah Rafidhah sebagai imam mereka- terhadap nikah mut’ah. Beliau radhiyallahu ‘anhu mengatakan: “Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang nikah mut’ah dan daging keledai piaraan pada saat perang Khaibar.” Beliau (Ali radhiyallahu ‘anhu) juga mengatakan bahwa hukum bolehnya nikah mut’ah telah dimansukh atau dihapus sebagaimana di dalam Shahih Al-Bukhari hadits no. 5119.

Wallahu A’lam Bish Showab.

Sumber: Buletin Islam Al Ilmu Edisi 33/IV/II/1425, Yayasan As Salafy Jember.

(Dikutip dari Bulletin Al Wala’ wa Bara’, Edisi ke-14 Tahun ke-3 / 04 Maret 2005 M / 23 Muharrom 1426 H. Diterbitkan Yayasan Forum Dakwah Ahlussunnah Wal Jamaah Bandung. Url sumber : http://salafy.iwebland.com/fdawj/awwb/read.php?edisi=14&th=3)

📇 Turut menyebarkan :
🔘 http://telegram.me/KEUTAMAANILMU
🔘 http://telegram.me/SERIFIRQOHDANALIRAN

Selasa, 23 Mei 2017

RANGKAIAN FATWA PUASA

T I C 👉 https://is.gd/TIConline 🌎:
📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (1⃣): DEFENISI SHIYAM (PUASA)

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy Syaikh Muhammad bin Shalih al 'Utsaimin rahimahullah ditanya tentang defenisi shiyam (puasa)?

✳️ Maka beliau menjawab, “Shiyam secara bahasa artinya “menahan diri”, di antaranya (yang menunjukkan makna ini) adalah firman Allah Ta’ala,

🔗 “Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah: "Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Rabb yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini". (QS. Maryam:26)

👉🏻 Yakni “aku bernadzar untuk menahan diri dari berbicara.”

🔘 Dan di antaranya pula ucapan seorang penyair,

"Ada kuda yang berpuasa (tidak bekerja) dan ada pula kuda yang tidak berpuasa"
"Di bawah debu ia meringik dan yang lainnya mengunyah tali kekangnya.”

✳️ Adapun (makna shiyam) secara syari’at adalah, “Beribadah kepada Allah dengan cara menahan diri dari pembatal-pembatal (puasa) dimulai terbitnya fajar dan berakhir hingga terbenamnya matahari.”

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/11)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (2⃣): HUKUM PUASA RAMADHAN

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin rahimahullah ditanya tentang hukum berpuasa pada bulan ramadhan?

✳️ Maka beliau menjawab, "Berpuasa di bulan ramadhan hukumnya wajib dengan ketetapan Al-Qur'an, As Sunnah, dan kesepakatan kaum muslimin.

📖 Allah ta'ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah:183)

Sampai firman Allah, “bulan ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah:185)

📡 Nabi Shalallahu alaihi wa Sallam bersabda,
“Islam dibangun di atas lima perkara: persaksian bahwasanya tidak ada sesembahan yang hak diibadahi selain Allah dan Muhammad utusan Allah, menegakan sholat, menunaikan zakat, shaum di bulan ramadhan dan haji ke baitullah al harom.”

📡 Beliau Shalallahu alaihi wa Sallam juga bersabda, “Jika kalian melihat (hilal ramadhan) maka berpuasalah.”

💢 Dan kaum muslimin bersepakat bahwasanya puasa ramadhan hukumnya wajib, dan merupakan salah satu dari rukun Islam.

☑️ Maka barangsiapa mengingkari kewajiban puasa ramadhan, dia kafir. Kecuali jika dia hidup di negeri terpencil, sehingga tidak mengenal hukum-hukum Islam, maka ia harus dikenalkan terlebih dahulu, tapi bila ia terus (mengingkarinya) setelah ditegakkan hujah atasnya maka ia kafir.

🔘 Dan barangsiapa meninggalkan puasa ramadhan karena meremehkan kewajibannya maka dia di atas sesuatu yang membahayakan, karena sebagian ulama menganggapnya telah kafir keluar dari Islam. Tetapi pendapat yang kuat dia tidak kafir keluar dari Islam, hanyasaja digolongkan sebagai orang-orang yang fasik. Akan tetapi dia berada dalam bahaya yang sangat besar

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/11)
📖 Diterjemahkan Oleh: al-Ustadz Abdulloh Majalengka hafizhahullahu Ta'ala

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (3⃣): KEDUDUKAN PUASA DALAM ISLAM

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah ditanya tentang kedudukan puasa dalam Islam ?

✳️ Maka beliau menjawab: "Kedudukan puasa di dalam Islam ialah puasa termasuk salah satu rukunnya yang agung, yang mana Islam tidak akan tegak kecuali dengannya dan tidak akan sempurna kecuali dengannya.

🌻 Adapun keutamaannya dalam Islam, maka telah shahih bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,

من صام رمضان إيماناً واحتساباً غفر الله له ما تقدم من ذنبه

“Barangsiapa berpuasa ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala Allah, maka Allah akan mengampuni dosanya yang telah lalu.”

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/12)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (4⃣): RUKUN-RUKUN PUASA

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah ditanya tentang rukun-rukun puasa?

✳️ Maka beliau menjawab: "Puasa memiliki satu rukun, yaitu beribadah kepada Allah dengan cara  menahan diri dari pembatal-pembatal puasa, dimulai sejak terbitnya fajar dan berakhir hingga terbenamnya matahari.

📡 Fajar yang dimaksud adalah fajar yang kedua, bukan pertama.

🔎 Ada 3 ciri pembeda antara fajar pertama dan kedua, yaitu;

1⃣ Pertama: Fajar kedua bentuknya melebar di ufuk, terbentang dari arah utara hingga ke selatan. Sedangkan fajar pertama mencuat vertikal dari arah timur hingga ke barat.

2⃣ Kedua: (Cahaya yang muncul) pada fajar kedua tidak akan kembali gelap, namun cahaya tersebut akan terus bertambah terang hingga terbit matahari. Adapun fajar pertama, cahaya yang muncul akan kembali gelap.

3⃣ Ketiga: cahaya putih yang muncul pada fajar kedua menyatu dengan ufuk. Sementara pada fajar pertama, antara cahaya dan ufuk terpisah oleh warna gelap langit.

💢 Pada fajar pertama, tidak ada hukum syariat (yang wajib dilakukan),
👉​ belum dibolehkan melaksanakan shalat subuh,
👉​ dan tidak dilarang bagi seorang yang hendak berpuasa untuk makan, berbeda dengan fajar kedua.

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/13)
📖 Diterjemahkan Oleh: al-ustadz Abdul Wahid bin Faiz at-Tamimi

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA
_____________
(5⃣): HIKMAH DIWAJIBKANNYA PUASA

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya tentang hikmah diwajibkannya puasa?

📬 Maka beliau menjawab: Apabila kita membaca firman Allah Azza wa Jalla,

📖 “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah:183)
_______
💢 Kita akan mengetahui apa hikmah diwajibkannya puasa,

📡 yaitu takwa dan beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
______________
👉🏻 Takwa adalah meninggalkan keharaman-keharaman, istilah itu secara mutlak mengandung makna melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من لم يدع قول الزور والعمل به والجهل فليس لله حاجة أن يدع طعامه وشرابه

“Barangsiapa tidak meninggalkan ucapan dusta dan mengerjakan kedustaan itu, maka Allah tidak butuh pada upayanya dalam meninggalkan makan dan minumnya.”
_________________
🌴 Berdasarkan dalil ini, akan lebih menegaskan bagi orang yang berpuasa agar mengerjakan kewajiban-kewajiban, dan juga menjauhi hal-hal yang haram baik berupa perkataan maupun perbuatan.
_________
✔️ Hendaknya dia tidak menggunjing orang lain,

✔️ tidak berdusta,

✔️ tidak mengadu domba antara mereka,

✔️ tidak menjual barang jualan yang haram,

✔️ dan menjauhi segala bentuk keharaman.
_______________________
🌻 Apabila seseorang mengerjakan itu semua selama satu bulan penuh maka itu akan memudahkannya kelak untuk berprilaku baik (istiqomah) di bulan-bulan yg tersisa dalam setahun.
__________
‼️ Akan tetapi sangat disayangkan, banyak orang yang berpuasa tidak membedakan antara hari puasa dengan hari biasa,
_______
🚫 mereka tetap menjalani kebiasaan yang biasa dijalaninya yakni meninggalkan kewajiban,
⤴ mengerjakan pebuatan haram,
⤴ dan tidak merasakan keagungan puasa;

💢 perbuatan ini tidak membatalkan puasa tetapi mengurangi pahalanya,

❌ seringkali kesalahan yang seperti itu merusak pahala puasa sehingga menjadi sia-sialah pahalanya.

__________
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/14)
_________________________
📖 Diterjemahkan Oleh: al-Ustadz Muhammad Nur (Jember) Hafizhahullah

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (6⃣): TIGA TAHAPAN KEWAJIBAN PUASA

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,

📡 "Apakah ada tahapan-tahapan pada (kewajiban) puasa ramadhan sebagaimana terjadi (tahapan) pada pengharaman khamr?

✳️ Maka beliau menjawab,

👉🏻 "Ya, terdapat beberapa tahapan.
1⃣ Awal kali turunnya (syari’at) puasa, (ada kebebasan) siapa yang mau boleh berpuasa dan siapa yang mau boleh memberi makan (orang miskin).

3⃣ Kemudian setelah itu puasa (ramadhan) menjadi wajib, berdasarkan firman Allah Ta’ala,

📖 “Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah:185)

2⃣ Bentuk tahapan lainnya adalah, mereka dahulu apabila tertidur di waktu berbuka atau (terbangun ketika) shalat isya’, maka tidak boleh lagi makan, minum, dan jima’ kecuali setelah matahari terbenam di hari berikutnya. Kemudian diringankan bagi mereka, Allah Ta’ala berfirman,

📖 “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.” (QS. Al-Baqarah:187)

‼️ Dahulu (makan, minum, dan jima’) termasuk perkara yang dilarang bagi orang yang berpuasa bila ia tidur (saat berbuka) atau (terbangun saat) shalat isya’,

💯 kemudian hukum itu dihapus sehingga boleh (makan, minum, dan jima’) hingga munculnya waktu fajr.

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/16)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (7⃣): Dengan Apa Menetapkan Masuknya Bulan Ramadhan ?

〰〰⚪️〰〰

▶️ Fadhilatus Syaikh rahimahullah ditanya, "Dengan apa menetapkan masuknya bulan ramadhan?"

✳️ Maka beliau menjawab: "Penetapan masuknya bulan ramadhan bisa dengan ruyah hilal atau menyempurnakan bulan sya’ban menjadi tiga puluh hari. Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam,

إذا رأيتموه فصوموا، وإذا رأيتموه فأفطروا، فإن غبي عليكم فأكملوا عدة شعبان ثلاثين

📡 “Apabila kalian melihatnya (hilal ramadhan) maka berpuasalah, dan apabila kalian melihatnya (hilal syawwal) maka berhari rayalah. Adapun jika terhalangi oleh kalian maka sempurnakanlah bilangan bulan sya’ban menjadi tiga puluh (hari).”

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/36)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (8⃣): METODE SYAR'I DALAM MENETAPKAN MASUK DAN KELUARNYA RAMADHAN

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah ditanya:
👉🏻 Apa metode yang syar’i dalam menetapkan masuknya bulan (ramadhan)?
👉🏻 Apakah boleh bersandar kepada hisab falaki dalam menetapkan masuk dan keluarnya bulan (ramadhan)?
👉🏻 Dan apakah boleh bagi seorang muslim menggunakan alat yang disebut darbil (teropong) untuk melihat hilal?

✳️ Maka beliau menjawab: Metode yang syar’i di dalam menetapkan masuknya bulan (ramadhan) adalah dengan berusaha melihat hilal,

☑️ dan seharusnya hal itu dilakukan oleh orang yang dipercaya agamanya dan memiliki penglihatan yang kuat.

🌙 Apabila mereka berhasil melihatnya maka wajib mengamalkan konsekuensi dari rukyah tersebut, yaitu berpuasa bila itu hilal ramadhan, dan berbuka bila itu hilal syawwal.

⛔️ Tidak boleh bersandar pada Hisab Falaki ketika ru'yah tidak ada (tidak berhasil).

💢 Apabila ada ru'yah (berhasil) meskipun menggunakan teropong, maka itulah yang dijadikan sandaran/dasar, berdasarkan keumuman sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, “Apabila kalian melihatnya (hilal ramadhan) maka berpuasalah, dan apabila kalian melihatnya (hilal syawwal) maka berhari rayalah.”

❌Sedangkan hisab falaki maka tidak boleh beramal dengannya dan (tidak boleh) bersandar dengannya.

🔎 Adapun penggunaan alat yang disebut darbil yaitu teropong untuk melihat hilal maka tidak mengapa, akan tetapi hal itu tidak wajib. Karena zhahir dari sunnah bahwasanya sandaran dasar adalah ru’yah yang biasa (yaitu dengan mata telanjang,pen) bukan kepada selainnya. Akan tetapi, jikalau menggunakan (alat tersebut) kemudian hilal berhasil dilihat oleh orang yang terpercaya maka harus diamalkan rukyah tersebut.

🌴 Dahulu manusia juga menggunakan alat itu ketika mereka menaiki menara-menara di malam ke tiga puluh sya’ban atau malam 30 ramadhan, mereka berusaha melihat hilal dengan bantuan teropong.

🔘 Intinya, kapan saja hilal itu berhasil dilihat dengan perantara apa pun maka wajib mengamalkan konsekuensinya, berdasarkan keumuman sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, “Apabila kalian melihatnya (hilal ramadhan) maka berpuasalah, dan apabila kalian melihatnya (hilal syawwal) maka berbukalah.”

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/36)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (9⃣): ANTARA HISAB DAN RU'YAH MANA YANG DIKEDEPANKAN ?

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin rahimahullah ditanya,
👉🏻 (dalam menetapkan masuknya bulan ramadhan) apakah hisab lebih didahulukan daripada ru’yah hilal?
👉🏻 Apabila hilal telah terlihat di suatu tempat apakah hukumnya berlaku bagi seluruh negeri?
👉🏻  apa hukum melihat hilal menggunakan teropong atau teleskop?
👉🏻 Dan apa pula hukum melihat hilal dari pesawat terbang dan satelit?

✳️ Maka beliau menjawab,

☑️ "Ru’yah hilal lebih didahulukan daripada hisab, berdasarkan firman Allah Ta’ala,

📖 “Barangsiapa di antara kamu menyaksikan bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya mengganti), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah:185)

📡 Dan berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, “Apabila kalian melihatnya (hilal ramadhan) maka berpuasalah dan apabila kalian melihatnya (hilal syawwal) maka berhari rayalah.”

🌐 Akan tetapi dengan syarat, orang yang melihatnya adalah:
👉🏻 orang yang dipercaya dari sisi penglihatannya yang sehat,
👉🏻 adil dalam agamanya,
👉🏻 dan ucapannya dapat dipegang.

✅ Sebagian ulama’ berpendapat bahwasanya bila hilal telah terlihat di suatu tempat maka hukumnya berlaku bagi seluruh negeri,
▶️ tetapi sebagian yang lain berpendapat bahwa hukumnya tidak berlaku melainkan bagi negeri yang disitu terlihat hilal dan juga negeri-negeri yang matlaknya sama. Pendapat ini lebih shahih, akan tetapi ini merupakan wewenang waliyyul amr (pemerintah). Adapun masyakarat hanya mengikuti (keputusan) pemerintahnya.

✅ Dan tidak mengapa kita berupaya melihat hilal dengan teleskop/teropong.

❌ Adapun melalui pesawat terbang atau satelit maka tidak (boleh). Hal itu disebabkan pesawat terbang dan satelit berada di tempat yang tinggi di atas bumi yang mana bumi adalah tempat untuk melihat hilal.

📝 Ditulis oleh:
Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin
Pada 1/3/1409 H

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/61)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (1⃣0⃣): BERPUASA DAN BERHARI RAYA MENGIKUTI NEGERI YANG DITINGGALI WALAUPUN HARUS BERPUASA LEBIH DARI 30 HARI ATAU KURANG DARI 29 HARI

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
🔗 "Apa hukum seseorang yang memulai puasa di negeri muslim, lalu ia pindah ke negeri lain yang penduduknya lebih telat (berpuasa) dari negeri yang pertama. Mengikuti mereka mengharuskan ia berpuasa lebih dari 30 hari atau sebaliknya (yakni kurang dari 29 hari,pen)?

✳️ Maka beliau menjawab: Apabila seseorang berpindah dari negeri Islam ke negeri islam, dan negeri yang ia pindah tersebut lebih telat berhari raya, maka ia tetap bersama mereka hingga mereka berbuka (berhari raya),
👉🏻 disebabkan puasa adalah pada hari dimana manusia berpuasa, dan berhari raya pada hari dimana manusia berhari raya, demikian pula berkurban pada hari di mana manusia berkurban.

🔷 Walaupun ia menambah satu hari atau lebih, itu sebagaimana halnya seorang yang berpuasa ke negeri yang telat terbenam matahari padanya, maka ia tetap berpuasa hingga (matahari) terbenam, walaupun ia harus menambah untuk hari tersebut dua jam, tiga jam, atau bahkan lebih.

👉🏻 Dan disebabkan pula, apabila ia pindah ke negeri yang kedua, tentu saja hilal belum terlihat, sementara Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam memerintahkan agar kita tidak berpuasa dan berbuka melainkan setelah melihatnya, beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,

“Berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal ramadhan), dan berhari rayalah kalian karena melihatnya (hilal syawwal).”

☑️ Adapun (keadaan) yang sebaliknya, dimana ia pindah dari negeri yang telat penetapan masuknya bulan (ramadhan) kepada negeri yang lebih dahulu menetapkan masuknya bulan (ramadhan), maka ia juga berbuka bersama mereka.

📡 Dan ia harus mengganti puasa yang kurang dari bulan ramadhan tersebut. Jika ia kurang satu hari maka ia mengganti satu hari, dan jika ia kurang dua hari maka ia mengganti dua hari.

▶️ Apabila ia berhari raya pada 28 hari maka ia harus mengganti sebanyak dua hari jika (hitungan) bulannya sempurna (yakni 30 hari ramadhan) pada dua negeri tersebut, dan (mengganti) satu hari jika (hitungan bulannya) kurang (yakni 29 hari) di kedua negeri tersebut atau di salah satunya.

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/66)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (1⃣1⃣): KEADAAN SESEORANG YANG SAFAR DARI NEGERI YANG SUDAH MENETAPKAN SYAWWAL MENUJU NEGERI YANG BELUM MENETAPKAN SYAWWAL

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
📡 "Apabila aku telah menunaikan puasa 29 hari dan aku akan berhari raya pada hari ke 30 di negeri yang aku berpuasa di situ. Akan tetapi pada pagi hari ied aku pergi menuju negeri lain, dalam keadaan aku berbuka. Ternyata aku mendapati penduduk negeri tersebut masih berpuasa. Maka apakah aku harus berpuasa ataukah aku berbuka dan tetap di atas ‘iedku?

✳️ Maka beliau menjawab, "Tidaklah mengharuskan bagimu untuk berpuasa, karena sesungguhnya engkau telah berbuka puasa dengan jalan yang dibenarkan syariat.

🌴 Maka hari tersebut menjadi hari yang mubah bagimu, engkau tidak diharuskan menahan diri (berpuasa).

☑️ Andaikata matahari terbenam dalam keadaan engkau berada di suatu negeri, kemudian engkau safar menuju negeri lain, kemudian engkau masih mendapati matahari sebelum terbenam, maka sesungguhnya yang demikian itu tidaklah megharuskan engkau untuk menahan diri (berpuasa).

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/72)
📖 Diterjemahkan Oleh: al-Ustadz Huda Mantingan hafizhahullah

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (1⃣2⃣): KETIKA SEORANG ANAK MEMAKSAKAN DIRI UNTUK BERPUASA

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
📞 “Anakku yang masih kecil tetap berpuasa ramadhan meskipun puasa dapat membahayakannya, karena usianya yang masih kecil dan ia kurang sehat. Apakah aku boleh bersikap keras kepadanya agar ia berbuka?

✳️ Maka beliau menjawab:

🔗 "Jika ia masih kecil belum mencapai usia baligh maka tidak harus baginya untuk berpuasa,

🌴 namun jika ia sanggup berpuasa tanpa keberatan maka hendaknya ia disuruh agar berpuasa.

📡 Dahulu para sahabat memerintahkan anak-anak mereka untuk berpuasa, sampai sebagian dari anak kecil tersebut menangis (karena lapar) maka mereka memberinya mainan untuk menghiburnya.

📛 Akan tetapi jika jelas bahwa hal ini (yaitu puasa) membahayakannya maka ia  (harus) dilarang melakukan puasa.

⏺ Bila Allah melarang kita untuk memberikan kepada anak kecil (yang belum baligh,pen) harta mereka karena takut terjadi kerusakan terhadap harta tersebut, maka sesungguhnya rasa takut terjadinya mudharat (dampak buruk/kerusakan) pada badan lebih-lebih lagi untuk melarang mereka darinya,

⭕️ Akan tetapi pelarangan dilakukan bukan dengan cara kekerasan, karena hal itu tidak pantas dilakukan di dalam bermuamalah terhadap anak-anak ketika mentarbiyah (mendidik) mereka”

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/83)
📖 Diterjemahkan Oleh: al-Ustadz Abu Ja'far (Jember) hafizhahullah

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (1⃣3⃣): MEMERINTAHKAN ANAK KECIL UNTUK BERPUASA SEBAGAI BENTUK KASIH SAYANG KEPADA MEREKA

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
📞 Apakah anak kecil yang berumur kurang dari 15 tahun diperintahkan untuk berpuasa sebagaimana mereka diperintahkan untuk mengerjakan shalat?

✳️ Maka beliau menjawab:

☑️ "ya. Anak-anak yang belum baligh diperintahkan untuk berpuasa kalau mereka mampu. Sebagaimana dahulu para sahabat radhiallahu anhum melakukannya terhadap anak-anak mereka.

📕 Para ulama telah menetapkan bahwa para wali harus memerintahkan anak-anak kecil yang berada dalam tanggung jawabnya untuk berpuasa, dalam rangka melatih dan membiasakan mereka, dan menanamkan dasar-dasar keislaman dalam jiwa mereka, sehingga puasa menjadi seperti sebuah tabiat bagi mereka.

📛 Tetapi jika berpuasa memberatkan atau membahayakan mereka, maka sesungguhnya mereka tidak diharuskan berpuasa.

📡 Hanya saja di sini aku ingin mengingatkan suatu permasalahan yang dilakukan sebagian orang tua, yaitu mereka MELARANG anak-anaknya untuk berpuasa menyelisihi apa yang dahulu para sahabat lakukan.

⭕️ Para orang tua mengaku melarang anak-anaknya berpuasa sebagai bentuk kasih sayang kepada mereka.

✅ Padahal kasih sayang yang sebenarnya terhadap anak-anak adalah dengan memerintahkan mereka menjalankan syariat Islam  dan membiasakannya, dan menjadikan anak-anak senang dengan syariat Islam. Karena tanpa diragukan lagi  ini merupakan tarbiyah  yang baik, dan kesempurnaan tanggung jawab.

Telah shahih dari Nabi shalallahu alaihi wasallam bahwa beliau bersabda:

إن الرجل راع في أهل بيته ومسؤول عن رعيته

“Sesungguhnya seorang laki-laki adalah penanggung jawab bagi keluarganya, dan dia akan ditanya tentang tanggung jawabnya terhadap mereka”

🌴 Maka seyogyanya bagi para wali yang telah Allah bebankan kepadanya kewajiban mengurus/bertanggung jawab atas isteri dan anak-anak, hendaknya bertakwa kepada Allah dalam mengurusi mereka, dan hendaknya para wali menjalankan kewajibannya, yaitu memerintahkan mereka (isteri dan anak-anaknya) dengan syariat Islam."

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/83)
📖 Diterjemahkan Oleh: al-Ustadz Abdulloh (Majalengka) hafizhahullah

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (1⃣4⃣): ORANG YANG TERKADANG PUASA DAN TERKADANG TIDAK

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,

📞 Apa hukum seorang yang berpuasa selama beberapa hari dan tidak berpuasa di beberapa hari yang lainnya dari bulan ramadhan?

✳️ Maka beliau menjawab:

☑️ Jawaban dari pertanyaan ini mungkin bisa dipahami dari (penjelasan) yang telah lalu, yaitu bahwa orang yang berpuasa satu hari dan tidak berpuasa di hari yang lainnya tidaklah (menjadikannya) keluar dari Islam.

📡 Akan tetapi ia menjadi seorang yang fasiq (melakukan dosa besar,pen) disebabkan ia telah meninggalkan kewajiban yang agung ini, yang mana ia bagian dari rukun-rukun Islam.

📛 (Di harus bertaubat kepada Allah,pen) Dan dia tidak perlu mengqadha (mengganti) beberapa hari yang dia tidak berpuasa padanya. Karena perbuatannya mengqadha puasa itu TIDAK akan bermanfaat sedikitpun, dimana ia tidak akan diterima (oleh Allah,pen), berdasarkan apa yang telah kami isyaratkan pada (pembahasan) yang telah lalu,

“Bahwa ibadah yang telah ditentukan waktunya, apabila seseorang melaksanakannya di luar waktu yang telah ditentukan bukan karena udzur maka (ibadah itu) tidak akan diterima darinya.”

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/81)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (1⃣5⃣): TIDAK BERPUASA KARENA ADA UJIAN SEKOLAH

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
☎️ “Saya seorang wanita, keadaan memaksaku untuk tidak berpuasa selama 6 hari pada bulan Ramadhan disebabkan ujian (sekolah), karena waktu ujian berlangsung pada bulan tersebut sementara materi ujian amatlah berat, kalau tidak berbuka pada hari-hari itu aku tidak mampu menguasai materi tersebut karena beratnya. Saya berharap mendapat faedah, apa yang semestinya saya kerjakan agar Allah mengampuniku?

✳️ Maka beliau menjawab:

"1⃣ yang pertama menyandarkan sesuatu kepada keadaan adalah salah, alangkah baiknya dengan perkataan; “aku terpaksa atau yang semisalnya”

2⃣ Yang kedua, berbuka pada bulan ramadhan karena alasan ujian itu salah juga, tidak boleh. Karena memungkinkan ia bisa memurojaah (belajar,pen) di malam harinya, tidak ada di sana sebab yang darurat untuk berbuka, maka wajib baginya bertaubat kepada Allah dan wajib mengqadha, karena ia mentakwil (menganalisa) bukan karena unsur meremehkan.”

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/84)
📖 Diterjemahkan Oleh: al-Ustadz 'Arif Madiun (Jember)

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (1⃣6⃣): KEADAAN ORANG YANG TIDAK BERPUASA BEBERAPA TAHUN TANPA UDZUR

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,

☎️ Apa hukumnya seorang muslim yang telah melalui beberapa bulan dari ramadhan maksudnya beberapa tahun tanpa berpuasa, tapi ia melakukan kewajiban-kewajiban lainnya, dan ia tidak memiliki halangan (udzur) untuk berpuasa. Apakah ia harus mengaqadha’nya bila bertaubat?

✳️ Maka beliau menjawab:

🌴 “(pendapat) yang shahih bahwasanya ia tidak harus mengqadha bila bertaubat. Disebabkan setiap ibadah yang telah ditentukan waktunya, dan seseorang mengkahirkannya dari waktunya tanpa udzur maka Allah tidak akan menerima amalannya itu. Sehingga tidak ada faedahnya bila pun ia mengqadha.

☑️ Akan tetapi wajib baginya untuk bertaubat kepada Allah Azza wa Jalla dan memperbanyak amal shalih. Barangsiapa yang bertaubat maka Allah akan menerima taubatnya.”

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/87)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (1⃣7⃣): HUKUM PUASANYA ORANG YANG TIDAK SHOLAT

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al 'Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,

☎️ Apa hukum puasanya orang yang meninggalkan shalat ?

✳️ Maka beliau menjawab:

🌴 "Orang yang meninggalkan shalat puasanya tidak sah dan tidak diterima. Karena orang yang meninggalkan shalat hukumnya kafir murtad (keluar dari Islam,pen). Berdasarkan firman Allah Ta'ala,

📖 “Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.” (QS. At-Taubah:11)

🌱 Dan berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam, “(Pembatas) antara seorang muslim dengan kesyirikan dan kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR.Muslim) 

🌱 Dan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam, “Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah shalat. Barang siapa yang meninggalkanya maka dia telah kafir.

☑️ Dan disebabkan pula ini merupakan pendapat mayoritas sahabat Nabi jika tidak keseluruhannya.

👉🏻 Abdullah bin Syaqiq rahimahullah berkata, dan beliau merupakan seorang tabi'in yang masyhur, ”Dahulu para shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tidak pernah menganggap suatu amalan yang apabila seorang meninggalkanya menjadi  kafir selain amalan shalat.”

🔲 Oleh karena itu apabila seorang berpuasa namun dia tidak shalat, maka puasa yang dia lakukan ditolak, tidak tidak diterima. Dan amalan puasanya tidaklah bermanfaat disisi Allah pada hari kiamat.

✅ Maka kami nasehatkan kepadanya, “Tegakkanlah shalat kemudian berpuasalah. Adapun engkau berpuasa dan tidak menegakkan shalat maka puasamu akan ditolak (tidak diterima), karena orang kafir tidak akan diterima ibadahnya.”

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/87)
📖 Diterjemahkan Oleh: al-Ustadz Abu Haidar Ali Mahdi (Sumpiuh)

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (1⃣8⃣): ORANG YANG TIDAK BERPUASA SETELAH USIA BALIGH

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al 'Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya, ٍ

☎️ Sebagian anak muda dan mudi terjatuh dalam kejahilan. Mereka mengganggap bahwa usia taklif (baligh) adalah 16 tahun. Dan terkadang mereka baligh sebelum usia tersebut tetapi mereka tidak berpuasa. Maka apa yang harus mereka lakukan? Dan haruskan mereka mengganti puasa beberapa tahun yang lewat?

✳️ Maka beliau menjawab:

📡 "Betul sekali, apa yang disebutkan oleh si penanya ini memang banyak (terjadi), tidak terkecuali pada kaum wanita.

🌱 Dimana mereka terkadang mengalami haid di usia yang begitu cepat.

🌴 Baligh tidak hanya dibatasi dengan usia saja, bahkan usia baligh bisa tercapai selain dengan batasan umur, seperti dengan tumbuhnya bulu kemaluan, keluarnya mani, mencapai usia 15 tahun, dan bagi wanita ditambah tanda yang keempat yaitu (keluarnya) darah haid.

🔲 Atas dasar ini apabila seseorang telah baligh maka wajib baginya mengganti puasa yang dia tinggalkan semenjak masuk usia baligh.

☑️ Kebanyakan manusia mereka shalat pada waktu tersebut (usia baligh,pen), yakni mereka tidak meninggalkan shalat. Akan tetapi mereka meninggalkan puasa.

1⃣ Dimana seorang wanita apabila masuk usia baligh saat dia masih kecil, ia malu memberitahu keluarganya tentang hal itu. Sehingga engkau mendapatinya terkadang tidak puasa,

2⃣ dan terkadang berpuasa hingga masa haidnya (datang). Maka wajib baginya untuk mengganti puasa (mengqadha') pada dua gambaran tadi.

⏳ Apabila ia tidak berpuasa (sama sekali dalam satu bulan) maka wajib baginya mengqadha’ selama satu bulan penuh, dan jika ia berpuasa sampai datangnya waktu haid, maka wajib baginya mengganti selama waktu haidnya.

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/90)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (1⃣9⃣): APAKAH SEORANG PEKERJA BERAT BOLEH BERBUKA PUASA DI BULAN RAMADHAN?

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,

☎️ Bagaimana pendapat Anda tentang seorang yang bekerja berat sehingga sulit baginya untuk berpuasa, apakah boleh baginya berbuka?

✳️ Maka beliau menjawab,

📡 Wajib baginya untuk berpuasa dan meminta tolong kepada Allah (agar dimudahkan segalanya). Karena siapa yang meminta tolong kepada Allah, pasti Allah akan menolongnya.

☑️ Jika dia merasakan haus yang sangat pada saat tengah hari hingga dapat memudharatkannya, atau hal itu menjadi penyebab kebinasaan pada dirinya, maka diperbolehkan bagi dia untuk berbuka karena KARENA KEADAAN DARURAT.

🌴 Namun alangkah baiknya jika dia bermusyarah dengan atasannya atau pemilik perusahaan agar jadwal kerjanya pada bulan ramadhan diganti malam hari, atau sebagian dilakukan pada malam hari dan sebagian lagi dikerjakan pada pagi hari, atau juga jam kerjanya diperingan agar bisa bekerja dan berpuasa dengan nyaman

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/89)
📖 Diterjemahkan Oleh: al-Ustadz Abdul Wahid bin Faiz at-Tamimi

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (2⃣0⃣): HUKUM BERBUKA PUASA BAGI SEORANG PEKERJA BERAT

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,

☎️ "Apa pendapat anda tentang seorang yang pekerjaannya berat dan menyulitkannnya untuk berpuasa. Apakah boleh baginya untuk berbuka?

✳️ Maka beliau menjawab:

📡 "Menurut pendapatku dalam masalah ini, bahwa berbukanya dia karena sebab pekerjaan (yang berat) adalah perkara yang HARAM dan tidak boleh.

✅ Kalau tidak memungkinkan baginya bekerja sambil berpuasa, maka hendaknya dia mengambil cuti libur di bulan ramadhan, sehingga memungkinkannya untuk berpuasa ramadhan.

☑️ Karena puasa ramadhan merupakan salah satu rukun dari rukun-rukun Islam yg tidak boleh dilalaikan.

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/92)
📖 Diterjemahkan Oleh: al-Ustadz Abdullah Majalengka

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (2⃣1⃣): SESEORANG BARU MASUK ISLAM DI SIANG HARI RAMADHAN, HARUSKAH MENGGANTI PUASA?

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,

☎️ "Apabila seseorang masuk Islam beberapa hari setelah (masuknya) ramadhan, apakah ia diharuskan untuk berpuasa (mengganti) hari-hari sebelumnya?

✳️ Maka beliau menjawab:

📡 "Orang tersebut tidak harus berpuasa (mengganti) hari-hari sebelumnya, karena pada saat itu dia masih kafir, dan orang kafir tidak dituntut untuk mengganti amal shalih yang telah terluput (ia kerjakan). Berdasarkan firman Allah Ta’ala,

📖 “Katakanlah (hai Muhammad) kepada orang-orang kafir, jika mereka berhenti (dari kekufurannya) maka akan diberi ampunan bagi mereka apa yang telah lalu. Dan jika mereka kembali maka sungguh telah berlalu orang-orang sebelum mereka.”

📡 Dan dikarenakan pula para shahabat yang masuk Islam pada jaman Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, beliau tidak memerintahkan mereka mengqadha’ puasa yang telah lewat, begitu pula puasa dan zakat.

▶️ Akan tetapi, bila ia masuk Islam di siang hari (ramadhan) apakah ia harus menahan diri (tidak boleh makan dan minum) dan mengqadha’ (hari tersebut)?
👉🏻 Atau hanya menahan diri saja tanpa mengqadha’?
👉🏻 atau ia tidak perlu menahan diri dan mengqadha?

☑️ Dalam permasalahan ini terjadi khilaf di antara ulama. Pendapat yang rajih adalah ia harus menahan diri tanpa mengqadha. Ia harus menahan diri karena (saat itu) ia telah menjadi orang yang wajib (berpuasa), sementara tidak diharuskan mengqadha karena sebelum itu ia bukan orang wajib (puasa).

⏳ Ia seperti anak kecil yang baligh di tengah ramadhan, maka ia harus menahan diri dan tidak diharuskan mengqadha menurut pendapat yang rajih dalam permasalahan ini.

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/97)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (2⃣2⃣): MUSAFIR YANG SUDAH TIBA DI TEMPAT TUJUAN APAKAH MASIH DISEBUT MUSAFIR?

〰〰⚪〰〰

▶ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,

☎ "Apabila seorang musafir telah tiba di sebuah kota/desa yang bukan desanya, apakah safarnya telah terputus?"

✳ Maka beliau menjawab:

🌴 "Jika seorang musafir tiba di sebuah kota/desa yang bukan desanya, maka safarnya tidak terputus. Maka boleh baginya tidak berpuasa di bulan Ramadhan, walaupun dia tinggal di sana sebulan penuh.

📡 Adapun jika ia tiba di kotanya dalam keadaan dia tidak berpuasa, maka tidak wajib baginya untuk menahan diri. Maka boleh baginya makan dan minum di hari tersebut. Karena tidak ada faedahnya dia menahan diri, karena dia tetap wajib mengganti puasa hari itu (di hari yang lain).

☑ Ini adalah pendapat yang benar, dan ini adalah pendapat Malik, Syafi'i dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad, rohimahumullah. Namun tidak sepantasnya dia makan dan minum di hadapan manusia yang lain.

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/99)
📖 Diterjemahkan Oleh: al Ustadz Abdul Mannan (Stabat)

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (2⃣3⃣): KARYAWAN YANG DIANCAM OLEH ATASANNYA  AKAN DIPECAT JIKA TETAP BERPUASA DAN NASEHAT BAGI ATASAN YANG MUSLIM

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,

☎️ "Jika seorang atasan mengancam anak buahnya yang muslim untuk dipecat dari pekerjaannya apabila ia tidak mau membatalkan puasanya (di bulan ramadhan), apakah boleh baginya untuk tidak berpuasa? Dan apa nasihat anda untuk atasan tersebut?

✳️ Maka beliau menjawab,

🌴 "Tidak boleh bagi seorang (muslim) meninggalkan amalan yang telah Allah wajibkan baginya hanya karena faktor paksaan dari orang lain.

🌱 Seorang hamba harus melaksanakan segala kewajibannya.

📖 "Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah akan berikan baginya jalan keluar. Dan Allah akan berikan rizki kepadanya dari jalan yang tidak ia duga."

☑️ Jika ada yang berkata kepadamu,
❌ 'Kamu dilarang melaksanakan shalat. Jika kamu memaksa shalat maka kamu saya pecat',

▶️ Apakah kamu tetap mendengarkan perintahnya ❓

✅ Maka pasti kamu tidak bakal mentaati perintah tersebut.

🌻 Maka demikian pula semua kewajiban lainnya yang telah Allah perintahkan kepadamu.

⛔️ Maka Anda tidak boleh meninggalkan kewajiban tersebut semata-mata karena orang lain mengancam untuk memecatmu dari pekerjaan.

🌷 Nasihatku untuk sang majikan/atasan orang ini,
☑️ Hal yang semestinya anda lakukan -terlebih anda seorang muslim- adalah membantu anak buahmu untuk menjalankan ketaatan kepada Allah, seperti shalat, puasa, dan ibadah-ibadah lainnya yang sedang  dijalankannya. Bersamaan dengan itu ia tetap menunaikan jam kerja yang telah disepakati antara anda dengannya.

📡 Jika Anda lakukan hal itu, maka sungguh Anda telah membantunya berbuat kebaikan dan ketaqwaan. Siapa saja yang membantu orang lain untuk berbuat kebaikan dan menjalankan ketaqwaan, maka akan mendapatkan pahala sama seperti orang yang melakukannya.
Sebagaimana sabda Rasulullah;

“Barangsiapa menyiapkan perbekalan orang yang akan pergi berjihad maka sungguh dia telah berjihad, dan barangsiapa mencukupi (kebutuhan) keluarga orang yang berjihad maka sungguh dia telah berjihad.”

⏳ Maka wahai saudaraku, hendaknya Anda mendasari diri dengan taqwa kepada Allah dalam segala urusan anak buahmu.

📛 Janganlah engkau menghalangi upaya anak buahmu untuk meraih karunia Allah, dimana semua itu pada dasarnya tidaklah menghalangi pekerjaan dan tidak pula menguranginya.

🕋 Bahkan bisa jadi, kemudahan yang Anda berikan kepada mereka yang hendak beribadah menjadi sebab keberkahan pada pekerjaanmu.....”

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/94)
📖 Diterjemahkan Oleh: al-Ustadz Abdul Wahid bin Faiz at-Tamimi

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (2⃣4⃣): APABILA SEORANG WANITA YANG HAID SUCI DI SIANG HARI APAKAH IA HARUS MENAHAN DIRI DARI MAKAN DAN MINUM?

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,

☎️ "Apabila seorang wanita yang sedang haid dan wanita nifas telah suci di siang hari bulan Ramadhan, apakah ia wajib menahan diri (dari makan dan minum,pen) ?

✳️ Maka beliau menjawab:

📡 "Jika wanita yang sedang haid atau wanita nifas telah suci di siang hari bulan Ramadhan, maka ia tidak wajib menahan diri, bahkan ia boleh makan dan minum. Disebabkan perbuatannya menahan diri sama sekali tidak bermanfaat, karena  ia wajib untuk mengganti puasa hari tersebut (di hari yang lain,pen).

Ini adalah pendapat madzhab Malik, Syafi’i, dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad.

🌙 Dan diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu bahwa ia berkata, “Barangsiapa makan di pagi hari, maka hendaknya ia makan di sore hari.”

👉🏻 Maksudnya barangsiapa berbuka di pagi hari maka ia boleh berbuka (makan dan minum) di sore hari.

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/99)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (2⃣5⃣): KELUAR CAIRAN KERUH SETELAH DARAH HAID BERHENTI. BAGAIMANA HUKUM PUASANYA

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,

☎️ "Seorang wanita bertanya, bahwasanya datang kebiasaan haidnya, dan darah sudah berhenti di hari yang ke 6 semenjak maghrib hingga pukul 12 malam (darah tidak keluar lagi,pen).
Lalu ia pun mandi dan berpuasa di esok harinya. Ternyata setelah itu, keluar kudroh (cairan keruh) tapi ia tetap melanjutkan puasanya di hari tersebut. Apakah yang seperti ini dianggap sebagai haid, padahal kebiasaannya hanya 7 hari ?

✳️ Maka beliau menjawab:

🌻 "Cairan keruh ini bukan bagian dari haid. Cairan keruh yang menimpah seorang wanita setelah ia suci bukan termasuk haid. Ummu ‘Athiyah radhiallahu ‘anha berkata,

🌱 “Dahulu kami tidak menganggap cairan kuning dan keruh setelah masa suci sebagai haid.” Dalam riwayat lain, “Kami tidak menganggapnya sebagai haid.” (pada riwayat ke dua ini) tidak disebutkan setelah masa suci.

⭕️ Haid adalah darah, ia bukan cairan keruh atau kuning.

💯 Atas dasar ini maka puasa wanita tersebut adalah sah, pada hari yang dia tidak melihat cairan keruh atau pada hari yang dia melihat cairan keruh. Karena cairan keruh itu bukan dari haid.

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/105)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (2⃣6⃣): WANITA YANG DATANG BULAN SESAAT SETELAH MATAHARI TERBENAM, BAGAIMANA HUKUM PUASANYA DI HARI ITU?

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,

☎️ "Apabila seorang wanita yang haid telah suci sebelum terbitnya fajar, tetapi ia tidak mandi melainkan setelah fajar. Bagaimana hukum puasanya ?

✳️ Maka beliau menjawab:

☑️ "Apabila seorang wanita yang haid telah suci sebelum terbitnya fajar walaupun hanya satu menit, dan ia yakin dirinya telah suci. Bila hal itu terjadi di bulan ramadhan maka ia harus menahan dirinya (dari makan dan minum, yakni tetap berpuasa), dan puasanya pada hari itu adalah sah. Karena ia melakukan puasa dalam keadaan telah suci.

🌙 Dan jika ia tidak mandi melainkan setelah terbitnya fajar, maka tidak mengapa. Sebagaimana halnya seorang laki-laki yang memasuki waktu shubuh dalam keadaan junub karena jima’ atau mimpi basah, kemudian ia makan sahur dan ia belum mandi kecuali setelah terbit fajar maka puasanya sah.

🔘 Pada kesempatan ini aku ingin mengingatkan perkara lain yang terjadi pada kaum wanita, bahwasanya jika ia datang bulan, sementara ia berpuasa di hari itu. Sebagian wanita ada yang menganggap bahwasanya haid yang datang setelah matahari terbenam dan belum shalat isya’ maka puasanya di hari itu tidak sah. Anggapan ini tidak ada dasarnya. Bahkan jika haid itu datang walaupun sesaat setelah matahari terbenam maka puasanya sempurna dan sah.

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/105)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (2⃣7⃣): SAKIT YANG TIDAK ADA HARAPAN SEMBUH DAN TATACARA MEMBERI FIDYAH

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,

☎️ "Ada seseorang yang menderita sakit dan tidak bisa diharapkan lagi kesembuhannya. Ia juga tidak mampu berpuasa. Lalu bagaimanakah hukumnya?
Berikanlah fatwa kepada kami semoga Allah memberikan balasan kebaikan kepada Anda atas jasanya kepada kami dan kaum muslimin.

✳️ Maka beliau menjawab:

☑️ Seorang yang sakit dan tidak bisa diharapkan lagi akan hilang sakitnya, maka ia tidak dituntut untuk berpuasa karena tidak memiliki kemampuan.

👉🏻 Hanya saja ia dituntut untuk mengganti puasa dengan memberikan makan seorang miskin sebagai ganti satu hari puasa. Kewajiban ini apabila keadaannya masih sebagai orang yang berakal dan baligh.

📡 Adapun cara memberi makan ada dua:

1⃣ Cara pertama: membuat jamuan makan siang atau makan malam kemudian mengundang sejumlah orang miskin sesuai dengan hari yang wajib ia menunaikan puasa padanya sebagaimana yang dilakukan oleh Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu ketika telah mencapai usia tua.

2⃣ Cara kedua: membagikan gandum atau beras sebanyak satu mud. Dan ukuran mud yang dipakai adalah mud Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu seperempat sha’. Satu sha’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setara dengan 2 kg lebih 40 gram. Sehingga satu mud sama dengan 0,5 kg lebih 10 gram.  Sehingga yang ia berikan adalah beras atau gandum dengan jumlah ini dan ditambah daging sebagai lauknya.

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/110)
📖 Diterjemahkan Oleh: al-Ustadz Fathul Mujib Hafizhahullah

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (2⃣8⃣): JATUH SAKIT SEBELUM RAMADHAN KEMUDIAN MENINGGAL DI BULAN RAMADHAN

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,

☎️ "Ibuku jatuh sakit sembilan hari sebelum Ramadhan. Kemudian ia meninggal dunia di hari kelima Ramadhan. Apakah ia memiliki beban hutang puasa atau tidak? Berilah kami faedah, semoga Allah membalas anda dengan kebaikan.

✳️ Maka beliau menjawab:

☑️ “Jika sakitnya tidak ada harapan untuk sembuh, maka bayarkanlah fidyah untuknya dengan memberi makan setiap hari satu orang miskin.

👉🏻 Karena setiap insan yang memasuki bulan ramadhan dan dia mengidap penyakit yang tidak ada harapan untuk sembuh, maka ia harus memberi makan setiap hari satu orang miskin.”

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/116)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (2⃣9⃣): SEORANG YANG TIDAK MAMPU BERPUASA KARENA SAKIT GULA

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,

☎️ "Ada seseorang menderita sakit gula dan ia tidak mampu berpuasa di bulan ramadhan. Setelah bulan Ramadhan selesai, ia merasa baikan dan menganggap bahwa dirinya wajib mengganti puasa tersebut. Lalu ia pun mencoba (berpuasa) satu hari tapi ternyata dia kelelahan. Dan penyakit ini sudah berlangsung lama. Lalu apa hukumnya?

✳️ Maka beliau menjawab:

☑️ "Orang ini hendaknya memberi makan satu orang miskin setiap harinya, karena ia meninggalkan puasa disebabkan penyakit yang tidak ada harapan untuk sembuh. Penyakit gula -semoga Allah menjaga kami dan kalian darinya- secara umum tidak akan sembuh. Maka dia harus memberi makan setiap hari satu orang miskin."

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/115)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (3⃣0⃣): SEORANG YANG SAKIT DI TENGAH RAMADHAN KEMUDIAN MENINGGAL DI BULAN SYAWWAL, BAGAIMANAKAH DENGAN PUASANYA?

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,

☎️ "Pada bulan ramadhan yang telah lewat, tepatnya pada hari yang ke 21 ayahku tidak berpuasa karena sakit. Kemudian beliau meninggal dunia di rumah sakit tanggal 9 syawwal. Apa hukum dalam masalah ini? -semoga Allah membalas anda dengan kebaikan-.

✳️ Maka beliau menjawab:

☑️ "Jika sakit yang dideritanya sudah tidak ada harapan untuk sembuh, maka dia harus memberi makan setiap hari satu orang miskin.

📡 Tetapi Jika sakitnya masih ada harapan untuk sembuh, dan setelah Ramadhan selesai ternyata penyakitnya bertambah parah -sebagaimana dijelaskan dalam suratmu- sampai kemudian dia meninggal. Maka tidak ada kewajiban apapun atasnya (yakni dia tidak punya hutang puasa dan tidak perlu membayar fidyah,pen). Karena  kewajiban dia adalah mengqodho’, hanya saja hal itu tidak memungkinkan lagi (karena telah meninggal).”

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/122)
📖 Diterjemahkan Oleh: al-Ustadz Abdullah (Majalengka)

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (3⃣1⃣): SESEORANG MENDERITA PENYAKIT HATI DAN HARUS MENGONSUMSI OBAT BEBERAPA JAM SEKALI, BAGAIMANA DENGAN PUASANYA?

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,

☎️ "Ada seseorang yang menderita sakit pada hatinya. Hanya bagian kecil hatinya yang berfungsi sehingga ia butuh minum obat secara berkala, yaitu sekitar 8 jam atau 9 jam sekali. Apakah kewajiban puasanya gugur?

✳️ Maka beliau menjawab:

"Benar, (kewajiban) puasa gugur darinya, dan ia harus memberi makan setiap hari satu orang miskin.

👉🏻 Jika dia mau bisa memberikan (bahan makanan mentah) kepada orang-orang miskin, setiap mereka diberi beras seperempat sho’, kalau diberi daging (atau lauk lainnya) itu lebih baik.

👉🏻 Atau bisa juga (mengumpulkan mereka) untuk makan malam di hari terakhir ramadhan, atau menjamu mereka makan siang di hari lainnya.
📡 Semua itu boleh.

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/122)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (3⃣2⃣): SESEORANG SEMBUH DARI PENYAKIT YANG TELAH DIVONIS DOKTER TIDAK AKAN SEMBUH

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,

☎️ "Apabila seseorang sembuh dari penyakit yang telah divonis oleh dokter sangat mustahil bisa sembuh. Orang itu sembuh beberapa hari setelah masuknya bulan Ramadhan. Apakah ia harus mengqadha’ hari-hari sebelumnya?

✳️ Maka beliau menjawab:

☑️ "Apabila seseorang tidak berpuasa pada bulan ramadhan disebabkan penyakit yang tidak ada harapan sembuh secara adat kebiasaan atau karena vonis dokter yang terpecaya, maka kewajibannya adalah memberi makan setiap hari satu orang miskin.

📡 Apabila ia telah membayar fidyah dan ternyata takdir Allah menentukan dia sembuh setelah itu, maka dia tidak diharuskan mengganti puasa yang telah ia bayar dengan memberi makan (orang miskin), karena kewajibannya telah hilang dengan dia memberi makan tersebut sebagai pengganti dari puasa. Dan jika bebannya telah hilang maka tidak ada kewajiban yang harus dia tunaikan setelah itu.

🕋 Permasalahan yang sama dengan ini adalah apa yang disebutkan oleh para ahli fikih –semoga Allah merahmati mereka- tentang seorang yang tidak bisa menunaikan ibadah haji karena lemah (disebabkan penyakit atau kondisi fisik,pen) yang tidak ada harapan untuk pulih. Lalu dia pun digantikan oleh orang lain, tapi ternyata setelah itu dia sembuh. Maka ia tidak diharuskan melakukan kewajiban untuk yang kedua kalinya.

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/126)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (3⃣3⃣): BATASAN SAFAR YANG BOLEH UNTUK BERBUKA

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,

☎️ "Apa (ketentuan) safar yang boleh untuk berbuka?

✳️ Maka beliau menjawab:

📡 "Safar yang boleh berbuka dan mengqashar shalat adalah (perjalanan) kurang lebih 38,5 kilometer.

💢 Di antara ulama ada yang tidak membatasi dengan jarak tertentu, bahkan setiap perjalanan yang menurut kebiasaan orang disebut safar maka itu adalah safar.

☑️ Dan dahulu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam apabila telah melakukan safar sejauh 3 farsakh (16623 meter,pen) maka beliau mengqashar shalat.

❌ Safar yang haram (atau safar maksiat) tidak membuat ia boleh untuk mengqashar dan berbuka, karena safar maksiat bukanlah rukhsoh.

🚫 Ada sebagian ahlul ilmi yang tidak membedakan antara safar maksiat dan safar taat berdasarkan keumuman ayat, wal ‘ilmu indallah.

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/132)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (3⃣4⃣): SENGAJA MELAKUKAN SAFAR AGAR BISA BERBUKA

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,

☎️ "Apa hukum (sengaja) melakukan safar di bulan ramadhan agar bisa berbuka?

✳️ Maka beliau menjawab:

☑️ Hukum asal berpuasa adalah wajib bagi kaum muslimin. Bahkan ia fardhu dan merupakan bagian dari rukun Islam sebagaimana diketahui.

📛 Sesuatu yang wajib dalam syari’at maka tidak boleh bagi seseorang melakukan hilah (tipu daya/mengakali) agar kewajiban itu gugur dari dirinya.

❌ Sehingga orang yang safar agar bisa berbuka maka safar itu haram baginya, dan berbuka juga haram baginya.

🌙 Wajib baginya untuk bertaubat kepada Allah Azza wa Jalla dan segera pulang (ke daerahnya) dan melanjutkan puasanya (di hari itu).

📡 Jika dia tidak pulang maka ia tetap harus berpuasa walaupun musafir.

🌴 Ringkasnya: Tidak boleh bagi seseorang melakukan hilah (tipu daya/mengakali) agar bisa berbuka di bulan ramadhan dengan sengaja melakukan perjalanan. Karena melakukan hilah untuk menggugurkan yang wajib tidak lantas menggugurkan kewajiban itu, sebagaimana melakukan hilah atas sesuatu yang haram tidak lantas menjadikan yang haram itu boleh (dilakukan).

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/133)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (3⃣5⃣): HUKUM DARAH WANITA YANG KELUAR SETELAH KEGUGURAN

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,

☎️ "Apa hukum darah wanita yang keluar setelah mengalami keguguran janin?

✳️ Maka beliau menjawab:

☑️ "Para ulama mengatakan, jika janin yang keluar telah berbentuk manusia, maka darah yang keluar dari wanita tersebut adalah darah nifas.

📛 Wanita tersebut dilarang shalat dan puasa. Serta dilarang pula bagi suaminya untuk menyetubuhinya hingga wanita itu suci.

🌴 Namun apabila janin yang keluar belum berbentuk manusia, maka darah yang keluar dari wanita itu bukan nifas, akan tetapi darah penyakit.

🌻 Wanita tersebut tetap wajib menjalankan shalat, puasa, dan kewajiban lainnya.

📡 Para ulama berkata, "(Janin dianggap telah memiliki bentuk manusia) minimalnya telah berumur delapan puluh satu hari (81 hari)."

⏳ Hal itu karena janin yang berada di dalam kandungan ibunya,  sebagaimana disebutkan dalam hadits Ibnu Mas’ud, berkata Rasulullah bersabda;

🌱 “Sesungguhnya seseorang di antara kalian dipadukan di dalam perut ibunya selama empat puluh hari.  Kemudian menjadi segumpal darah selama empat puluh hari berikutnya, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari berikutnya, kemudian Allah mengutus malaikat kepadanya dengan perintah 4 hal. Maka ditulislah rizkinya, umurnya, amalannya yang buruk, dan amalannya yang baik."

🔵 Atas dasar itu, apabila janin lahir kurang dari 80 hari, maka darah yang keluar dari wanita tersebut bukan nifas. Karena waktu tersebut belum saatnya terbentuk janin manusia. Sehingga wanita tersebut tetap wajib menjalankan puasa, shalat, dan kewajiban lainnya seperti yang dilakukan wanita yang sedang suci. Allahlah yang memberi taufik."

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/292)
📖 Diterjemahkan Oleh: al-Ustadz Abdul Wahid bin Faiz At-Tamimi

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (3⃣6⃣): MANA YANG LEBIH UTAMA  BAGI MUSAFIR, BERPUASA ATAUKAH BERBUKA?

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,

☎️ "Apakah berpuasa lebih afdhal bagi musafir ataukah tidak berpuasa?

✳️ Maka beliau menjawab:

☑️ "yang lebih utama adalah melakukan apa yang mudah baginya;

⏳ Jika berpuasa lebih mudah baginya maka berpuasa lebih utama.

📡 Dan jika berbuka lebih mudah baginya maka berbuka lebih utama.

💢 Tapi jika berpuasa dan berbuka sama-sama mudah baginya maka berpuasa lebih utama.

🌱 Dikarenakan:
▶️ ini merupakan perbuatan dan sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam,
▶️ dan (dengan berpuasa) dia lebih cepat menghilangkan tanggungan (puasa),
▶️ dan berpuasa lebih mudah bagi seseorang, karena mengganti puasa (di luar ramadhan) akan terasa berat bagi jiwa.
▶️ Dan bisa kita kuatkan pendapat ini (dengan sebab keempat), dikarenakan berpuasa (bagi musafir) akan bertepatan dengan bulan shiyam.

🌴 Sehingga, permasalahan ini memiliki tiga keadaan:
1⃣ Pertama: Berbuka lebih mudah baginya, maka hendaknya dia berbuka.
2⃣ Kedua: berpuasa lebih mudah baginya, hendaknya dia berpuasa.
3⃣ Ketiga: Keduanya sama-sama mudah maka berpuasa lebih utama.

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/137)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (3⃣7⃣): BANTAHAN TERHADAP ANGGAPAN BAHWA MUSAFIR JIKA MENYEMPURNAKAN PUASANYA AKAN MENDAPAT DUA PAHALA

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,

☎️ "Apa pendapat anda tentang ucapan “Seorang musafir jika menyempurnakan puasanya maka dia mendapat dua pahala.” ?

✳️ Maka beliau menjawab:

☑️ "Pendapatku adalah bahwasanya ucapan ini tidak ada dalilnya. Bahkan seorang musafir jika kesusahan melakukan puasa maka dia dilarang untuk berpuasa.

🌱 Dahulu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam melihat ada seseorang yang pingsan dan dikerumuni oleh manusia. Maka beliau bertanya, “ada apa ini?” mereka menjawab, “seorang berpuasa (pingsan)” maka beliau mengatakan, “Bukan termasuk kebaikan seseorang berpuasa ketika safar.”

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/136)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (3⃣8⃣): SEORANG MUSAFIR YANG MERASA KESULITAN BERPUASA

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,

☎️ "Apa hukum puasanya seorang musafir yang kesulitan berpuasa?"

✳️ Maka beliau menjawab:

1⃣ Apabila kesulitan puasanya masih dalam batas ihtimal (tidak terlalu berat,pen) maka BERPUASA adalah makruh baginya. Dikarenakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam ketika melihat seseorang pingsan dan dikerumuni oleh para shahabat, maka beliau pertanya, “ada apa ini?” mereka menjawab “seorang berpuasa (pingsan)”, beliau mengatakan, “Bukan dari kebaikan seseorang berpuasa ketika safar.”

2⃣ Adapun jika kesulitan itu sangat berat maka BERBUKA adalah wajib baginya, dikarenakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam ketika para shahabat mengeluh kepada beliau beratnya berpuasa ketika itu, maka beliau pun berbuka. Kemudian ada yang melaporkan kepada beliau, “sesungguhnya sebagian manusia masih berpuasa.” Maka beliau bersabda, “mereka telah membangkang, mereka telah membangkang.”

3⃣ Sedangkan bagi orang yang tidak merasa kesulitan, maka yang lebih utama baginya adalah berpuasa, dalam rangka mencontoh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Abu Darda’ menuturkan, “Dahulu kami safar bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam di bulan Ramadhan pada cuaca yang sangat panas. Ketika itu tidak ada di antara kami yang berpuasa selain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan Abdullah bin Rawahah.”

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/134)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (3⃣9⃣): BAGAIMANA PUASANYA SESEORANG YANG TERUS MENERUS MELAKUKAN SAFAR

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,

☎️ "Bagaimana puasanya seorang yang safarnya berkelanjutan seperti supir truk/mobil pengangkut barang ?

✳️Maka beliau menjawab:

📡 "Sesungguhnya Allah telah menjelaskan hukum permasalahan ini dalam firman-Nya,

📖 “Maka Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah:184)

💢 Supir truk selama ia menjadi musafir maka ia boleh melakukan keringanan-keringanan safar seperti mengqashar shalat dan menjama’nya, berbuka di bulan Ramadhan, mengusap sepatunya selama tiga hari, dan selain itu dari hukum-hukum safar yang diketahui.

☑️ Atas dasar ini kami katakan, dalam kondisi ini boleh baginya untuk berbuka walaupun dia terus-menerus melakukan safar.

🌱 Karena jika dia memiliki tempat tinggal tetap dan keluarga yang dia tinggal bersama mereka, lalu dia meninggalkan tempat tersebut, maka ia disebut musafir. Sehingga dia boleh melakukan apa yang dilakukan oleh orang yang sedang safar. Dikarenakan Allah menyebutkan secara mutlak dalam ayat ini,

📖 "atau DALAM PERJALANAN (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah:184)

🌴 Allah (dalam ayat ini) tidak membatasi dengan bentuk PERJALANAN tertentu. Sehingga apa yang disebutkan oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Sallam secara mutlak wajib diamalkan secara mutlak pula (yakni tidak boleh membatasinya dengan safar atau perjalanan tertentu,pen).

❓ Dan jika ia mengatakan, “Apa yang harus aku perbuat sementara aku terus-menerus melakukan safar di musim panas dan musim dingin?”

✅ Maka kami katakan kepadanya, “Apabila engkau sedang berada di tengah keluargamu pada bulan Ramadhan maka wajib bagimu berpuasa. Dan jika engkau tidak di tengah mereka berarti anda adalah musafir dan tidak wajib bagimu berpuasa."

✅ Bisa juga kita katakan, “bahwasanya (kondisimu ini) membawamu kepada keuntungan yang besar, yaitu puasa yang seharusnya (kamu lakukan) pada musim panas yang menyengat ini bisa diganti di musim dingin yang lebih pendek waktu siangnya dengan cuaca yang sejuk, tentu saja itu lebih mudah bagimu daripada harus berpuasa ketika safar di musim panas yang menyengat dan (siang) yang panjang. Wallahu a’lam

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/141)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (4⃣0⃣): APAKAH HUKUM SAFAR BERLAKU BAGI SUPIR MOBIL DAN BUS YANG SELALU SAFAR ?

🔎 Lihat juga fatwa sebelumnya no.39
〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,

☎️ "Apakah hukum safar berlaku bagi supir mobil dan bus yang memiliki pekerjaan berkelanjutan di bulan Ramadhan?"

✳️ Maka beliau menjawab:

📡 "Benar, hukum safar juga berlaku bagi mereka. Mereka boleh melakukan qoshor, jama’, dan berbuka.

❓ Jika ada yang mengatakan, “Kapan mereka berpuasa sementara pekerjaan mereka terus berkelanjutan?”

🌱 Kami katakan, "mereka bisa puasa di musim dingin karena siangnya lebih pendek dan sejuk."

✅ Adapun para supir dalam kota maka hukum safar tidak berlaku bagi mereka, dan wajib bagi mereka berpuasa.

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/142)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (4⃣1⃣): WANITA YANG MENYUSUI TIDAK BERPUASA KARENA KHAWATIR TERHADAP BAYINYA

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,

☎️ "Apabila wanita yang menyusui tidak berpuasa karena khawatir terhadap anaknya, apakah yang wajib baginya?"

✳️ Maka beliau menjawab:

☑️ "Tidak mengapa bagi wanita yang menyusui untuk tidak berpuasa, karena khawatir terhadap anaknya, seperti kurangnya asinya. lalu dia mengganti puasanya di hari yang lain.

🌱 Jika dia tidak puasa hanya disebabkan karena khawatir terhadap anaknya, maka sebagian ulama berpendapat, “wajib bagi orang yang menanggung hidup sang anak untuk memberi makan seorang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan.”

🌴 Kewajiban sang ibu adalah mengganti puasanya. Dan kewajiban memberi makan itu dibebankan kepada orang yang menanggung hidup sang anak, seperti ayahnya, saudaranya atau selain mereka.

⏳ Jika seandainya keadaan seperti ini terus menerus dialami oleh sang ibu, maka tidak mengapa. Karena dia diberi uzur.

📡 Namun saya kira, dia tidak akan terus menerus seperti itu. Karena di musim dingin, waktu siang lebih singkat dan cuacanya dingin. jika dia tetap puasa, maka asinya tidak akan berkurang. Sehingga dalam keadaan seperti ini, dia bisa mengganti puasanya yang dia tinggalkan, di waktu musim dingin..

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/161)
📖 Diterjemahkan Oleh: al-Ustadz Abdul Manan (Stabat) hafizhahullah

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (4⃣2⃣): HUKUM WANITA HAMIL DAN MENYUSUI TIDAK BERPUASA TANPA UDZUR

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,

☎️ "Apa hukumnya wanita yang sedang hamil atau menyusui tidak berpuasa tanpa udzur, padahal dia kuat dan bugar, seandainya berpuasa pun tidak ada pengaruhnya (bagi bayi atau janinnya,pen) ?

✳️ Maka beliau menjawab:

☑️ "Tidak boleh bagi wanita yang sedang hamil atau menyusui untuk tidak berpuasa pada bulan Ramadhan TANPA UDZUR.

👉🏻 Dan apabila keduanya berbuka KARENA UDZUR maka wajib bagi keduanya membayar puasanya (di hari yang lain,pen). Berdasarkan firman Allah Ta’ala

📖 “Maka Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi Makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah:184)
👉🏻 Keduanya diposisikan seperti orang yang sakit.

🌙 Jika keduanya berbuka karena khawatir terhadap anaknya, maka sebagian ahlul ilmi berpendapat, “selain membayar puasa juga harus memberi makan satu orang miskin setiap hari berupa gandum, beras, kurma, atau bahan makanan pokok penduduk setempat.”

✅ Tetapi ulama yang lainnya menyatakan, “tidak ada atas keduanya selain mengqadha’ saja. Karena kewajiban memberi makan (orang miskin) tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Dan asalnya seseorang itu bebas dari beban tanggungan hingga ada dalil yang membebaninya. Ini merupakan madzhab Abu Hanifah rahimahullah, dan ini (pendapat) yang kuat.

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/161-162)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (4⃣3⃣): WANITA YANG SUCI DARI NIFAS DI BULAN RAMADHAN APAKAH HARUS LANGSUNG BERPUASA?

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,

☎️ "Seorang wanita mengalami nifas pada bulan Sya’ban lalu ia suci pada tanggal sepuluh Ramadhan. Apakah ia harus langsung memulai puasa karena dia mampu untuk puasa? Terlebih sebagian dokter menyebutkan bahwa bayi bisa tahan tidak menyusu sampai enam jam ?

✳️ Maka beliau menjawab:

📡 "Apabila ia adalah wanita yang menyusui dan (puasa) tidak membuat ASI nya berkurang, maka ia wajib berpuasa ketika telah suci dari nifas, selama hal itu tidak membahayakan anaknya.

🌻 Akan tetapi jika ia suci di siang hari maka dia tidak harus menahan diri (dari makan dan minum) di siang itu, dia terus berbuka (yakni boleh terus makan dan minum hingga maghrib,pen).

🌱 Bahkan wanita yang sedang haid seandainya dia suci di siang hari maka dia terus dalam posisi berbuka, dia boleh makan dan minum di hari itu. INI ADALAH PENDAPAT YANG RAJIH (KUAT).

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/164)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (4⃣4⃣): SEORANG YANG MENGHABISKAN SIANGNYA UNTUK TIDUR DAN ISTIRAHAT

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,

☎️ "Tentang orang yang menghabiskan siang Ramadhan dengan tidur dan istirahat, ia beralasan, 'aku tidak mampu beraktifitas disebabkan rasa lapar dan haus yang sangat." Apakah hal tersebut mempengaruhi puasanya?

✳️ Maka beliau menjawab:

☑️ "Merasakan keletihan (ketika puasa) tidak mempengaruhi sahnya puasa. Bahkan keletihan akan menambah pahala. Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam kepada 'Aisyah,

🌴 "Pahalamu sesuai kadar rasa letihmu."

📡 Maka setiap kali keletihan seseorang itu bertambah saat menjalankan ibadah -tanpa ada unsur kesengajaan darinya- maka pahalanya akan bertambah pula.

🌙 Dan dia boleh melakukan sesuatu yang bisa menjadikan ringan ibadah yang dia lakukan, seperti mendinginkan badan dengan air atau duduk di tempat yang dingin."

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/170)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (4⃣5⃣): WASIAT SYAIKH ABDUL AZIZ BIN BAAZ KEPADA ORANG YANG MENGHABISKAN HARI-HARINYA DENGAN TIDUR

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy-Syaikh ABDUL AZIZ BIN ABDULLAH BIN BAAZ rahimahullah Ta’ala ditanya,

☎️ "Tentang seorang yang begadang di malam hari hingga masuk waktu shubuh, kemudian mereka tidur hingga masuk waktu zhuhur, setelah menunaikan shalat zhuhur mereka kembali tidur hingga waktu ashar, dan setelah shalat ashar mereka tidur kembali hingga mendekati waktu berbuka. Pertanyaannya adalah apa hukum Islam tentang perbuatan semacam ini?

✳️ Beliau menjawab,

📡 “Tidak ada dosa tidur di siang hari atau di malam hari apabila tidak ada kewajiban yang dilalaikan atau keharaman yang dilanggar.

☑️ Hanyasaja perkara yang disyari’atkan bagi seorang muslim baik yang sedang berpuasa atau yang tidak berpuasa adalah:
🌱 tidak begadang di malam hari, dan
🌱 hendaknya segera tidur setelah Allah mudahkan ia melakukan Qiyamul Lail.
🌱 Setelah itu dia bangun untuk makan sahur jika bertepatan dengan bulan ramadhan. Karena makan sahur hukumnya sunnah muakkadah, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam,

«تسحروا فإن في السحور بركة»

“Makan sahurlah kalian, karena pada makan sahur terdapat berkah.” (Hadits ini telah disepakati keshahihannya)

🌻 Dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa Sallam,

«فصل ما بين صيامنا وصيام أهل الكتاب أكلة السحر»

“Pembeda antara puasa kita (kaum muslimin) dan puasanya ahli kitab adalah dengan makan sahur.” Diriwayatkan Muslim di dalam Shahihnya.

💢 Sebagaimana pula diwajibkan bagi orang yang berpuasa dan orang yang tidak berpuasa untuk selalu menjaga shalat lima waktu secara berjama’ah, dan waspada dari mengabaikannya baik dengan tidur atau selainnya.

💢 Sebagaimana pula diwajibkan bagi orang yang berpuasa atau yang tidak berpuasa untuk melaksanakan seluruh pekerjaan yang wajib dilakukan pada waktunya baik itu pekerjaan dinas atau selainnya dan tidak mengabaikannya dengan tidur atau selainnya.

💢 Demikian pula wajib baginya berupaya mencari rejeki yang halal, yang dibutukan oleh dirinya dan orang yang dia nafkahi, dan tidak mengabaikannya dengan tidur atau selainnya.

✅ Ringkasnya, wasiatku teruntuk semua orang; baik laki-laki atau wanita, yang berpuasa atau yang tidak berpuasa agar SELALU BERTAKWA KEPADA ALLAH  Jalla wa ‘Ala dalam setiak keadaan.

🌱 Dan selalu berusaha mengerjakan kewajiban pada waktunya sesuai dengan yang Allah syari’atkan.
🌱 Dan hendaknya waspada penuh dari sikap melalaikan kewajiban tersebut baik dengan tidur atau selainnya dari perkara mubah atau selainnya.

📛 Apabila kelalaian itu disebabkan suatu maksiat maka dosanya akan bertambah besar, dan kejahatannya semakin besar pula.

🕋 Semoga Allah selalu memperbaiki keadaan kaum muslimin, dan memahamkan mereka tentang urusan agama mereka, dan mengokohkan mereka di atas kebenaran, dan semoga Allah memperbaiki pemimpin mereka. Sesungguh Dia Maha Dermawan dan Maha Mulia.

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa Ibnu Baaz (15/319)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (4⃣6⃣): HUKUM MEMANDANG DAN BERJABAT TANGAN DENGAN WANITA YANG BUKAN MAHRAM BAGI SEORANG YANG BERPUASA

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy-Syaikh ABDUL AZIZ BIN ABDULLAH BIN BAAZ rahimahullah Ta’ala ditanya,

☎️ "Apa hukum berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahrom atau berbicara dengannya di siang hari ketika sedang berpuasa dan wanita itu juga berpuasa. Apakah perbuatannya tersebut membatalkan puasa atau hanya mengurangi pahalanya saja? Kami mengharapkan bimbingan anda. Dan apakah dia terkenai kaffaroh?

✳️ Beliau menjawab:

❌ "TIDAK BOLEH berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahrom. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya aku tidak berjabat tangan dengan wanita.”

🌱 Dan Aisyah berkata, “Demi Allah, sama sekali tangan Rasulullah tidak pernah menyentuh tangan wanita. Tidaklah beliau membai’at mereka melainkan dengan ucapan saja.” Yang dimaksud ‘Aisyah adalah wanita yang bukan mahram.

🔘 Adapun wanita yang mahram seperti saudara wanita dan bibi maka tidak mengapa berjabatan dengan mereka.

📡 Sedangkan berbicara dengan wanita selain mahram, maka tidak mengapa jika pembicaraannya sebatas perkarah mubah dan tidak mengandung perkara yang melenceng. Seperti dia bertanya tentang anak-anaknya, bapaknya, atau bertanya tentang kebutuhannya sebagai seorang tetangga atau kerabat, yang seperti ini tidak mengapa.

🚫 Adapun jika pembicaraannya menjurus kepada sesuatu yang rusak, zina, janji zina, tentang syahwat, atau minta dibuka sedikit dari pakaiannya agar dia bisa melihat salah satu bagian tubuhnya maka semua ini TIDAK BOLEH.

🌴 Jika percakapan tersebut disertai PENGHALANG dan HIJAB, dan jauh dari perkara yang mencurigakan dan dari syahwat maka tidak mengapa.

💢 Dahulu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pernah berbicara dengan kaum wanita, dan kaum wanita berbicara dengan beliau. seperti ini tidak mengapa dan puasanya tetap sah.

📛 Berjabatan tangan tidak mempengaruhi sahnya puasa. Demkian pula berbincang tidak mempengaruhi sahnya puasanya, jika tidak keluar sesuatu darinya (mani,pen) dengan sebab itu. Apabila keluar sesuatu (mani,pen) maka wajib mandi dan puasanya batal.

☑️ dan ia wajib mengganti jika itu adalah puasa wajib.

‼️ KEWAJIBAN seorang mukmin adalah mewaspadai apa yang telah Allah haramkan kepadanya.
❌ TIDAK BERJABAT TANGAN dengan wanita yang tidak halal baginya,
❌ dan tidak berbincang dengannya disertai syahwat atau melihat kepada tubuhnya.

📖 Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

{قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ}

“Katakanlah kepada orang-orang yang beriman agar menundukkan pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka. Hal itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha mengawasi apa yang mereka lakukan.” (QS. An-Nuur:30)

🌻 Maka menjaga diri dari sebab-sebab kejelekan merupakan KEWAJIBAN seorang mukmin di mana pun dia berada.
نسأل الله لنا وللمسلمين السلامة والعافية من كل سوء

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa Ibnu Baaz (15/270-271)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (4⃣7⃣): MELAKUKAN HUBUNGAN SUAMI ISTERI HINGGA TERBIT FAJAR

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy-Syaikh ABDUL AZIZ BIN ABDULLAH BIN BAAZ rahimahullah Ta’ala ditanya,

☎️ Seorang suami melakukan hubungan dengan istrinya sebelum waktu fajar, dan keduanya terus melakukannya hingga terbit fajar. Apa yang harus dilakukan oleh keduanya? Semoga Allah membalas anda dengan kebaikan.

📗 Beliau menjawab,

🌴 "Keduanya wajib bertaubat dan membayar kaffaroh, yaitu:
👉🏻 membebaskan budak, bila tidak mampu maka,
👉🏻 berpuasa selama dua bulan berturut-turut (tidak boleh terputus kecuali ada udzur,pen), bila tidak mampu maka,
👉🏻 memberi makan 60 orang miskin. Setiap orang miskin diberi setengah sho' bahan makanan pokok daerahnya yang kurang lebih  1,5kg.

📡 Selain membayar kaffaroh, kedunya juga diwajibkan mengganti puasa hari yang mereka melakukan hubungan padanya (di hari yang lainnya,pen).

💢 Semoga Allah memperbaiki keadaan mereka berdua.

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa Ibnu Baaz (15/301)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (4⃣8⃣): MELAKUKAN HUBUNGAN SUAMI ISTERI KARENA TIDAK MENGETAHUI HUKUMNYA

〰〰⚪️〰〰

📗📘📕

📚 Dari Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz kepada saudara yang mulia .... Semoga Allah memberinya taufik untuk melakukan setiap kebaikan..

📝 "Telah sampai tulisan anda -semoga Allah menyampaikan anda kepada petunjuk-Nya- yang berisikan pertanyaan tentang sebuah kasus yang menimpa anda dalam keadaan anda tidak mengetahui hukumnya, yaitu secara berulang kali anda melakukan hubungan dengan isteri anda di siang hari Ramadhan ketika sedang berpuasa.
Kemudian setelah itu anda mendengar bahwasanya tidak boleh melakukan hubungan suami isteri ketika sedang puasa.

✳️ Jawab:

📡 Tidak diragukan bahwasanya Allah mengharamkan kepada hamba-Nya di siang hari Ramadhan untuk makan, minum, melakukan hubungan suami isteri, dan semua perkara yang dapat membatalkan puasa seseorang.

📡 Dan Allah telah mewajibkan bagi seorang yang melakukan hubungan suami isteri di siang hari Ramadhan dan dia adalah seorang mukallaf, sehat, mukim, tidak sedang sakit dan tidak sedang bersafar, untuk MEMBAYAR KAFFAROH; yaitu:
👉🏻 membebaskan budak, bila tidak mendapati budak maka
👉🏻 berpuasa dua bulan berturut-turut, bila tidak mampu maka
👉🏻 memberi makan enam puluh orang miskin. Setiap orang miskin diberi setengah sha’ dari makanan pokok negerinya.

📛 Adapun orang yang melakukan hubungan di siang hari Ramadhan, dan dia seorang yang wajib berpuasa karena sudah baligh, sehat, mukim, tetapi TIDAK MENGETAHUI HUKUMNYA seperti yang terjadi pada anda,

🌱 maka dalam hal ini para ulama berbeda pendapat,

🚩 sebagian mereka berpendapat, "wajib membayar kaffaroh karena dia telah menganggap remeh dengan tidak bertanya dan tidak mendalami tentang agamanya."
🚩 Sedangkan sebagian yang lain menyatakan, "dia tidak wajib membayar kaffaroh karena ia melakukannya dalam keadaan jahil (tidak tau hukum)."

📡 Dengan ini dapat anda ketahui bahwa untuk lebih berhati-hati adalah hendaknya anda MEMBAYAR KAFFAROH, dikarenakan sikap anda yang meremehkan dan tidak mau bertanya tentang perkara-perkara yang diharamkan sebelum anda melakukan apa yang telah anda lakukan.

☑️ Apabila anda tidak mampu memerdekakan budak dan berpuasa, maka cukup memberi makan 60 orang miskin dari setiap hari yang anda berhubungan padanya.
👉🏻 Jika anda melakukan hubungan selama dua hari maka anda membayar dua kaffaroh,
👉🏻 jika anda melakukan hubungan selama tiga hari maka anda membayar tiga kaffaroh,
👉🏻 dan demikian seterusnya,
💢 setiap jimak dalam satu hari membayar satu kaffaroh.

🔘 Adapun melakukan hubungan beberapa kali dalam satu hari maka cukup membayar satu kali kaffaroh.

🌴 Ini adalah sikap yang lebih berhati-hati dan lebih baik bagi anda, dalam rangka terbebaskan dari kewajiban, keluar dari khilaf ulama, dan menambal kekurangan pada puasa anda.

🔎 Apabila anda tidak ingat berapa hari anda melakukan hubungan, maka lakukanlah bilangan yang lebih berhati-hati yaitu mengambil yang lebih banyak. Bila anda ragu apakah tiga hari atau empat hari, maka ambillah yang empat hari dan demikian seterusnya. Tetapi tidaklah anda memilih kecuali yang memang anda yakini dengan pasti.

وفقنا الله وإياك لما فيه رضاه، وبراءة الذمة. والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته.

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa Ibnu Baaz (15/303-304)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (4⃣9⃣): ISTRI DIPAKSA BERHUBUNGAN OLEH SUAMINYA

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy-Syaikh ABDUL AZIZ BIN ABDULLAH BIN BAAZ rahimahullah Ta’ala ditanya,

☎️ "Beberapa tahun yang lalu ada seorang suami yang memaksa istrinya melakukan hubungan dengannya di siang hari bulan Ramadhan. Sang istri sedang mengandung 7 bulan. Apa yang harus dilakukan oleh keduanya setelah perbuatan itu berlalu bertahun-tahun?

✳️ Beliau menjawab,

☑️ "Keduanya wajib bertaubat kepada Allah Subhanahu, mengganti puasa, dan membayar kaffaroh, yaitu:
👉🏻 membebaskan budak masing-masing dari keduanya, bila tidak mampu maka
👉🏻 berpuasa selama dua bulan berturut-turut (tidak boleh terputus tanpa udzur,pen), bila tidak mampu maka
👉🏻 memberi makan 60 orang miskin.
Setiap orang miskin diberi setengah sho' makanan daerahnya atau sekitar 1,5kg.

📛 Dan jika si isteri melakukannya karena terpaksa yakni dia tidak mampu menolak maka ia tidak terkenai kaffaroh dan tidak perlu mengganti puasanya, karena orang yang terpaksa hakekatnya tidak melakukannya.

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa Ibnu Baaz (15/306-307)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (5⃣0⃣): HUKUM SEORANG MUSAFIR MELAKUKAN HUBUNGAN DENGAN ISTRINYA DI SIANG HARI PUASA

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy-Syaikh ABDUL AZIZ BIN ABDULLAH BIN BAAZ rahimahullah Ta’ala ditanya,

☎️ "Apa hukum seorang yang berpuasa melakukan hubungan suami istri di siang hari Ramadhan? Dan apakah boleh bagi musafir apabila ia berbuka untuk berhubungan dengan istrinya?

✳️ Beliau menjawab,

📡 "Wajib bagi seorang yang melakukan hubungan suami istri di siang hari Ramadhan dalam keadaan ia berpuasa untuk membayar kaffaroh, yang saya maksud adalah kaffaroh zhihar, dan ia juga wajib membayar puasa hari itu (di hari yang lain,pen), dan bertaubat kepada Allah Subhanah dari perbuatannya itu.

🌴 Adapun jika ia sebagai musafir atau sedang sakit yang membolehkan dia untuk berbuka maka tidak ada kaffaroh dan tidak ada dosa baginya. Wajib baginya mengganti puasa di hari yang dia melakukan hubungan padanya (di hari yang lain,pen).

🌱 Dikarenakan seorang musafir ia boleh berbuka dengan jima' dan selainnya, sebagaimana firman Allah Ta'ala,

📖 "Maka barangsiapa di antara kalian sakit atau sedang dalam perjalanan (maka boleh ia berbuka) dan menggantinya di hari-hari yang lain." (QS. Al-Baqarah:184)

📛 dan bagi wanita memiliki hukum yang sama dengan pria. Jika puasanya adalah puasa wajib maka ia harus membayar kaffaroh dan mengganti puasanya.

🌻 dan jika ia sedang safar atau sakit yang ia kesulitan berpuasa maka tidak ada kaffaroh baginya.

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa Ibnu Baaz (15/307-308)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (5⃣1⃣): HUKUM MENYISIATI AGAR TIDAK TERKENA KAFFAROH

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy-Syaikh ABDUL AZIZ BIN ABDULLAH BIN BAAZ rahimahullah Ta’ala ditanya,

☎️ Pertanyaan dari Dammam: Kami bermajelis bersama beberapa teman, pembicaraan kami ketika itu adalah seputar puasa dan pembatal-pembatalnya. Ada seorang teman menyampaikan, bahwasanya dia mendengar temannya berkata,
"Seseorang yang berpuasa kalau terpaksa ingin berhubungan dengan istrinya di siang hari Ramadhan, jika dia berbuka terlebih dahulu dengan makan atau minum, maka dia tidak terkenai kaffaroh yang diwajibkan bagi orang yang melakukan hubungan di siang hari ramadhan."

Apakah yang diucapkan oleh orang ini benar? Kami mengharapkan penjelasan anda

✳️ Beliau menjawab,

❌📛 Ini adalah ucapan yang BATIL dan tentu saja TIDAK BENAR. Seorang muslim WAJIB BERHATI-HATI dari perbuatan jima' di siang hari Ramadhan apabila dia adalah seorang yang mukim dan sehat. Demikian pula seorang wanita apabila dia sedang mukim dan sehat.

🌴 Adapun seorang musafir, maka tidak mengapa dia berhubungan dengan istrinya yang musafir juga.

🌱 Demikian pula orang yang sedang sakit dengan istrinya yang sakit jika keduanya kesulitan melakukan puasa. Wallahu waliyyu at-taufiq

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa Ibnu Baaz (15/308-309)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (5⃣2⃣): HUKUM BERHUBUNGAN DENGAN ISTRI YANG SEDANG PUASA QODHO'

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy-Syaikh ABDUL AZIZ BIN ABDULLAH BIN BAAZ rahimahullah Ta’ala ditanya,

☎️ Pertanyaan dari Mesir: Seorang suami baru saja pulang dari safar yang panjang, dan dia mendapati istrinya sedang puasa qadha’. Karena ia tidak mampu mengekang dirinya, sehingga dia pun melakukan hubungan dengan istrinya tanpa keridhaan dari sang istri.
Apa yang harus dilakukan oleh keduanya? Berilah kami fatwa semoga Allah membalas anda dengan sebaik-baik balasan.

✳️ Beliau  menjawab:

📡 "Wajib bagi laki-laki itu untuk bertaubat kepada Allah Subhanahu, yaitu dengan menyesali apa yang telah dia perbuat dan bertekad untuk tidak mengulangi perbuatannya lagi, sebagai bentuk pengagungan terhadap Allah Subhanahu dan mewaspadai ancaman-Nya.

🌴 Adapun wanita tersebut, apabila karena terpaksa maka tidak ada denda atasnya dan puasanya sah. Sedangkan jika ia melakukannya karena bermudah-mudahan, maka ia wajib mengqadha’ hari tersebut dan bertaubat. Namun tidak membayar kaffaroh. Wallahu waliyyu at-taufiq

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa Ibnu Baaz (15/309)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa

📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (5⃣3⃣): APA YANG DILAKUKAN KETIKA MELIHAT SEORANG YANG MELAKUKAN PEMBATAL PUASA

〰〰⚪️〰〰

▶️ Asy-Syaikh ABDUL AZIZ BIN ABDULLAH BIN BAAZ rahimahullah Ta’ala ditanya,

☎️ "Sebagian orang berkata, apabila kamu melihat ada seorang muslim yang minum atau makan karena lupa di siang hari Ramadhan, maka engkau tidur perlu mengingatkannya, karena Allah yang memberinya makan dan minum sebagaimana disebutkan dalam hadits. Apakah ucapan ini benar?

✳️ Beliau menjawab:

📡 "Barangsiapa melihat ada seorang muslim yang minum, makan, atau melakukan salah satu pembatal puasa lainnya di siang hari Ramadhan karena lupa atau sengaja, maka WAJIB MENGINGKARINYA. Karena (melakukan perkara tersebut) di depan umum pada siang hari puasa merupakan bentuk kemunkaran; walaupun pelakunya adalah orang yang mendapat udzur ketika itu, (tujuannya adalah) agar orang-orang tidak berani secara terang-terangan melakukan pembatal puasa yang telah Allah haramkan pada siang hari puasa dengan alasan lupa.

☑️ Dan orang yang melakukan hal tersebut karena lupa maka dia tidak perlu mengganti puasanya, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam,

“Barangsiapa yang lupa dalam keadaan ia berpuasa, lalu ia makan atau minum, maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya. Karena sesungguhnya Allah yang memberinya makan dan minum.” Telah disepakati keshahihannya.

🌴 Demikian pula musafir, tidak boleh melakukan pembatal puasa secara terang-terangan di hadapan orang yang mukim yang tidak mengetahui keadaannya. Tetapi, hendaknya dia menyembunyikan hal tersebut agar dia tidak dituduh melakukan perkara yang Allah haramkan, dan agar tidak memancing orang lain melakukan hal tersebut.

📛 Demikian pula bagi orang kafir, mereka dilarang menampakkan makan dan minum atau yang lainnya di antara kaum muslimin, untuk mencegah adanya sikap bermudah-mudahan dalam perkara ini, dan dikarenakan juga mereka dilarang menampakkan syi’ar agama mereka yang batil di antara kaum muslimin.

والله ولي التوفيق

🌏 Sumber: Majmu' Fatawa Ibnu Baaz (15/255-256)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf

#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰

📠 Dikutip dari channel @warisansalaf

🚀 Dipublikasikan oleh:
👉🏿 http://bit.ly/telegramTIC
👉🏿 http://bit.ly/websiteTIC

📚 WA Tholibul Ilmi Cikarang
______________________________
Baca dari bagian pertama klik https://is.gd/rangkaianfatwapuasa