Minggu, 25 Juni 2017

Bersaing dengan Orang Kaya dalam Beramal Sholeh


🍃🔴 BERSAING DENGAN ORANG KAYA 🔴🍃
Dalam beramal sholeh.
—------------------

📝 Dari shahabat Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan:
“Beberapa orang fakir dari kalangan Muhajirin mendatangi Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam, mereka mengeluhkan:

“Orang-orang kaya bisa mendapatkan tingkatan derajat yang tinggi, sekaligus kenikmatan abadi?”
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam mengatakan: ”Apa itu?

🔻Mereka menjawab:
”Mereka sholat seperti kita, puasa seperti kita,...
(Namun) ; Ketika mereka shodaqoh, kami tidak bisa shodaqoh, ketika mereka membebaskan budak, kami tidak bisa membebaskan budak.

🔻Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam mengatakan: ”Maukah kuajarkan kepada kalian satu amalan, dengannya kalian bisa menyamai orang yang telah mengalahkan kalian, serta dengannya kalian bisa mendahului orang-orang setelah kalian.” 
Tidak ada seorangpun yang bisa mengungguli kalian, kecuali orang yang melakukan amalan seperti kalian.”
🔻Mereka menjawab: ”Tentu wahai Rasulullah.”

👉 Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan:

«تُسَبِّحُونَ، وَتُكَبِّرُونَ، وَتَحْمَدُونَ، دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ مَرَّةً»

“Ucapkanlah tasbih, takbir, dan tahmid setelah selesai sholat 33 kali.”

📌 (( Ternyata orang-orang kaya juga mendengar hal tersebut dan mengamalkannya. )) Rasulullah  shollallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda:

«ذَلِكَ فَضْلُ اللهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ»

“Itulah keutamaan (dari) Allah yang diberikan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya.”

📝[ HR. Al-Bukhori no.843 & Muslim no.595-(142). Lafadz yang disebutkan terdapat dalam “Shohih Muslim” ]
📎Derajat Hadits: Shohih.

〰〰〰
💯 Tata Cara Pengucapan Dzikir:
Berikut ini rangkuman tentang cara pengucapan dzikir setelah sholat,

1⃣ - Penjelasan Abu Sholih (salah seorang tabi’in murid shahabat Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu), Dari beliau ada dua riwayat:
〰〰〰🔻1⃣- Mengucapkan: “Allahu Akbar–Subhanallah-Alhamdulillah” 33 kali.  📎[ HR. Muslim no.595-(142) ]
〰〰〰🔻2⃣- Mengucapkan: “Subhanallah–Alhamdulillah–Allahu Akbar” - 33 kali. 📎[ HR. Al-Bukhori no.843 ]

2⃣ - Mengucapkan: “Subhanallah” 33 kali,
mengucapkan: “Allahu Akbar” 33 kali,
mengucapkan: “Alhamdulillah 33 kali,

🌼 Al-Imam Nawawi rohimahullah menjelaskan; Cara yang dipisah-pisah seperti ini adalah zhohir yang tampak pada beberapa hadits.
Bahkan beliau menukilkan pernyataan al-Imam Al-Qodhi ‘Iyadh rohimahullah, dimana beliau menjelaskan:
“Yang seperti ini lebih utama” daripada penjelasan Abu Sholih (di atas).”  [ Lihat “Syarah Shohih Muslim”]

🔻 Pada hadits Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu (HR. Muslim 597-(146)); digenapkan menjadi seratus dengan ucapan:
لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ.

👉 Dalam hadits Ka’ab bin ‘Ujroh rodhiyallahu ‘anhu disebutkan secara “marfu’” (disandarkan kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam):
“Bertasbih" 33 kali,
"Bertahmid 33 kali, dan
"Bertakbir 34 kali.” . [ HR. Muslim no.596-(144)]

3⃣- Mengucapkannya: “Sebelas kali - sebelas kali - sebelas kali hingga berjumlah tiga puluh tiga.” 📎[ HR. Muslim no.595-(142) secara marfu’ , dari shahabat Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu ]

〰〰〰
✅ Kesimpulannya:
A-Imam An-Nawawi rohimahullah menjelaskan:
“Semua itu merupakan tambahan dari orang-orang tsiqoh (terpercaya) yang wajib diterima.”.
📋 [ Lihat “Syarah Shohih Muslim” (5/94) ]

👉 Sehingga kita bisa mengamalkan seluruhnya, atau secara bergantian.
Wallahu A'lamu bisshowab (AH)

#Dzikir #Keutamaan #Tasbih #Tahmid #Takbir
〰〰➰〰〰
🔰  YOOK NGAJI YANG ILMIAH
🔻(Memfasilitasi Kajian Islam secara Ilmiah)
🌐🔻 Blog: https://Yookngaji.blogspot.com
🚀🌐🔻 Gabung Saluran Telegram: https://t.me/yookngaji

MENELADANI NABI DALAM BER-IDUL FITRI

.:
```🚇 MENELADANI NABI DALAM BER-IDUL FITRI```

*1️⃣ Berhias ketika Id (untuk laki-laki)*

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma,

كان ﷺ يلبسُ يومَ العيدِ بردةً حمراءَ

"Dahulu, Rasulullah ﷺ pada hari Id mengenakan burdah (mantel) berwarna merah".
["Sanadnya bagus." kata Syaikh Al Albani]
📚 Silsilah As Shahihah no 1279

*2️⃣ Mandi di hari Id sebelum keluar*

Nafi' (seorang tabi'in) mengatakan,

أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ رضي الله عنه كَانَ يَغْتَسِلُ يَوْمَ الْفِطْرِ قَبْلَ أَنْ يَغْدُوَ إِلَى الْمُصَلَّى

"Bahwasanya Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma dahulu biasa mandi pada hari Idul Fitri sebelum berangkat ke tanah lapang".
[Dishahihkan Syaikh Al Albani dalam Al Irwa]
📚 Muwatha' Imam Malik no. 384

*3️⃣ Makan kurma dengan jumlah ganjil*

Anas bin Malik رضي الله عنه mengatakan,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ َلا يَغْدُو يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَأْكُلَ تَمَرَاتٍ. ويأكلهن وِترا

"Dahulu, Rasulullah ﷺ tidak berangkat pada Idul Fitri hingga makan beberapa kurma, beliau makan dengan jumlah ganjil".
📚 HR. Al Bukhari no. 953

*4️⃣ Berjalan ke tanah lapang*

Ibnu Umar mengatakan,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَخْرُجُ إِلَى الْعِيدِ مَاشِيًا، وَيَرْجِعُ مَاشِيًا

"Dahulu, Rasulullah ﷺ berangkat salat Id dengan berjalan dan pulang dengan berjalan".
[Dihasankan Syaikh Al Albani]
📚 Shahih Ibni Majah no. 1078

*5️⃣ Jalan berangkat berbeda dengan jalan pulang*

Jabir bin Abdillah mengatakan,

كَانَ النَّبِيُّ  ﷺ إِذَا كَانَ يَوْمُ عِيدٍ خَالَفَ الطَّرِيق

"Dahulu, Nabi ﷺ pada hari Id, jalannya berbeda".
📚 HR. Al Bukhari no 986

*6️⃣ Bertakbir mulai keluar rumah, sampai salat Id ditegakkan*

Az Zuhri (seorang tabi'in) mengatakan,

أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ كَانَ يُخْرِجُ يَوْمَ الفِطَرِ فَيَكْبُرُ حَتَّى يَأْتِي المُصَلَّى، وَحَتَّى يَقْضِي الصَّلَاةَ، فَإِذَا قَضَى الصَّلَاةَ قَطْعُ التَّكْبِيرِ

"Bahwa Rasulullah ﷺ dahulu keluar pada Idul Fitri, lalu bertakbir hingga tanah lapang dan sampai selesai salat. Saat selesai salat, beliau tidak bertakbir".
["Sanadnya shahih secara mursal, dan memiliki syahid  bersambung yang menguatkannya." ~ Syaikh Al Albani]
📚 Silsilah As Shahihah no 171

*7️⃣ Salat Id di mushalla, yakni tanah lapang*

Ibnu Umar mengatakan,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ كَانَ يَغْدُو إِلَى الْمُصَلَّى فِي يَوْمِ الْعِيدِ، وَالْعَنَزَةُ تُحْمَلُ بَيْنَ يَدَيْهِ، فَإِذَا بَلَغَ الْمُصَلَّى نُصِبَتْ بَيْنَ يَدَيْهِ، فَيُصَلِّي إِلَيْهَا، وَذَلِكَ أَنَّ الْمُصَلَّى كَانَ فَضَاءً لَيْسَ فِيهِ شَيْءٌ يُسْتَتَرُ بِه

"Bahwa Rasulullah ﷺ dahulu biasa berangkat ke mushalla pada hari Id. Sebilah tombak kecil dibawa di depan beliau. Saat sampai mushalla, tombak itu ditancapkan di depannya kemudian salat menghadapnya. Hal itu karena mushalla berupa tanah lapang, tidak ada yang dipakai sebagai sutrah".
[Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani]
📚 Shahih Ibni Majah no. 1084

Asy Syaikh Al Albani mengatakan, *"Salat Id di mushalla tanah lapang, itulah ajaran Nabi. Beliau ﷺ lebih memilihnya daripada salat di Masjid beliau."*

*8️⃣ Mendengar Khutbah, hukumnya sunnah*

Abdullah bin Saib mengatakan,

حَضٓرَتْ العِيدَ مَعَ رَسُولِ اللهِ ﷺ فَصَلَّى بِنَا العِيدُ ثُمَّ قَالَ قَدْ قَضَيْنَا الصَّلَاةَ فَمِنْ أُحِبُّ أَنْ يَجْلِسَ لِلخُطْبَةِ فَلِيَجْلِسْ وَمِنْ أُحِبُّ أَنْ يَذْهَبَ فَلِيَذْهَبْ

"Saya menghadiri salat Id bersama Rasulullah ﷺ . Beliau salat Id mengimami kami. Kemudian beliau mengatakan, 'Kita telah selesai salat. Maka, siapa ingin duduk mendengar khutbah, silakan duduk. Siapa yang ingin pergi, silakan pergi.'"
[Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani]
📚 Shahihul Jami' no. 4376

*9️⃣ Mengucapkan selamat*

Jubair bin Nufair mengatakan,

كَانَ أَصْحَابُ النَّبِيِّ ﷺ إِذَا اِلْتَقَوْا يَوْمَ العِيدِ يَقُولَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضِ: تُقُبِّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكَ

"Dulu, para sahabat Nabi ﷺ jika bertemu pada hari Id yang satu mengatakan kepada yang lain, 'taqabballallahu minna wa minka' (Semoga Allah menerima amalan kami dan engkau)".
[Sanadnya dishahihkan Syaikh Al Albani]
📚 Tamamul Minnah hlm. 354

@tashfiyah

Rabu, 21 Juni 2017

HUKUM RINGKAS TERKAIT ZAKAT FITRAH


💰🌾 HUKUM RINGKAS TERKAIT ZAKAT FITRAH

1️⃣ Apa hukum zakat fitrah?
🔹 Zakat fitrah wajib bagi setiap muslim, muda atau tua, laki-laki atau perempuan, merdeka atau budak.
📚(Majmu' Fatawa Ibni Baz 14/197)

2️⃣ Zakat fitrah berupa apa? Berapa?
🔹 Dikeluarkan zakat berupa satu sha' makanan, kurma, gandum, kismis, atau susu kering, termasuk di sini — menurut pendapat ulama yang terkuat — semua makanan pokok di suatu negeri, seperti beras, jagung, jewawut (sejenis serealia yang digunakan sebagai makanan pokok), atau yang semisalnya.
📚 (Majmu Fatawa Ibni Baz 14/32)

🔹 Kadar satu sha' dengan satuan kilogram adalah sekitar tiga kilo.
📚 (Majmu' Fatawa Ibni Baz 14/203)

3️⃣ Kapan dikeluarkan?
🔹 Dikeluarkan pada hari ke-28, 29, dan ke-30, juga pada malam sebelum Id serta pagi sebelum salat Id.
📚 (Majmu Fatawa Ibni Baz 14/32-33)

4️⃣ Siapakah yang berhak menerima zakat fitrah?
🔹 Yang berhak hanya satu golongan, yakni orang-orang miskin.
📚 (Majmu' Fatawa Ibni Utsaimin 18/259)

5️⃣ Bolehkah membayarkan zakat fitrah berupa uang yang senilai?
🔹Tidak boleh membayarkan berupa uang senilai, menurut mayoritas para ulama. Karena, itu menyelisihi apa yang disampaikan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabat radhiyallahu 'anhum.
📚 (Majmu' Fatawa Ibni Baz 14/32)
🔹 Membayar berupa uang tidak sah, karena zakat fitrah itu diwajibkan berupa makanan.
📚 (Majmu' Fatawa Ibni Utsaimin 18/265)

6️⃣ Zakat fitrah untuk janin apa hukumnya?
🔹 Zakat fitrah tidak dibayarkan secara wajib bagi janin yang masih di perut. Hanya dibayarkan secara sunah.
📚 (Majmu' Fatawa Ibni Utsaimin 18/263)

7️⃣ Kalau zakat fitrah diberikan kepada para pekerja non muslim, bagaimana?
🔹 Zakat fitrah tidak boleh diberikan kecuali bagi orang miskin dari kaum muslimin saja.
📚 (Majmu' Fatawa Ibni Utsaimin 18/285)

8️⃣ Apa hukum orang yang diberi zakat fitrah menjual zakatnya?
🔹 Jika orang yang mengambil zakat fitrah itu adalah orang yang berhak, boleh dia menjual setelah menerimanya.
📚 (Majmu' Fatawa Lajnah Daimah 9/380)

•┈┈•◈◉✹❒📚❒✹◉◈•┈┈•
Tag: #zakatfitrah #ramadhan #IbnuUtsaimin #IbnuBaz baz #fatwa

🌎 Kunjungi website kami tashfiyah.com dan telegram.tashfiyah.com

📱 Mari bergabung di
Channel Resmi Majalah Tashfiyah
bit.ly/tashfiyah

📲 BAGIKAN ARTIKEL INI,
"Siapa yg menunjukkan pada kebaikan, dia mendapat pahala spt pelakunya." [H.R. Muslim]

NASEHAT MENDEKATI PERPISAHAN DENGAN RAMADHAN, SANGAT MENYENTUH DAN MENGHARUKAN

NASEHAT MENDEKATI PERPISAHAN DENGAN RAMADHAN, SANGAT MENYENTUH DAN MENGHARUKAN*
:: http://bit.ly/alistifadah ::
➪ http://walis-net.blogspot.com/2016/07/nasehat-mendekati-perpisahan-dengan.html

🕋 _Asy Syaikh Al 'Allamah Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah_

📢❕ "Wahai kaum mukminin, ini bulan (Ramadhan) telah berakhir, atau hampir berakhir. Hendaknya kita mengintrospeksi diri-diri kita, apa yang telah kita perbuat untuk diri-diri kita pada bulan yang agung ini.

🅾 Barangsiapa berbuat kebajikan maka pujilah Allah, dan sempurnakanlah dengan kebaikan.

💥 Dan barangsiapa menyia-nyiakan amalan maka lekaslah bertaubat, karena sesungguhnya Allah menerima taubat dari hamba-hambaNya dan memaafkan kesalahan-kesalahan, dan janganlah berputus asa dari rahmat Allah, karena tidaklah berputus asa dari rahmat Allah kecuali kaum yang kafir.

⛽ Barangsiapa berbuat kebajikan maupun yang kurang beramal maka tutuplah dengan amal kebaikan, karena sesungguhnya amalan itu tergantung akhirnya.

⚠ Kemudian, khawatir dan takutlah jika amalan kalian tidak diterima oleh Allah, karena Allah Jalla wa 'Ala berfirman :

📖 اِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللّٰهُ مِنَ الْمُتَّقِيْنَ

_"Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang yang bertakwa"_
[QS. Al-Ma'idah: Ayat 27]

🗯 Fikirkanlah akan diri-diri kalian, dan niatan-niatan kalian serta tujuan-tujuan kalian.

❌ Janganlah salah seorang kalian 'ujub ( merasa bangga diri) dengan amalannya atau menyangka bahwa dia telah melakukan apa-apa yang diwajibkan atasnya, mengira bahwa dia telah menunaikan hak Allah atas dirinya, bahkan hendaknya dia beranggapan bahwa dirinya kurang dalam beramal, dan menganggap bahwa dirinya menunda-nunda amalan, lalu taklukkanlah hatinya di hadapan Rabbnya 'Azza wa Jalla.

💧 Dahulu sebagian salaf mengatakan :
_"Jikalau sekiranya aku mengetahui bahwa Allah menerima dariku seberat biji sawi amalanku niscaya aku pasti mengharapkan kematian"_

🌑💢 Itu dikarenakan besarnya rasa takut mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala"

__________
💻 Link audio || https://goo.gl/yupWqy

*
🗃 Arsip WALIS » http://walis-net.blogspot.com/2016/07/nasehat-mendekati-perpisahan-dengan.html
🗳 Kritik dan saran » http://goo.gl/d0M01P
🕰 Faedah Lain » http://walis.salafymedia.com/

-------------------------
هاهو الشهر قد انتهى أو كاد أن ينتهي
@ahl_sunna

كلمة مؤثرة للشيخ العلامة :
صالح بن فوزان الفوزان حفظه الله .

َ 🔊صَـوتِيّاتِ أَهْلِ السُنّة  🔊

  [https://goo.gl/pJXlLk]

                أُنشُر تُؤجَر

👆
بكاء العلامة صالح الفوزان حفظه الله عند فراق رمضان !!!

•••••••
🖲 Majmu'ah AL ISTIFADAH
🌍 http://bit.ly/tentangwalis
🛰 Telegram http://bit.ly/alistifadah JOIN
📲 مجموعة الاستفادة
📆 Arsip.. Jum'at, 26 Ramadhan 1437 H // 01 Juli  2016 M

•┈┈┈┈•✿❁✿••✿❁✿•┈┈┈┈•
       🍃Turut menyebarkan:
Whatsapp: 🌹syarhus sunnah lin nisaa`
Channel Telegram:
http://bit.ly/syarhussunnahlinnisa
Website:
http://catatanmms.wordpress.com

•┈┈┈┈•✿❁✿••✿❁✿•┈┈┈┈•

Kamis, 15 Juni 2017

Sepuluh Golongan Orang Berkaitan dengan Puasa Bulan Ramadhan (7 - 10)


┏━ ❁✿❁ ━━━━━━━━━━━━━━┓
       SEPULUH GOLONGAN
ORANG BERKAITAN DENGAN
  PUASA BULAN RAMADHAN
┗━━━━━━━━━━━━━━ ❁✿❁ ━┛

✍🏼 Al-Imam Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin رحمه الله

6️⃣ ORANG MUSAFIR

Jika seseorang melakukan safar dengan maksud agar  tidak melaksanakan puasa (di bulan Ramadhan), maka haram baginya untuk tidak berpuasa disafarnya, dia bahkan tetap wajib berpuasa disafarnya.

Apabila safarnya tersebut bukan untuk mencari alasan agar tidak berpuasa, maka dia boleh memilih untuk  berpuasa atau tidak berpuasa disafar, baik safar yang dia lakukan itu adalah safar yang panjang waktunya maupun yang singkat, baik safarnya itu safar yang tiba-tiba karena ada sesuatu ataukah safar yang berlangsung terus menerus, seperti safarnya pilot dan safarnya sopir mobil (misalkan mobil antar propinsi, pen.).

Hal ini berdasarkan firman Allah:

وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ. [البقرة: 185].

Artinya: "Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu." (QS. Al-Baqarah : 185)

Dalam Shahihain, dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu beliau berkata:

كُنّا نُسَافر مع النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يَعِب الصائمُ على المُفطِر ولا المفْطِرُ على الصائمِ.

Artinya: "Kami bersafar bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka orang yang berpuasa tidak mencela orang yang tidak berpuasa, demikian pula sebaliknya orang yang tidak berpuasa tidak mencela orang yang berpuasa."

Dalam Shahih Muslim Dari Abu Sa’id Al-Khudhry radhiyallahu ‘anhu beliau berkata:

يَرْونَ أنَّ مَنْ وجَدَ قُوَّة فصَام فإنَّ ذلك حَسَنٌ، ويرونَ أنَّ منْ وجَدَ ضعْفاً فأفْطرَ فإنَّ ذلك حَسَنٌ.

Artinya: "Mereka memandang, siapa yang mendapati dirinya kuat sehingga dia berpuasa, itu adalah baik. Dan mereka memandang, siapa yang mendapati dirinya lemah sehingga dia tidak berpuasa, itu juga baik."

Dalam shahih Muslim dari Hamzah bin ‘Amr Al-Aslamy beliau bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaih wasallam:

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَجِدُ بِى قُوَّةً عَلَى الصِّيَامِ فِى السَّفَرِ فَهَلْ عَلَىَّ جُنَاحٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « هِىَ رُخْصَةٌ مِنَ اللَّهِ فَمَنْ أَخَذَ بِهَا فَحَسَنٌ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَصُومَ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ ».

Artinya "Ya Rasulullah, sesungguhnya aku mendapati diriku kuat untuk berpuasa di dalam safar, apakah aku berdosa (jika tetap berpuasa)? Beliau menjawab: "Itu merupakan keringanan dari Allah. Maka barangsiapa yang mengambil keringanan itu, maka baik, dan siapa yang suka untuk tetap berpuasa, maka tiada dosa atasnya."

Apabila sopir mobil (misalkan mobil antar propinsi, pen.) merasa berat untuk berpuasa di bulan Ramadhan di dalam safar disebabkan karena cuaca panas misalnya, maka dia boleh menunda puasanya sampai waktu  dimana cuaca dingin dan mudah baginya untuk berpuasa.

Lebih utama bagi musafir untuk mengambil yang paling mudah baginya antara berpuasa atau tidak berpuasa di dalam safar.

Apabila keadaannya sama saja, maka berpuasa adalah lebih utama baginya, sebab yang  demikian itu lebih mempercepat terlepasnya tanggungannya, dan lebih semangat baginya jika dia melaksanakannya bersama orang banyak. Dan karena itu juga merupakan perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Berkata Abu Darda radhiyallahu ‘anhu:

خَرَجنا مع النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ في رمضانَ في حرٍّ شديدٍ، حتى إنْ كان أحَدُنا ليضع يَدَه على رأسِهِ من شدةِ الحرِّ، وما فينا صائمٌ إلاَّ رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وعبدُالله بنُ رواحة.

Artinya: "Kami pernah keluar bersama Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam di bulan Ramadhan diwaktu cuaca sangat panas sampai-sampai diantara kami ada orang yang meletakkan tangan di atas kepalanya karena sangat panasnya matahari, dan tidak ada diantara kami yang berpuasa ketika itu selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abdullah bin Rawahah radhiyallahu ‘anhu." (HR.Muslim)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam pernah membatalkan puasanya karena demi menjaga para shahabat beliau, ketika sampai kepada beliau bahwa mereka kesulitan dalam berpuasa.

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu:

أنَّ النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خرج إلى مكةَ عامَ الفتحِ فصامَ حتى بَلَغ كُرَاعَ الْغميمَ، فصامَ الناسُ معه فقيل له: إنَّ الناسَ قد شقَّ عليهم الصيامُ، وإنَّهم ينظُرونَ فيما فَعْلت، فَدعَا بقَدَحٍ مِن ماءٍ بعد العصر فشَربَ والناسُ ينظرون إليه. (رواه مسلم).

Artinya: ”Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasalam berangkat ke Makkah pada tahun fathu Makkah, beliau berpuasa sampai di Kura’ul Ghamim, orang-orang juga berpuasa bersama beliau. Lalu dikatakan kepada beliau: Sesungguhnya orang-orang kesulitan dalam berpuasa, dan mereka menanti apa yang akan engkau lakukan. Maka beliaupun meminta tempat air setelah shalat ashar lalu beliaupun minum dalam keadaan orang-orang melihat beliau." (HR.Muslim)

Dalam hadits Abu Sa’id Al-Khudhry radhiyallahu ‘anhu;

أنَّ النبيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أتَى على نهرٍ من السَّماءِ والناسُ صيامٌ في يوم صائفٍ مُشاةً، ورسولُ الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ على بغلةٍ له، فقال: «أشْربُوا أيها الناسُ» فأبَوْا، فقال: «إنِّي لسْتُ مثلكُمْ، إنِّي أيْسرُكمْ، إني راكب»، فأبَوْا، فَثَنَى رسولُ الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فخِذَه فنزلَ فشرب وشربَ الناسُ، وما كانَ يُرِيدُ أن يشربَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ». (رواه أحمد).

Artinya: ”Bahwasaya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mendatangi sungai dari hujan dalam keadaan orang-orang sedang berpuasa pada hari yang sangat panas menyengat, beliau sementara diatas begal beliau, beliau berkata: “Minumlah kalian wahai manusia”. Akan tetapi mereka enggan untuk minum. Beliaupun berkata: “Sesungguhnya aku tidaklah seperti kalian, aku adalah orang yang paling mudah (perjalanannya) diantara kalian, aku berkendaraan”. Namun mereka tetap enggan untuk minum. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallampun menegakkan pahanya lalu turun dari kendaraannya dan beliaupun minum, maka manusiapun ikut minum, padahal beliau shallallahu ‘alaihi wasallam sebenarnya tidak ingin minum." (HR. Ahmad. Sanadnya jayyid sebagaimana dikatakan dalam Al-Fathur Rabbany, dan dishahihkan sanadnya oleh Al-Arna-auth dalam Musnad Ahmad bin Hanbal)

Apabila seorang musafir merasa berat untuk berpuasa, maka hendaklah dia berbuka puasa dan jangan dia berpuasa disafarnya.

Dalam hadits Jabir yang telah lewat, bahwaanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika beliau membatalkan puasanya disaat puasa itu berat bagi orang-orang, disampaikan kepada beliau bahwa ada sebagian orang yang tetap berpuasa. Maka bealiaupun mengatakan:

أولَئِك العُصاةُ، أولئك العصاة.(رواه مسلم).

Artinya: “Mereka ini adalah orang-orang yang bermaksiat , Mereka ini adalah orang-orang yang bermaksiat." (HR. Muslim)

Juga dalam Shahihain dari Jabir radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah disuatu safar, beliau melihat ada kerumunan orang sementara ada seseorang yang dinaungi. Beliaupun bertanya:

«ما هذا؟» قالوا: صائمٌ، فقال: «ليس من البرِّ الصيامُ في السفر.

Artinya: ”Ada apa ini ? Mereka menjawab: Orang yang berpuasa. Maka beliaupun bersabda: Tidak termasuk kebaikan, berpuasa disafar."

Apabila seorang yang berpuasa melakukan safar ditengah hari ramadhan dan dia merasa berat untuk menyempurnakan puasanya, boleh baginya untuk membatalkan puasanya  setelah dia keluar dari negerinya. Sebab Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau berpuasa dan orang-orang juga berpuasa bersama beliau sampai di Kura'ul Ghamim, ketika beliau mendengar bahwa ada orang yang berat bagi mereka puasa, beliaupun membatalkan puasanya, sehingga orang-orangpun membatalkan puasa mereka juga.

Kira’ul Ghamim adalah gunung hitam yang ada di penghujung daerah Al-Harrah, gunung tersebut terbentang sampai ke suatu lembah yang disebut dengan lembah Al-Ghamim, berada diantara Ghusfan dan Marrizh Zhahran.

Apabila seorang musafir telah sampai di negerinya disiang hari ramadhan dalam keadaan tidak berpuasa, maka puasanya dihari tersebut tidaklah sah, sebab dia tidak berpuasa semenjak awal hari, sedangkan puasa itu tidaklah sah kecali jika dimulai semenjak terbitnya fajar.

Apakah dia mesti menahan (makan dan minum dan hal-hal yang membatalkan pusa untuk sisa harinya?

Dalam permasalahan ini para ulama berselisih.

Sebagian mereka berpendapat bahwa; ia wajib menahan diri untuk sisa hari tersebut sebagai penghormatan kepada waktu (bulan Ramadhan), dan dia juga wajib mengqadhanya, sebab pusanya dihari tersebut tidak sah. Ini adalah pendapat yang masyhur dari madzhab  Al-Imam Ahmad rahimahullah.

Sebagian yang lain dari ulama berpendapat: bahwa tiadak wajib baginya menahan diri untuk sisa hari tersebut, sebab dia tidak dapat mengambil manfaat dari menahannya tersebut, sebab dia tetap mesti mengqadhanya. Adapun berkatan dengan kehormatan waktu, maka yang demikian itu sudah hilang darinya dengan berbukannya dia diawal hari tersebut secara lahir dan bathin.

Berkata Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu: ”Barangsiapa yang telah makan diawal hari, maka hendaklah dia makan diakhirnya."

Maksudnya adalah, siapa yang telah halal baginya makan diawal hari karena suatu udzur, maka halal baginya makan diakhirnya. Dan ini adalah madzhab Al-Imam Malik dan Al-Imam Asy-Syafi’iy,dan suatu riwayat dari Al-Imam ahmad.

Akan tetapi hendaklah dia tidak makan dan minum secara terang-terangan, karena sebab tidak puasanya dia tidak nampak, jangan sampai orang berprasangka jelek terhadapnya, atau bisa jadi ada orang yang akan mengkutinya.

BERSAMBUNG Insya Allah...

┈┈•┈┈•⊰✿📚✿⊱•┈┈•┈┈•

Tag: #10golongan

📚 Sumber :Kitab Majaalis Syahri Ramadhaan, dari Al-Maktabah Asy-Syaamilah ver. Android dengan sedikit/beberapa perubahan.

✍🏼 Alih Bahasa : Al-Ustadz Muhammad Tasyrif Asbi Al-Buthony As-Salafy حفظه الله

➖➖➖
📚 WhatsApp Salafy Kendari
💻 Website Resmi || http://ahlussunnahkendari.com
📮 Channel Telegram || https://telegram.me/salafykendari

┏━ ❁✿❁ ━━━━━━━━━━━━━━┓
       SEPULUH GOLONGAN
ORANG BERKAITAN DENGAN
  PUASA BULAN RAMADHAN
┗━━━━━━━━━━━━━━ ❁✿❁ ━┛

✍🏼 Al-Imam Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin رحمه الله

7️⃣ ORANG SAKIT YANG DIHARAPKAN AKAN SEMBUH DARI SAKITNYA

Orang sakit yang diharapkan akan sembuh dari sakitnya ada tiga macam:

1). Puasa tidak berat baginya dan tidak pula membahayakan dirinya.

Orang sakit yang seperti ini tetap wajib atasnya berpuasa, sebab tidak ada baginya udzur yang membolehkan dia untuk tidak berpuasa.

2). Puasa berat baginya namun tidak membahayakan dirinya.

Orang sakit yang seperti ini boleh baginya untuk tidak berpuasa, berdasarkan firman Allah:

وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ. [البقرة: ١٨٥]

Artinya: ”Dan barangsiapa yang sakit atau sedang didalam safar, maka hendaklah dia mengganti puasanya dihari-hari yang lain (diluar bulan Ramadhan)." (QS.Al-Baqarah: 185)

Dimakruhkan baginya berpuasa jika dia merasa berat, sebab hal tersebut keluar dari keringan yang Allah berikan dan menyiksa diri.

Dalam hadits disebutkan:

«إن الله يُحب أن تُؤتى رُخَصُه كما يكرهُ أن تؤتى معْصِيتُه». رواه أحمد وابنُ حبان وابنُ خُزَيمة في صحيحيهما (١).

Artinya: ”Sesungguhnya Allah senang jika diambil keringanan-keringanan-Nya, sebagaimana Dia benci jika kemaksiatan dilakukan." (HR. Ahmad, Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah)

3). Jika puasa itu membahayakan dirinya, maka dia wajib tidak berpuasa, dan tidak boleh baginya berpuasa.

Sebab Allah berfirman:

وَلاَ تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيماً. [النساء: ٢٩]،

Artinya: ”Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." (QS.An-Nisa:29)

Dan Allah berfirman:

وَلاَ تُلْقُواْ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ. [البقرة: ١٩٥]،

Artinya: ”Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan." (Al-Baqarah:195)

Dan berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

«إنَّ لِنفْسكَ عليْك حقَّاً». رواه البخاري.

Artinya: ”Sesungguhnya untuk dirimu ada hak yang mesti engkau penuhi." (HR. Bukhary)

Diantara hak diri adalah engkau tidak boleh membahayakannya bersamaan dengan adanya keringanan dari Allah subhanah.

Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda;

«لا ضَررَ ولا ضرارِ»،

Artinya: "Tidak boleh membahayakan (orang lain), dan tidak boleh dibahayakan oleh orang lain." (HR. Ibnu Majah dan aal-Hakim. Berkata An-Nawawy rahimahullah bahwa hadits ini memiliki banyak jalan yang saling menguatkan satu dengan yang lain)

Apabila seseorang sakit ditengah bulan Ramadhan dalam keadaan dia sedang berpuasa dan dia merasa berat untuk menyempurnakan puasanya, boleh baginya membatalkan puasanya karena adanya sesuatu yang membolehkan dia berbuka puasa.

Jika dia sembuh di siang hari Ramadhan dalam keadaan dia tidak berpuasa, maka tidak sah baginya untuk berpuasa hari tersebut, sebab dia sudah tidak berpuasa semenjak awal hari. Sedangkan puasa wajib tidaklah sah kecuali jika dimulai semenjak terbenamnya matahari.

Apakah dia wajib menahan diri untuk sisa harinya?

Dalam hal ini terdapat khilaf diantara para ulama, dan telah lewat penyebutannya pada pembahasan musafir yang baru tiba dari safarnya.

Apabila diketahui oleh kedokteran bahwasanya dengan berpuasa akan mengambuhkan penyakit tersebut, atau akan lama sembuhnya, boleh baginya untuk tidak berpuasa demi menjaga kesehatannya dan mencegahnya dari penyakit. Dan jika penyakitnya itu diharapkan akan sembuh, hendaklah dia menunggu sampai hilang penyakitnya lalu dia mengqadha puasa.

Sebaliknya, jika penyakitnya tidak lagi diharapkan kesembuhannya, maka hukumnya sama dengan hukum golongan yang kelima, yakni dia hendaknya berbuka, dan hendaknya dia memberi makan fakir miskin untuk setiap hari yang tidak dia puasakan.

BERSAMBUNG Insya Allah...

┈┈•┈┈•⊰✿📚✿⊱•┈┈•┈┈•

Tag: #10golongan

📚 Sumber : Kitab Majaalis Syahri Ramadhaan, dari Al-Maktabah Asy-Syaamilah ver. Android dengan sedikit/beberapa perubahan.

✍🏼 Alih Bahasa : Al-Ustadz Muhammad Tasyrif Asbi Al-Buthony As-Salafy حفظه الله

➖➖➖
📚 WhatsApp Salafy Kendari

┏━ ❁✿❁ ━━━━━━━━━━━━━━┓
       SEPULUH GOLONGAN
ORANG BERKAITAN DENGAN
  PUASA BULAN RAMADHAN
┗━━━━━━━━━━━━━━ ❁✿❁ ━┛

✍🏼 Al-Imam Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin رحمه الله

8️⃣ WANITA HAID DAN NIFAS

Wanita haidh diharamkan baginya berpuasa, dan tidak sah puasa darinya.

Berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang wanita:

« مَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِينٍ أَذْهَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ الْحَازِمِ مِنْ إِحْدَاكُنَّ قُلْنَ وَمَا نُقْصَانُ دِينِنَا وَعَقْلِنَا يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ أَلَيْسَ شَهَادَةُ الْمَرْأَةِ مِثْلَ نِصْفِ شَهَادَةِ الرَّجُلِ قُلْنَ بَلَى قَالَ فَذَلِكَ مِنْ نُقْصَانِ عَقْلِهَا أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ قُلْنَ بَلَى قَالَ فَذَلِكَ مِنْ نُقْصَانِ دِينِهَا. »، متفق عليه.

Artinya: "Tidaklah aku melihat orang yang kurang akal dan agama namun dapat menghilangkan kecerdasan seorang lelaki dibandingkan salah seorang diantara kalian”. Mereka (para wanita) bertanya: Apa kekurangan agama dan akal kami ya Rasulullah? Jawab beliau: ”Bukankah persaksian seorang wanita sebanding dengan persaksian setengah orang laki-laki? Kata mereka: benar. Kata beliau: “Itulah diantara kurangnya akal mereka”. Beliau bertanya lagi: “Bukankah wanita jika haidh dia tidak shalat dan tidak puasa?” Jawab mereka: ya. Kata beliau: ”Itulah diantara kurangnya agamanya." (Muttafaq ‘alaih)

Haidh adalah darah yang biasa didapati oleh wanita pada hari-hari yang telah diketahui.

Apabila wanita melihat darah tersebut dalam keadaan dia sedang berpuasa, walaupun hanya sesaat sebelum terbenamnya matahari, maka batal puasanya dihari tersebut. Dan dia mesti mengqadhanya (di hari yang lain diluar bulan ramadhan), kecuali jika puasanya itu adalah puasa sunnah, maka mengqadhanya juga sunnah hukumnya dan tidak wajib.

Apabila wanita haidh suci dari haidhnya ditengah hari bulan Ramadhan, maka tidak sah puasanya untuk sisa hari itu, sebab sejak awal harinya telah ada yang mencegah sahnya puasa pada dirinya.

Apakah dia mesti menahan diri (dari makan dan minum) untuk sisa hari tersebut?

Dalam hal ini terdapat khilaf diantara para ulama, dan telah lewat  penyebutannya pada pembahasan tentang orang musafir yang kembali kenegerinya dalam keadaan dia tidak berpuasa.

Apabila wanita haidh telah suci dari haidhnya dimalam bulan ramadhan sekalipun beberapa saat sebelum terbit sebelum fajar, maka wajib atasnya berpuasa, sebab dia termasuk orang yang wajib berpuasa ketika itu, dan tidak ada sesuatu yang menghalanginya untuk berpuasa, maka dia wajib untuk berpuasa.

Dan puasanya dihari tersebut dianggap sah sekalipun dia belum mandi bersih kecuali setelah terbitnya fajar, sama halnya dengan orang yang junub apabila dia berpuasa dalam keadaan dia belum mandi janabah kecuali setelah terbit fajar, maka puasanya tetap sah.

Berdasarkan hadits ‘Aisyah radhiyallahu anha:

«كان النبيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يصبحُ جُنُباً من جماعٍ غير احتلامٍ ثم يصومُ في رَمضانَ»، متفق عليه.

Artinya: "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasanya berada di waktu shubuh dalam keadaan junub karena jimak, bukan karena mimpi, kemudian beliau berpuasa di bulan Ramadhan." (Muttafaq ‘alaih)

Wanita nifas sama dengan wanita haidh pada semua (pembahasan) yang telah lewat.

Wajib bagi wanita haidh atau nifas mengqadha puasanya sesuai jumlah hari yang tidak dia puasakan.

Ini berdasarkan firman Allah:

فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ . [البقرة: 184].

Artinya: "… maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain." (QS.Al-Baqarah:184)

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah ditanya:

ما بالُ الحائضِ تقضي الصومَ ولا تقضي الصلاة؟ قالتْ: «كان يصيبُنَا ذلك فنؤمرُ بقضاء الصومِ ولا نؤمرُ بقضاء الصلاة»، رواه مسلم ).

Artinya: "Ada apa dengan wanita, mengapa mereka mengqadha puasa tetapi tidak mengqadha shalat?” Beliau menjawab:”Kami dahulu mendapatkan yang demikian, maka kami diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha shalat." (HR. Muslim)

BERSAMBUNG Insya Allah...

┈┈•┈┈•⊰✿📚✿⊱•┈┈•┈┈•

Tag: #10golongan

📚 Sumber : Kitab Majaalis Syahri Ramadhaan, dari Al-Maktabah Asy-Syaamilah ver. Android dengan sedikit/beberapa perubahan.

✍🏼 Alih Bahasa : Al-Ustadz Muhammad Tasyrif Asbi Al-Buthony As-Salafy حفظه الله

➖➖➖
📚 WhatsApp Salafy Kendari
💻 Website Resmi || http://ahlussunnahkendari.com
📮 Channel Telegram || https://telegram.me/salafykendari

┏━ ❁✿❁ ━━━━━━━━━━━━━━┓
       SEPULUH GOLONGAN
ORANG BERKAITAN DENGAN
  PUASA BULAN RAMADHAN
┗━━━━━━━━━━━━━━ ❁✿❁ ━┛

✍🏼 Al-Imam Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin رحمه الله

9️⃣ WANITA YANG SEDANG MENYUSUI ATAU HAMIL

Wanita yang sedang menyusui atau hamil yang khawatir terhadap dirinya atau terhadap anaknya jika dia berpuasa, maka hendaklah dia tidak berpuasa.

Dalilnya adalah hadits Anas bin Malik Al-Ka’by radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَضَعَ عَنِ الْمُسَافِرِ شَطْرَ الصَّلاَةِ ، وَعَنِ الْمُسَافِرِ وَالْحَامِلِ أَوِ الْمُرْضِعِ الصَّوْمَ ، أَوِ الصِّيَامَ ». (أخرجه الخمسة، وهذا لفظ ابن ماجة).

Artinya: ”Sesungguhnya Allah menggugurkan dari orang musafir separoh shalat, dan Allah menggugurkan dari orang musafir dan dari wanita hamil dan menyusui puasa." (HR. Lima perawi hadits, dan lafazh ini adalah riwayat Ibnu Majah)

Dan diwajibkan baginya mengqadha puasanya sesuai jumlah hari yang tidak dipuasakan ketika dia mendapat kemudahan untuk itu dan telah hilang rasa kekhawatiran tersebut darinya, sebagaimana orang sakit jika telah sembuh dari sakitnya.

BERSAMBUNG Insya Allah...

┈┈•┈┈•⊰✿📚✿⊱•┈┈•┈┈•

Tag: #10golongan

📚 Sumber : Kitab Majaalis Syahri Ramadhaan, dari Al-Maktabah Asy-Syaamilah ver. Android dengan sedikit/beberapa perubahan.

✍🏼 Alih Bahasa : Al-Ustadz Muhammad Tasyrif Asbi Al-Buthony As-Salafy حفظه الله

➖➖➖
📚 WhatsApp Salafy Kendari
💻 Website Resmi || http://ahlussunnahkendari.com
📮 Channel Telegram || https://telegram.me/salafykendari

┏━ ❁✿❁ ━━━━━━━━━━━━━━┓
       SEPULUH GOLONGAN
ORANG BERKAITAN DENGAN
  PUASA BULAN RAMADHAN
┗━━━━━━━━━━━━━━ ❁✿❁ ━┛

✍🏼 Al-Imam Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin رحمه الله

🔟 ORANG YANG BUTUH UNTUK MEMBATALKAN PUASA DEMI UNTUK MENCEGAH BAHAYA YANG SEDANG MENIMPA ORANG LAIN

Orang yang butuh untuk membatalkan puasa demi untuk mencegah bahaya yang sedang menimpa  orang lain, seperti menyelamatkan  seseorang dari tenggelam atau kebakaran, atau tertimpa reruntuhan atau semacamnya.

Jika dia tidak mungkin bisa menyelamatkannya kecuali dengan memperkuat dirinya dengan makan atau minum, maka boleh baginya membatalkan puasanya, bahkan wajib untuk dia membatalkan puasanya ketika itu, sebab menyelamatkan orang dari bahaya adalah wajib, dan apa saja yang tidak bisa sempurna sesuatu  kecuali dengannya, maka sesuatu itu menjadi wajib pula. Dan dia wajib mengqadha puasa yang telah dia batalkan tersebut.

Sebagai contoh lain adalah, orang yang butuh membatalkan puasa demi untuk memperkuat dirinya dalam berjihad fi sabilillah dalam melawan musuh, maka dia boleh membatalkan puasanya serta mengqadha yang telah dia batalkan, baik peperangannya itu di dalam safar ataukah hanya di kampungnya saja ketika musuh sedang menyerang, sebab padanya terdapat pembelaan terhadap kaum muslimin dan penegakkan terhadap kalimat Allah ‘azza wa jalla

Dalam shahih Muslim dari Abu Sa’id Al-Khudhry radhiyallahu ‘anhu beliau berkata:

سافَرْنا مع رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إلى مكةَ ونحنْ صيامٌ فنَزلْنا منْزلاً فقال رسولُ الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إنكم قد دَنَوْتم مِنْ عدوِّكم والْفِطرُ أقْوى لكم» فكانتْ رخصةً فمِنَّا مَنْ صامَ ومنا مَنْ أفْطر، ثم نزلنا منزلاً آخرَ فقال رسولُ الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إنكم مُصَبِّحو عدوِّكم والفطرُ أقوى لكم فأفْطرِوا وكانتْ عزمْةً فأفْطَرنا».

Artinya: ”Kami pernah bersafar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menuju Makkah dalam keadaan kami berpuasa, maka kami singgah di suatu persinggahan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: ”Sesungguhnya kalian sudah dekat dengan musuh, sedangkan membatalkan puasa itu lebih membikin kuat untuk kalian”. Ini adalah keringanan, sehingga diantara kami ada yang tetap melanjutkan puasanya dan diantara kami ada yang membatalkannya. Kemudian kami singgah lagi di suatu persinggahan yang lain, maka berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam : “Sesungguhnya kalian akan menyerang musuh di pagi hari, sedangkan tidak berpuasa itu lebih menguatkan kalian, maka batalkanlah puasa kalian”. Ini adalah kemestian, maka kamipun membatalkan puasa kami,"

Dalam hadits ini terdapat isyarat bahwa kekuatan di dalam berperang merupakan sebab (alasan) tersendiri selain dari alasan safar, sebab Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjadikan alasan untuk memerintahkan mereka membatalkan puasanya adalah demi mendapatkan kekuatan ketika melawan musuh, bukan alasan safar. Karena itu dipersinggahan yang pertama, beliau tidak menyuruh mereka untuk membatalkan puasa.

BERSAMBUNG Insya Allah...

┈┈•┈┈•⊰✿📚✿⊱•┈┈•┈┈•

Tag: #10golongan

📚 Sumber : Kitab Majaalis Syahri Ramadhaan, dari Al-Maktabah Asy-Syaamilah ver. Android dengan sedikit/beberapa perubahan.

✍🏼 Alih Bahasa : Al-Ustadz Muhammad Tasyrif Asbi Al-Buthony As-Salafy حفظه الله

➖➖➖
📚 WhatsApp Salafy Kendari
💻 Website Resmi || http://ahlussunnahkendari.com
📮 Channel Telegram || https://telegram.me/salafykendari

┏━ ❁✿❁ ━━━━━━━━━━━━━━┓
       SEPULUH GOLONGAN
ORANG BERKAITAN DENGAN
  PUASA BULAN RAMADHAN
┗━━━━━━━━━━━━━━ ❁✿❁ ━┛

✍🏼 Al-Imam Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin رحمه الله

[PENUTUP]

Semua orang yang diperbolehkan baginya untuk tidak berpuasa dengan suatu sebab (dari sebab-sebab) yang telah dikemukakan diatas, dia tidak boleh diingkari (ketika dia tidak berpuasa), jika penyebabnya nampak jelas, seperti sakit dan tua renta yang tidak bisa lagi berpuasa.

Adapun jika penyebab tidak puasanya seseorang tidak nampak, seperti haidh, atau orang yang akan menolong orang lain yang sedang ditimpa bahaya, maka hendaklah dia membatalkan puasanya secara sembunyi-sembunyi dan jangan dia nampakkan (kepada manusia), agar supaya dia tidak dituduh sembarangan, dan agar supaya orang yang tidak mengetahui keadaannya tidak akan terpedaya dengannya, sehingga dia menyangka bahwa tidak berpuasa tanpa udzur itu boleh saja.

Setiap orang yang dimestikan baginya mengqadha puasa  dari golongan-golongan yang telah lewat penjelasannya, wajib baginya mengqadha sesuai dengan jumlah hari yang tidak dia puasakan.

Berdasarkan firman Allah:

فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ.

Artinya: ”… maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain." (QS.Al-Baqarah:184)

Jika dia tidak berpuasa sebulan penuh, maka mesti bagi dia untuk (mengqadha) seluruh harinya. Sehingga jika bulan tersebut jumlah harinya 30 hari, dia wajib mengqadha sebanyak 30 hari, dan jika jika bulan tersebut jumlah harinya 29 hari, maka dia hanya wajib mengqadha sebanyak 29 hari saja.

Yang lebih utama adalah bersegera melaksanakan qadha puasa ketika telah hilang udzur, sebab yang demikian itu lebih  bersegera dalam kebaikan dan lebih cepat terlepasnya beban dari pundak.

Diperbolehkan menunda pelunasan qadha puasa sampai jarak antara Ramadhan itu dengan Ramadhan berikutnya sejumlah hari-hari yang wajib diqadha.

Berdasarkan firman Allah:

فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ.

Artinya: ”… maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.“ (QS.Al-Baqarah:184)

Dan termasuk kesempurnaan kemudahan adalah bolehnya menunda qadha puasa.

Jika puasa yang wajib diqadha jumlahnya 10 hari, boleh baginya untuk menunda qadha puasanya sampai antara Ramadhan itu dengan yang berikutnya tersisa waktu 10 hari saja.

Dan tidak boleh menunda qadha puasa sampai masuk Ramadhan berikutnya tanpa ‘udzur.

Dalilnya adalah ucapan Aisyah radhiyallahu ‘anha:

كَان يَكُونُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَ إِلاَّ فِي شَعْبَانَ. (رواه البخاري.)

Artinya: “Aku biasanya memiliki hutang puasa Ramadhan, dan aku tidak mampu untuk mengqadhanya kecuali  di bulan Sya’ban." (HR. Bukhary)

Dan juga bahwa apabila ditunda (qadhanya), maka akan menumpuk, dan bisa jadi dia tidak bisa mengqadhanya sampai dia mati. Dan karena puasa itu adalah ibadah yang berulang-ulang, maka tidak boleh yang pertama ditunda sampai pada waktu yang kedua, seperti shalat misalnya.

Apabila udzur yang ada pada dirinya berlangsung terus sampai dia meninggal dunia, maka tidak ada kewajiban sesuatupun atasnya, karena Allah telah mewajibkan atasnya untuk mengqadha dihari-hari yang lain (diluar bulan Ramadhan), sedangkan dia tidak memungkinkan untuk mengqadha, maka gugurlah kewajiban itu darinya, sebagaimana  orang yang  mati sebelum bulan Ramadhan, dia tidak wajib berpuasa untuk bulan tersebut.

Jika dia memungkinkan untuk mengqadha, akan tetapi ada kelalaian darinya sehingga dia meninggal dunia dia tidak sempat mengqadha, maka walinya yang berpuasa atas namanya untuk seluruh hari yang memungkinkan dia unuk mengqadhanya tersebut.

Dalilnya adalah, hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam:

مَنْ ماتَ وعليه صيامٌ صامَ عنه وليُّه. (متفق عليه).

Artinya: ”Siapa yang meninggal dunia dalam keadaan dia memiliki hutang puasa, maka walinya yang menggantikan puasa atas namanya." (Muttafaq ‘alaih)

Wali yang dimaksud adalah ahli waris atau kerabatnya.

Dibolehkan (dalam mengqadha puasa  orang yang telah meninggal tersebut) sejumlah orang sekaligus berpuasa atas namanya dalam satu hari.

Berkata Al-Imam Al-Bukhary rahimahullah; berkata Al-Hasan: “Jika berpuasa untuknya tiga puluh orang sekaligus dalam satu hari, maka boleh”.

Jika (orang yang telah meninggal tersebut) tidak memiliki wali, atau (ada walinya) namun mereka tidak mau berpuasa atas namanya, maka hendaknya diberi makanan atas namanya dari harta peninggalannya, untuk setiap satu hari yang tidak dia puasakan satu orang miskin, sesuai dengan jumlah hari yang memungkinkan bagi dia untuk mengqadhanya sewaktu hidupnya. Setiap satu orang miskin diberi satu mud gandum bagus, yakni seukuran setengah kilo sepuluh gram.

Wallahu a’lamu bishshawab

┈┈•┈┈•⊰✿📚✿⊱•┈┈•┈┈•

Tag: #10golongan

📚 Sumber : Kitab Majaalis Syahri Ramadhaan, dari Al-Maktabah Asy-Syaamilah ver. Android dengan sedikit/beberapa perubahan.

✍🏼 Alih Bahasa : Al-Ustadz Muhammad Tasyrif Asbi Al-Buthony As-Salafy حفظه الله

➖➖➖
📚 WhatsApp Salafy Kendari
💻 Website Resmi || http://ahlussunnahkendari.com
📮 Channel Telegram || https://telegram.me/salafykendari

Lihat juga:
Sepuluh Golongan Orang Berkaitan dengan Puasa Bulan Ramadhan (1-5)

Rabu, 14 Juni 2017

Memindah Qurban Ke Tempat Lain

Seiring dengan semakin dekatnya hari raya ke dua kaum Muslimin, yaitu I’dul Qurban atau Adha, banyak perbincangan dan pembahasan seputar permasalahn hukum hewan qurban.

Banyak kaum Muslimin yang bersiap-siap menyisihkan sebagian hartanya untuk beribadah kepada Allah Ta’ala dalam bentuk menyembelih qurban. Banyak pula didapati kaum Muslimin yang mempersiapkan dagangan sapi atau kambing yang dipasarkan di pinggir-pinggir jalan atau di pasar – pasar hewan, suatu pemandangan tahunan yang dapat kita saksikan di mana mana.

Di antara permasalahan yang sering terjadi di kalangan kaum Muslimin seputar qurban adalah memindah atau menyembelih qurban di tempat lain yang bukan tempat dia berdomisili. Seperti mentransfer uang qurban ke sebuah yayasan atau pesantren atau masjid di luar daerahnya. Demikian pula banyak kita jumpai iklan – iklan hewan qurban dengan berbagai tipe yang siap untuk disembelih dan dibagikan kepada kaum Muslimin.

Bagaimana sesungguhnya Sunnah Nabi Shalallahu’alaihi Wassallam dalam masalah ini?

Fadhilatul Imam Al-Faqih Samahatus Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah pernah ditanya:

“Wahai Fadhilatus Syaikh, apa hukum membagikan daging aqiqah dan mengeluarkannya keluar daerah, perlu diketahui bahwa penduduk daerah tersebut tidak butuh kepada daging aqiqah tersebut?”

Beliau menjawab:

” Dengan kesempatan adanya pertanyaan seperti ini, saya ingin menjelaskan kepada saudara-saudaraku yang hadir dan yang mendengar, bahwasanya bukanlah yang dimaksud dari menyembelih ‘nusuk’ (sembelihan ibadah, pent) baik untuk aqiqah atau udhiyah (hewan qurban) adalah dagingnya atau memanfaatkan dagingnya. Masalah ini nomor dua, yang dimaksud dengan hal tersebut adalah seseorang tadi bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah Ta’ala dengan sembelihannya, ini yang terpenting, adapun dagingnya, Allah Ta’ala telah berfirman:

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ (37)

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al Hajj : 37)

“Bila kita telah mengetahui hal ini, maka sangat jelas bagi kita kekeliruan orang – orang yang menyerahkan (transfer uang supaya disembelihkan qurban) atas nama mereka di tempat lain atau menyembelih hewan aqiqah anak-anaknya di tempat lain, sebab bila mereka melakukan hal itu, maka terluput dari mereka hal hal penting dari penyembelihan tersebut, bahkan luput dari mereka hal terpenting dari nasikah ini yaitu bertaqarrub kepada Allah Ta’ala dengan sembelihan”.

“Kamu sendiri tidak tahu orang yang menangani penyembelihannya, bisa jadi yang menanganinya adalah orang yang tidak shalat, maka hewan tersebut menjadi tidak halal, terkadang yang menanganinya adalah orang yang tidak baca basmalah, hewan itupun tidak halal, mungkin pula dia mempermainkannya dengan membeli hewan yang tidak diterima (tidak memenuhi syarat hewan qurban atau aqiqah)”

“Maka termasuk kesalahan fatal adalah mengeluarkan uang untuk membeli hewan qurban atau aqiqah di tempat lain”.

“Kita katakan ” Sembelihlah hewan – hewan tersebut dengan tanganmu sendiri bila engkau mampu atau dengan wakilmu, saksikan penyembelihannya supaya engkau merasa sedang bertaqarrub kepada Allah Ta’ala dengannya. Dan agar engkau dapat memakan sebagian dagingnya karena dianjurkan untuk memakannya. Allah Ta’ala berfirman:”

لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ (28)

“Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir”. (Al Hajj:28)

“Banyak para ulama yang mewajibkan seseorang untuk memakan setiap hewan nasikah yang dia sembelih sebagai rasa taqarrub kepada Allah ta’ala, seperti Al Hadyu, aqiqah dan yang lainnya, apakah mungkin dia memakan sebagiannya dalam keadaan (disembelih) di tempat yang jauh? tidak mungkin.”

“Bila engkau hendak memberi kemanfaatan kepada saudara – saudaramu di tempat yang jauh kirimkan saja uang, pakaian, makanan kepada mereka, namun bila engkau hendak memindahkan salah satu dari syiar-syiar Islam ke daerah lain, maka tidak syak lagi hal ini adalah termasuk kebodohan.”

“Na’am, saya yakin, orang – orang yang berbuat seperti itu tidak menginginkan kecuali kebaikan, namun tidak setiap orang yang menginginkan kebaikan diberi taufik untuknya. Bukankah engkau tahu bahwa Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam pernah mengutus dua orang laki – laki untuk suatu keperluan, lalu datang waktu shalat dalam keadaan mereka berdua tidak mendapati air, keduanyapun bertayammum lalu shalat, kemudian dua orang tersebut mendapati air, yang satu berwudhu dan mengulangi shalatnya, sementara yang lain tidak mengulangi shalatnya. Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam berkata kepada yang tidak mengulangi: ” Engkau sesuai dengan Sunnah”

“Orang yang mengulangi shalatnya menghendaki dengannya kebaikan, maka genaplah niatnya dengan keinginan tadi, dia diberi pahala atas tindakan yang dia lakukan dengan ijtihadnya namun dia menyelisihi Sunnah. Oleh karena itulah kalau ada orang yang mengulangi shalat setelah dia mendengar bahwa yang sunnah adalah tidak mengulanginya, maka dia tidak dapat pahala, sedang orang tadi dapat pahala karena dia tidak tahu bahwa yang sunnah adalah tidak mengulangi (shalat)”

“Walhasil, tidak setiap yang orang yang menginginkan kebaikan diberi taufik untuknya. Saya beri tahu engkau dan saya berharap engkau memberi tahu orang – orang yang sampai kepadanya beritamu, bahwa tidakan ini adalah tidak benar”

“Na’am, (ya)…. anggaplah, kalau permasalahannya adalah engkau aqiqah atau menyelamatkan orang – orang dari kelaparan, sementara mereka itu adalah Muslimin. Engkau hendak mengirimkan uang aqiqah (kepada mereka), kami katakan: “Mungkin tindakan tersebut lebih afdhal sebab menyelamatkan kaum Muslimin dari kebinasaan adalah wajib, namun engkau jangan mengirimkan uang dengan keyakinan bahwa uang itu untuk aqiqah” ( Lihat: Liqoat babil maftuh 2/58-59 pada liqo ke 23 cet. Darul Bashirah Iskadariyah – Mesir tanpa tahun)

Pada Referensi yang sama 2/85-87, liqo ke 24, beliau juga ditanya:

” Wahai Fadhilatus Syaikh, apakah yang afdhal di zaman sekarang ini menyerahkan hewan qurban ke negara – negara miskin ataukah disembelih di sini?”

Beliau Menjawab:

“Semoga Allah memberkati engkau atas pertanyaan ini, ini adalah pertanyaan penting yaitu menyerahkan uang harga hewan qurban ke negara – negara miskin untuk di sembelih di sana, sebagian orang melakukan hal ini, lebih dari itu, bahkan membuat iklan di surat kabar atau selain surat kabar, menganjurkan orang untuk mengirim uang hewan qurban ke negara lain. Tindakan ini pada umumnya terjadi karena kebodohan tentang maksud maksud syariat dan kebodoahn tentang hukum – hukum syar’i “.

” Yang dimaksud dengan qurban ada beberapa perkara (berikut)”

1. “Maksud pertama dengan qurban adalah bertaqarrub kepada Allah ta’ala dengan menyembelih, sebab menyembelih adalah termasuk ibadah yang besar, bahkan digandengkan oleh Allah Ta’ala dengat shalat (dalam firman-Nya)”

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (2)

“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah” (Al Kautsar:2)

“Allah Ta’ala juga berfirman:

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (162)

“Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, nusukku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”( Al An’ám:162)

“Menurut pendapat yang mengatakan bahwa ‘Nusuk’ dalam ayat ini adalah sembelihan. Menyembelih itu sendiri adalah ibadah, tidak mungkin – selamanya – engkau meraih (ibadah ini) bila engkau mengirim uang ke negara lain dan disembelih atas namamu – Allah Ta’ala berfirman:”

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. “(al –Hajj:37)

2. “Bila sesorang mengirimkannya ke negara lain, maka akan luput darinya penyebutan nama Allah atas sembelihannya: Allah Ta’ala berfirman:

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ

“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka,…” (QS. Al Hajj : 34)

“Allah jadikan penyebutan nama Allah, sebagai illat (alasan) penyembelihan yang disyariatkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Dzikir ini akan luput darinya bila dia tidak di sana. Ada kemungkinan yang menyembelihnya tidak menyebut nama Allah atasnya atau orang yang tidak shalat atau orang tidak tahu sunnah penyembelihan”

3. “Bila dia kirimkan ke luar maka luput darinya (anjuran) makan dari dagingnya. Allah Ta’ala berfirman”:

لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ (28)

“Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir”

“Perintah makan dari daging sembelihan adalah wajib menurut pendapat banyak ulama. Bila engkau kirimkan keluar, maka luput darimu upaya menunaikan perintah ini, entah itu dikatakan wajib ataukah mustahab (sunnah)”

4.” Bila engkau kirimkan ke luar, maka akan menjadi samar (tidak tampak) syiar besar yang Allah Ta’ala jadikan di negeri-negeri muslimin sebagai ganti dari syiar besar yang Allah jadikan di Makkah.
Syiar yang di Makkah adalah menyembelih al hadyu, sementara di negeri-negeri muslimin adalah udlhiyah, Allah Ta’ala menjadikan syiar-syiar ini; menyembelih al hadyu di Makkah dan menyembelih udlhiyah di negeri-negeri lain, agar syiar-syiar ini ditegakkan di seluruh negerî-negeri Islam. Oleh sebab itulah, Allah Ta’ala jadikan untuk orang yang hendak berqurban sesuatu dari kekhususan ihrom seperti: tidak memotong rambut – misalnya.” (yakni dari 1 Dzulhijjah hingga ia menyembelih qurbannya, pent)

5. “Kemungkinan syiar ini akan mati (nantinya) pada (generasi) putra-putri kita, sebab bila engkau sembelih di rumah, maka seluruh keluarga akan merasakan berqurban, mereka merasa di atas keta’atan, namun bila engkau mengirimkan uang, maka siapa yang yang memberitahu mereka dengannya? Syiar inipun luput.”

“Kami katakan : termasuk kesalahan yang jelas, dikirimkannya uang harga qurban keluar negeri untuk disembelih di sana, sebab kemashlahatan-kemashlahatan tadi dan mungkin hal-hal lain akan luput dengan tindakan tersebut.”

6. “Orang-orang (sekarang) memandang permasalahan qurban hanya dengan pandangan materi saja yaitu memberi makan orang yang lapar, ini juga kemadlorotan . Allah Ta’ala berfirman :

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.”

“Bila engkau ingin beribadah kepada Allah Ta’ala dengan qurban dan memberi kemanfaatan kepada saudara-saudaramu muslimin, maka hendaklah engkau berqurban di negerimu dan kirimkan uang, makanan dan pakaian ke negeri-negeri lainnya, apa yang menghalangi engkau berbuat seperti ini?.
Saya mengharapkan kalian barokallahu fiikum menjelaskan kepada orang-orang supaya mereka tidak mengirimkan uang harga qurban mereka ke negara-negara lain. Namun mereka menyembelih di rumah-rumah mereka.”

“Tidak bertentangan dengan hal ini, Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam mewakilkan Ali bin Abi Thalib untuk menyembelih hadyu beliau atau beliau mengirimkan hadyunya dari Madinah ke Makkah karena pengirimannya dari Madinah ke Makkah adalah kemestian sebab tidak boleh menyembelih hadyu kecuali di Makkah, kalau disembelih di Madinah maka tidak lagi disebut hadyu.”

“Adapun pewakilan Ali bin Abi Thalib maka Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam mewakilkannya kepada Ali karena beliau sibuk dengan urusan orang-orang, keperluan yang (membuat beliau) fokus untuk mereka. Walau demikian beliau memerintahkan agar mengambil sepotong daging dari masing-masing onta tersebut, dimasak di dalam periuk, lalu beliau memakan dagingnya dan meminum kuahnya, beliau tidak membiarkan tanpa mengambilnya.”

“Maka yang kami harapkan Barokallahu fiikum kalian bersemangat mengamalkan sunnah pada syiar yang dijadikan Allah Ta’ala sebagai gandengan shalat ini, dengan tindakan ini engkau tidak terhalang untuk memberi kemanfaatan kepada saudara-saudaramu. Kirimkan uangmu kepada mereka, bantu mereka dengan gambaran yang engkau anggap sesuai dengan syarat hal tersebut tidak atas nama satu syiar dari syiar-syiar Allah.”

“Sampai di sini selesai pertemuan kita, kita memohon kepada Allah agar menerima amal kita dan kalian semua, sampai jumpa pada pertemuan mendatang. Insya Allah.”

( Lihat: Liqoat babil maftuh 2/85-87, liqo ke 24 cet. Darul Bashirah Iskadariyah – Mesir tanpa tahun)

Bersambung, Insya Allah

Sumber: darussalaf.or.id