Selasa, 27 Agustus 2019

PENJELASAN TENTANG DEFINISI BID'AH DAN BAHAYA-BAHAYANYA

PENJELASAN TENTANG DEFINISI BID'AH DAN BAHAYA-BAHAYANYA (Bag ke-1)
Definisi Bid’ah
Definisi bid’ah secara bahasa artinya adalah sesuatu yang diada-adakan tanpa ada contoh sebelumnya. Dalam alQur’an ada penyebutan lafadz bid’ah secara bahasa tersebut, di antaranya:
بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
Allahlah yang mengadakan langit dan bumi (tanpa contoh sebelumnya)(Q.S alBaqoroh:117).
Bid’ah secara syariat dijelaskan oleh al-Imam asySyathiby sebagai:
طَرِيْقَةٌ فِي الدِّيْنِ مُخْتَرَعَةٌ تُضَاهِي الشَّرْعِيَّةَ يُقْصَدُ بِالسُّلُوْكِ عَلَيْهَا اْلمبَالَغَة فِي التَّعَبُّدِ للهِ سُبْحَانَهُ
Jalan dalam beragama yang diada-adakan, yang menandingi syariat, tujuan menempuh jalan itu adalah berlebihan dalam ta’abbud (beribadah) kepada Allah (al-I’tishom (1/11)).
Berdasarkan penjelasan al-Imam asy-Syathiby di atas nampak jelas beberapa karakteristik sesuatu hal dikatakan sebagai bid’ah :
1)Telah menjadi sebuah ‘jalan’.
Bukan sesuatu hal yang sekedar ‘pernah’ dilakukan, tapi berulang-ulang dan menjadi kebiasaan, sehingga menjadi ‘jalan’.
2)Dalam urusan Dien (bukan duniawi).
Dalam urusan duniawi dipersilakan berinovasi seluas-luasnya selama tidak ada larangan dari alQur’an maupun Sunnah Rasul shollallaahu ‘alaihi wasallam.
أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأَمْرِ دُنْيَاكُمْ
Kalian lebih tahu tentang urusan duniawi kalian (H.R Muslim)
Karena itu tidaklah disebut bid’ah berbagai piranti kemajuan teknologi seperti mobil, hp, internet, dan sebagainya.
3)Diada-adakan, tidak ada dalilnya.
Tidak ada dalil shahih yang menjadi landasannya. Jika ada dalil, bisa berupa hadits lemah atau hadits palsu, atau ayat yang ditafsirkan tidak pada tempatnya.
4)Menandingi syariat
Tidaklah seseorang melakukan sesuatu bid’ah kecuali Sunnah yang semisalnya akan mati.
Rasulullah Shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَا أَحْدَثَ قَوْمٌ بِدْعَةً إِلَّا رُفِعَ مِثْلُهَا مِنَ السُّنَّةِ
Tidaklah suatu kaum melakukan suatu bid’ah, kecuali akan terangkat Sunnah yang semisal dengannya (H.R Ahmad dari Ghudhaif bin al-Haarits, dan Ibnu Hajar menyatakan bahwa sanad hadits ini jayyid (baik) dalam Fathul Baari (13/253))
Contoh: bacaan-bacaan setelah selesai sholat fardlu banyak disebutkan dalam hadits-hadits yang shahih. Namun, ada seseorang yang karena merasa mendapatkan ijazah bacaan dari gurunya (meski tidak ada dalilnya dari hadits Nabi), selalu mengulang-ulang bacaan yang diajarkan tersebut setelah selesai sholat. Misalkan, membaca Laa Ilaaha Illallaah 333 kali, disertai keyakinan keutamaan-keutamaannya (memperlancar rezeki, kewibawaan, dsb). Akibatnya, ia akan tersibukkan dengan amalan dari gurunya tersebut dan meninggalkan Sunnah Nabi yang sebenarnya.
Tidaklah disebut sebagai bid’ah, jika hal itu tidak menandingi syariat, namun justru sebagai sarana yang mendukungnya. Hal – hal ini disebut oleh para Ulama’ sebagai al-mashalihul mursalah seperti pembukuan al-Quran, penyusunan ilmu nahwu, pembangunan madrasah, dan semisalnya.
5)Niat melakukannya adalah sebagaimana orang berniat dalam melakukan syariat (untuk mendekatkan diri kepada Allah).
(Penjelasan ini disarikan dari Syaikh Sholih bin Abdil Aziz Aalusy Syaikh dalam Syarh Arbain anNawawiyyah).
Setiap Bid’ah adalah Sesat
Jika kita telah memahami definisi bid’ah (secara syariat), maka kita akan membenarkan sabda Nabi yang menyatakan bahwa setiap bid’ah adalah sesat.
Sering sekali dalam khutbah Jumat Rasulullah shollallahu alaihi wasallam senantiasa memperingatkan kaum muslimin dari bahaya bid’ah, padahal saat itu belum ada satupun kebid’ahan di masa beliau hidup. Beliau selalu menyatakan:
أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
Amma Ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik ucapan adalah Kitabullah, dan sebaik baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad, dan seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan. Dan setiap bid’ah adalah sesat (H.R Muslim no 1435 dari Jabir bin Abdillah)
Dalam hadits Irbadh bin Sariyyah Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda:
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
Berhati-hatilah (jauhilah) perkara-perkara yang diada-adakan, karena setiap perkara yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat (H.R Abu Dawud, atTirmidzi, Ibnu Majah, dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan al-Albany).
Kalaupun ada pernyataan yang mengesankan bahwa bid’ah itu ada yang tidak sesat dari para Ulama’, maka itu adalah definisi secara bahasa. Pembagian definisi bid’ah secara syariat dan secara bahasa ini dijelaskan oleh al-Imam Ibnu Katsir asy-Syafi’i dalam tafsirnya. Beliau menyatakan:
والبدعة على قسمين: تارة تكون بدعة شرعية، كقوله: فإن كل محدثة بدعة، وكل بدعة ضلالة. وتارة تكون بدعة لغوية، كقول أمير المؤمنين عمر بن الخطاب رضي الله عنه عن جمعه إياهم على صلاة التراويح واستمرارهم: نعْمَتْ البدعةُ هذه
Bid’ah itu terbagi dua. Kadangkala berupa bid’ah syar’iyyah, seperti sabda Nabi: “Sesungguhnya setiap hal-hal yang baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat”. Kadangkala bid’ah secara bahasa. Seperti ucapan Amirul Mukminin Umar bin al-Khotthob radhiyallahu anhu tentang menggabungkan manusia dalam sholat tarawih dan dilakukan terus menerus, beliau menyatakan: sebaik-baik bid’ah adalah ini (Tafsir Ibnu Katsir (1/398) ketika menafsirkan surat alBaqoroh ayat 117).
Silakan disimak ucapan para Sahabat Nabi yang memperjelas Sabda Nabi yang menunjukkan bahwa setiap bid’ah (dalam istilah syar'i) adalah sesat:
Sahabat Nabi Ibnu Mas’ud –semoga Allah meridlainya- berkata:
اتبَّعِوُا وَلاَ تَبْتَدِعُوا فَقَدْ كُفِيْتُمْ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
Ikutilah (Sunnah Nabi) janganlah melakukan bid’ah, karena sesungguhnya kalian telah dicukupi, dan seluruh bid’ah adalah sesat (diriwayatkan oleh Abu Khoytsam dalam Kitabul Ilm dan Muhammad bin Nashr alMarwazy dalam as-Sunnah)
Sahabat Nabi Ibnu Umar –semoga Allah meridlainya- berkata:
كلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً
Semua bid’ah adalah sesat sekalipun manusia memandangnya baik (diriwayatkan oleh alBaihaqy dalam al-Madkhal dan Muhammad bin Nashr alMarwazy dalam as-Sunnah)
Sahabat Nabi Muadz bin Jabal –semoga Allah meridlainya- berkata:
فَإِياَّكُمْ وَمَا يُبْتَدَعُ فَإِنَّ مَا ابْتُدِعَ ضَلَالَة
Berhati-hatilah kalian dari perkara yang diada-adakan, karena perkara yang diada-adakan (dalam Dien) adalah sesat (Hilyatul Awliyaa’ (1/233)).
Ucapan-ucapan para Sahabat Nabi di atas jelas sekali menunjukkan bahwa semua bid’ah adalah sesat.
Berikut ini adalah ucapan-ucapan lain dari para Sahabat Nabi tentang perintah menjauhi kebid’ahan dan amal ibadah yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi dan para Sahabatnya:
Hudzaifah bin al-Yaman –semoga Allah meridlainya- berkata:
كُلُّ عِبَادَةٍ لَمْ يَتَعَبَّدْ بِهَا أَصْحَابُ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فلاَ تَتَعَبَّدُوْا بِهَا ؛ فَإِنَّ الأَوَّلَ لَمْ يَدَعْ لِلآخِرِ مَقَالاً ؛ فَاتَّقُوا اللهَ يَا مَعْشَرَ القُرَّاءِ ، خُذُوْا طَرِيْقَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ
“Setiap ibadah yang tidak pernah diamalkan oleh para Sahabat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, janganlah kalian beribadah dengannya. Karena generasi pertama tak menyisakan komentar bagi yang belakangan. Maka bertakwalah kalian kepada Allah wahai para pembaca al-Qur’an (orang-orang alim dan yang suka beribadah) dan ikutilah jalan orang-orang sebelummu” (Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah dalam Al Ibanah).
Sahabat Nabi Ibnu Abbas –semoga Allah meridlainya-berkata:Hendaknya engkau bertakwa kepada Allah dan istiqomah, ikutilah (Sunnah Nabi) jangan berbuat kebid’ahan (diriwayatkan oleh ad-Daarimi).
Sahabat Nabi Ibnu Mas’ud –semoga Allah meridhainya- berkata:
الْإِقْتِصَادُ فِي السُّنَّةِ أَحْسَنُ مِنَ الْاِجْتِهَادِ فِي الْبِدْعَةِ
Sederhana di dalam Sunnah lebih baik dibandingkan bersungguh-sungguh di dalam bid’ah (riwayat al-Hakim)
<< Insyaallah bersambung >>
(Abu Utsman Kharisman)

WA al I'tishom
PENJELASAN TENTANG DEFINISI BID'AH DAN BAHAYA-BAHAYANYA (Bag ke-2)
BAHAYA DAN KEBURUKAN-KEBURUKAN BID'AH
Di antara bahaya dan keburukan-keburukan kebid'ahan adalah:
1.Mendapatkan kemurkaan Allah dan kehinaan dalam kehidupan dunia.
إِنَّ الَّذِينَ اتَّخَذُوا الْعِجْلَ سَيَنَالُهُمْ غَضَبٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَذِلَّةٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُفْتَرِينَ
Sesungguhnya orang-orang yang menjadikan (patung) anak sapi (sebagai sesembahan), akan mendapatkan kemurkaan dari Rabb mereka dan kehinaan dalam kehidupan dunia. Demikianlah Kami memberi balasan bagi orang yang mengada-adakan (Q.S al-A’raaf ayat 152)
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah menyatakan: (ayat) ini mencakup setiap orang yang mengada-adakan kebid’ahan. Karena sesungguhnya kehinaan bid’ah dan penyelisihan terhadap risalah (Nabi) akan tersambung dengan hatinya dan (dipikul bebannya) di atas pundak-pundaknya. Sebagaimana perkataan al-Hasan al-Bashri: Sesungguhnya kehinaan bid’ah berada di atas bahu para pelakunya, sekalipun bighal-bighal (peranakan kuda dengan keledai) membawa mereka dan kuda-kuda ditunggangi oleh mereka. Demikian juga diriwayatkan oleh Abu Ayyub as-Sikhtiyaani dari Abu Qilaabah al-Jarmiy bahwasanya beliau ketika membaca firman Allah :
وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُفْتَرِينَ
“Demikianlah Kami beri balasan bagi orang yang suka mengada-adakan sesuatu”(Q.S al-A’raaf ayat 152), beliau menyatakan: Ini demi Allah berlaku untuk setiap yang mengada-adakan (bid’ah) hingga hari kiamat. Sufyan bin Uyainah –seorang guru al-Imam asy-Syafii- menyatakan: Semua pelaku bid’ah adalah hina (Tafsir Ibn Katsir (3/477-478)).
2.Memecah belah persatuan kaum muslimin.
Sesungguhnya Tauhid dan Sunnah Nabi adalah pemersatu kaum muslimin. Dengan itulah para Sahabat Nabi bersatu. Itu adalah jalan Allah yang satu. Namun dengan adanya kebid’ahan-kebid’ahan, mulailah terpecah kaum muslimin, tiap kelompok mengikuti jalan masing-masing.
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ خَطَّ لَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا خَطًّا ثُمَّ قَالَ هَذَا سَبِيْلُ اللهِ ثُمَّ خَطَّ خُطُوْطًاعَنْ يَمِيْنِهِ وَخُطُوْطًا عَنْ يَسَارِهِ ثُمَّ قَالَ هَذِهِ سُبُلٌ عَلَى كُلِّ سَبِيْل مِنْهَا شَيْطَانٌ يَدْعُو إِلَيْهَا ثُمَّ قَرَأَ هَذِهِ اْلآيَةَ : وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيْمًا فَاتَّبِعُوْهُ وَلاَ تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيْلِهِ (الأنعام:153)
“ Dari Sahabat Abdullah bin Mas’ud : Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam pernah menggambar garis untuk kami pada suatu hari kemudian berkata : ‘Ini adalah jalan Allah’. Kemudian beliau membuat garis-garis di sebelah kanan dan sebelah kiri garis tadi kemudian bersabda :’ Ini adalah jalan-jalan, yang pada setiap jalan tersebut ada syaitan yang menyeru/ mengajak kepada jalan itu, kemudian beliau membaca ayat :
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيْمًا فَاتَّبِعُوْهُ وَلاَ تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيْلِهِ (الأنعام:153)
“ Dan ini sesungguhnya adalah jalanKu yang lurus maka ikutilah ia, janganlah mengikuti jalan-jalan(yang lain), karena kalian akan berpecah belah dari jalanNya “ (Q.S AlAn’aam : 153)(H.R AtTirmidzi, Ibnu Majah, AlHakim, Ibnu Hibban,AtTirmidzi, dan beliau mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Maksud dari “jangan mengikuti jalan-jalan (lain)” itu ditafsirkan oleh Mujahid sebagai: kebid’ahan-kebid’ahan dan syubuhat (riwayat atThobariy dalam Tafsirnya).
3.Terhalangi dari taubat.
إنَّ الله حَجَبَ التَّوْبَةَ عَنْ كُلِّ صَاحِبِ بِدْعَةٍ حَتَّى يَدَعَ بِدْعَتَهُ
Sesungguhnya Allah menutup taubat dari semua pelaku bid’ah hingga ia meninggalkan kebid’ahannya (H.R atThobarony, dan al-Haitsamy menyatakan bahwa seluruh perawinya adalah perawi as-Shahih kecuali Harun bin Musa al-Farawy yang tsiqah).
4.Terhalangi dari minum di telaga Rasulullah shollallahu alaihi wasallam.
Sesungguhnya telaga Nabi adalah fasilitas yang sangat nikmat bagi umatnya. Barangsiapa yang meminum darinya, tidak akan kehausan selamanya.
إِنِّي فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ مَنْ مَرَّ عَلَيَّ شَرِبَ وَمَنْ شَرِبَ لَمْ يَظْمَأْ أَبَدًا
Sesungguhnya aku menunggu kalian di telaga. Barangsiapa yang singgah padaku ia meminum (air telaga), dan barangsiapa yang minum, tidak akan kehausan selamanya (H.R al-Bukhari)
Namun, ada pihak-pihak yang terhalangi dari telaga, yaitu orang-orang murtad dan Ahlul Bid’ah yang mengubah-ubah ajaran Nabi.
فَإِنَّهُمْ يَأْتُونَ غُرًّا مُحَجَّلِينَ مِنْ الْوُضُوءِ وَأَنَا فَرَطُهُمْ عَلَى الْحَوْضِ أَلَا لَيُذَادَنَّ رِجَالٌ عَنْ حَوْضِي كَمَا يُذَادُ الْبَعِيرُ الضَّالُّ أُنَادِيهِمْ أَلَا هَلُمَّ فَيُقَالُ إِنَّهُمْ قَدْ بَدَّلُوا بَعْدَكَ فَأَقُولُ سُحْقًا سُحْقًا
Sesungguhnya mereka akan datang dengan wajah, kaki, dan tangan bersinar dari air wudhu’. Aku menunggu mereka di telaga. Ketahuilah, ada beberapa orang yang dihalang-halangi mendatangi telagaku, sebagaimana unta hilang yang dihalang-halangi. Aku berseru kepada mereka: Kemarilah. Lalu dikatakan: Sesungguhnya mereka telah mengganti (ajaranmu) sepeninggalmu. Aku pun berkata: Menjauhlah, menjauhlah (H.R Muslim)
al-Imam al-Qurthubiy rahimahullah menyatakan: Setiap orang yang murtad dari agama Allah atau mengada-adakan (bid’ah) yang tidak diridhai dan diizinkan Allah, maka dia terusir dari telaga, terjauhkan darinya. Yang paling jauh terusirnya adalah yang menyelisihi jamaah kaum muslimin dan memecah belah jalan mereka, seperti Khawarij dengan berbagai kelompoknya, Rafidhah dengan bermacam-macam kesesatannya, Mu’tazilah dengan berbagai hawa nafsunya. Mereka semuanya mengganti (ajaran agama)...(atTadzkiroh karya al-Qurthubiy (1/352)).
5.Mendapat laknat dari Allah, Malaikat, dan manusia seluruhnya.
وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ آوَى مُحْدِثًا
Allah melaknat orang yang melindungi pelaku dosa besar/ kebid’ahan (H.R Muslim)
الْمَدِينَةُ حَرَمٌ مَا بَيْنَ عَائِرٍ إِلَى كَذَا مَنْ أَحْدَثَ فِيهَا حَدَثًا أَوْ آوَى مُحْدِثًا فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
Madinah adalah tanah mulia antara gurun hingga ini. Barangsiapa yang yang mengada-adakan (kebid’ahan) atau melindungi orang yang berbuat bid’ah maka ia akan mendapatkan laknat Allah, Malaikat, dan manusia seluruhnya (H.R al-Bukhari dan Muslim)
6.Mendapatkan limpahan dosa dari orang-orang yang mengikutinya.
وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنْ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا
Dan barangsiapa yang mengajak pada kesesatan, maka ia akan mendapatkan dosa seperti dosa orang yang mengikutinya. Tidaklah dikurangi dari dosanya sedikitpun (H.R Muslim dari Abu Hurairah).
7.Jatuh dalam kebid’ahan adalah kebinasaan.
فَإِنَّ لِكُلِّ عَابِدٍ شِرَّةً وَلِكُلِّ شِرَّةٍ فَتْرَةً فَإِمَّا إِلَى سُنَّةٍ وَإِمَّا إِلَى بِدْعَةٍ فَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى سُنَّةٍ فَقَدْ اهْتَدَى وَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ فَقَدْ هَلَكَ
Sesungguhnya pada setiap orang ahli ibadah terdapat semangat. Dan pada setiap semangat itu ada masa kurang bersemangat. Bisa mengarah pada Sunnah atau pada bid’ah. Barangsiapa yang perasaan kurang bersemangatnya berada pada Sunnah, maka ia telah mendapat petunjuk. Barangsiapa yang masa kurang bersemangatnya pada selain itu, maka ia telah binasa (H.R Ahmad, atThohawiy)
8.Kebid’ahan bagaikan penyakit anjing gila yang menular.
وَإِنَّهُ سَيَخْرُجُ فِي أُمَّتِي أَقْوَامٌ تَجَارَى بِهِمْ تِلْكَ الْأَهْوَاءُ كَمَا يَتَجَارَى الْكَلْبُ بِصَاحِبِهِ لَا يَبْقَى مِنْهُ عِرْقٌ وَلَا مَفْصِلٌ إِلَّا دَخَلَهُ
Sesungguhnya akan keluar dari umatku kaum-kaum yang menjalar pada mereka kebid’ahan-kebid’ahan itu sebagaimana menjalarnya penyakit anjing gila pada orang yang terkena. Tidaklah menyisakan urat atau persendian kecuali akan memasukinya (H.R Ahmad, Abu Dawud, dihasankan al-Albaniy)
9.Berdebat tanpa ilmu untuk menyesatkan dari jalan Allah, terancam adzab di Neraka.
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُجَادِلُ فِي اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَلَا هُدًى وَلَا كِتَابٍ مُنِيرٍ (8) ثَانِيَ عِطْفِهِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ لَهُ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ وَنُذِيقُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَذَابَ الْحَرِيقِ (9)
dan di antara manusia ada yang berdebat tentang Allah tanpa ilmu, tanpa petunjuk, maupun tanpa Kitab yang menerangi. Sambil memalingkan lambungnya (dengan congkak) untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah. Dia mendapatkan kehinaan di dunia dan pada hari kiamat Kami berikan kepadanya rasa adzab Neraka yang membakar (Q.S al-Hajj ayat 8-9)
Siapakah yang dimaksud dengan orang yang berdebat tentang Allah tanpa ilmu tersebut? Qotadah rahimahullah menjelaskan: Ahlul bid’ah yang mengajak pada kebid’ahannya (riwayat al-Laalikaa-iy dalam syarh Ushul I’tiqod Ahlissunnah wal Jama’ah)
Sahabat Nabi Ibnu Abbas radhiyallahu anhu juga menjelaskan bahwa ayat itu terkait dengan Ahlul Bid’ah (riwayat al-Auza’iy yang dinukil al-Qurthubiy dalam Tafsirnya).
10. Kebid’ahan, sekecil apapun, bisa berujung pada sikap menghalalkan darah sesama muslim.
Abu Qilabah –salah seorang tabi’i, murid dari banyak Sahabat Nabi- rahimahullah menyatakan:
مَا ابْتَدَعَ قَوْمٌ بِدْعَةً قَطُّ , إِلا اسْتَحَلُّوا بِهَا السَّيْفَ
Tidaklah suatu kaum melakukan suatu kebid’ahan kecuali (nantinya) mereka akan menghalalkan pedang (riwayat Abdurrazzaq dalam Mushonnafnya)
(Abu Utsman Kharisman)

WA al I'tishom


Sabtu, 17 Agustus 2019

MENSYUKURI KEMERDEKAAN ATAS BERKAT RAHMAT ALLAH

MENSYUKURI KEMERDEKAAN ATAS BERKAT RAHMAT ALLAH
Kemerdekaan bagi sebuah bangsa adalah salah satu nikmat yang tak terkira. Terlepas dari penindasan dan kesewenang-wenangan. Bangsa Indonesia pun seharusnya bersyukur atas kemerdekaan itu.
Salah satu langkah benar wujud syukur itu dengan mengakui bahwa nikmat itu dari Allah. Kalau tidak karena Allah, kemerdekaan itu tidak akan terwujud.
Tanpa karunia dan rahmat Allah, sungguh kita semua termasuk orang-orang yang merugi.
...فَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَكُنْتُمْ مِنَ الْخَاسِرِينَ
...kalaulah tidak karena karunia Allah kepada kalian dan rahmat-Nya, sungguh kalian benar-benar termasuk orang yang merugi (Q.S al-Baqoroh ayat 64)
Dalam alinea ke-3 Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 dinyatakan: “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”.
Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia adalah salah satu bagian sejarah. Jauh sebelum itu, Allah mengisahkan dalam alQuran suatu bangsa yang awalnya terjajah, tertindas, kemudian Allah merdekakan mereka dengan rahmat-Nya. Itulah Bani Israil yang sebelumnya hidup menderita dalam jajahan dan penindasan Firaun.
Sungguh, kisah yang diabadikan dalam al-Quran itu, tentang penindasan Fir’aun terhadap Bani Israil, kemudian Allah memberi pertolongan karena kesabaran mereka, memberi pelajaran berharga bagi kita.
Allah mengisahkan dalam al-Quran, keadaan yang mengenaskan pada Bani Israil akibat kesewenang-wenangan Fira’un. Kehidupan Bani Israil penuh dengan siksaan. Bahkan anak laki-laki mereka pada periode tertentu disembelih. Sedangkan kaum wanita dibiarkan hidup, namun dipermalukan dan dihinakan:
وَإِذْ نَجَّيْنَاكُمْ مِنْ آَلِ فِرْعَوْنَ يَسُومُونَكُمْ سُوءَ الْعَذَابِ يُذَبِّحُونَ أَبْنَاءَكُمْ وَيَسْتَحْيُونَ نِسَاءَكُمْ وَفِي ذَلِكُمْ بَلَاءٌ مِنْ رَبِّكُمْ عَظِيمٌ
Dan (ingatlah) ketika Kami menyelamatan kalian dari pengikut Fir’aun yang menimpakan siksaan yang buruk kepada kalian, menyembelih putra-putra kalian dan membiarkan hidup para wanita kalian. Dan di dalam hal itu terdapat ujian yang besar dari Rabb kalian (Q.S al-Baqoroh ayat 49).
Allah mengutus Nabi Musa alaihissalam untuk membimbing mereka, bersabar, dan bertakwa kepada Allah:
قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ اسْتَعِينُوا بِاللَّهِ وَاصْبِرُوا إِنَّ الْأَرْضَ لِلَّهِ يُورِثُهَا مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ
Musa berkata kepada kaumnya: minta tolonglah kepada Allah dan bersabarlah. Sesungguhnya bumi ini milik Allah. Dia akan mewariskannya kepada para hamba yang dikehendakiNya. (sesungguhnya) akhir akibat (yang baik) adalah untuk orang-orang yang bertakwa (Q.S al-A’raaf ayat 128)
Hingga Allah memberikan pertolongan mereka terlepas dari penindasan dan kesewenang-wenangan Firaun, dengan sebab kesabaran Bani Israil:
وَأَوْرَثْنَا الْقَوْمَ الَّذِينَ كَانُوا يُسْتَضْعَفُونَ مَشَارِقَ الْأَرْضِ وَمَغَارِبَهَا الَّتِي بَارَكْنَا فِيهَا وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ الْحُسْنَى عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ بِمَا صَبَرُوا وَدَمَّرْنَا مَا كَانَ يَصْنَعُ فِرْعَوْنُ وَقَوْمُهُ وَمَا كَانُوا يَعْرِشُونَ
Dan Kami wariskan kepada kaum yang tertindas itu, bumi bagian timur dan bagian baratnya yang telah Kami berkahi. Dan telah sempurnalah firman TuhanMu yang baik itu (sebagai janji) untuk Bani Israil disebabkan kesabaran mereka. Dan Kami hancurkan apa yang telah dibuat Fir’aun dan kaumnya dan apa yang telah mereka bangun (Q.S al-A’raaf ayat 137)
Allah anugerahkan peninggalan-peninggalan yang dimiliki Firaun itu kepada Bani Israil
كَمْ تَرَكُوا مِنْ جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ (25) وَزُرُوعٍ وَمَقَامٍ كَرِيمٍ (26) وَنَعْمَةٍ كَانُوا فِيهَا فَاكِهِينَ (27) كَذَلِكَ وَأَوْرَثْنَاهَا قَوْمًا آَخَرِينَ (28)
Betapa banyak taman-taman dan mata air-mata air yang mereka (Fir’aun dan pengikutnya) tinggalkan. Juga kebun-kebun serta tempat kediaman yang indah. Dan kesenangan-kesenangan yang dapat mereka nikmati di sana. Demikianlah, dan Kami wariskan (semua) itu kepada kaum yang lain (Bani Israil) (Q.S ad-Dukhaan ayat 25-28)
Terlepasnya Bani Israil dari penindasan, penjajahan, dan kesewenang-wenangan Fir’aun adalah salah satu dari sekian banyak nikmat Allah Ta’ala kepada mereka. Allah ingatkan dengan nikmat-nikmat itu agar mereka bersyukur dengan bertakwa, taat, dan mentauhidkan Allah.
يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَوْفُوا بِعَهْدِي أُوفِ بِعَهْدِكُمْ وَإِيَّايَ فَارْهَبُونِ (40) وَآَمِنُوا بِمَا أَنْزَلْتُ مُصَدِّقًا لِمَا مَعَكُمْ وَلَا تَكُونُوا أَوَّلَ كَافِرٍ بِهِ وَلَا تَشْتَرُوا بِآَيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا وَإِيَّايَ فَاتَّقُونِ (41) وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ (42) وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآَتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ (43)
Wahai Bani Israil, ingatlah nikmatKu kepada kalian. Penuhilah janji kalian terhadapKu niscaya Aku akan penuhi janjiKu kepada kalian. Dan semestinya hanya kepadaKulah kalian takut. Berimanlah kalian terhadap (al-Quran) yang telah Aku turunkan yang membenarkan (kitab Taurat) yang ada pada kalian. Janganlah kalian menjadi orang yang pertama kafir terhadapnya. Janganlah kalian menjual ayat-ayatKu dengan harga yang murah dan bertakwalah hanya kepadaKu. Janganlah kalian mencampuradukkan kebenaran dengan kebatilan, dan janganlah kalian menyembunyikan kebenaran sedangkan kalian mengetahuinya. Dan tegakkanlah sholat dan tunaikanlah zakat, dan ruku’lah bersama orang-orang yang rukuk (Q.S al-Baqoroh ayat 40-43).
Sesungguhnya kemerdekaan yang kita dapatkan adalah dari Allah, sebagaimana Allah memerdekakan Bani Israil sebagai salah satu nikmat yang Allah ingatkan kepada mereka. Semestinya, sebagai bentuk syukur terhadap kemerdekaan itu, kita menjalankan sesuai bimbingan Allah dalam surat al-Baqoroh ayat 40-43 tersebut, yaitu :
1) Mentauhidkan Allah, tidak menyekutukanNya dengan suatu apapun, sebagaimana firman-Nya:
وَإِيَّايَ فَارْهَبُونِ (البقرة :40)
Dan seharusnya hanya kepadaKu kalian takut (Q.S al-Baqoroh ayat 40)
وَإِيَّايَ فَاتَّقُونِ (البقرة: 41)
Dan seharusnya hanya kepadaKu kalian bertakwa (Q.S al-Baqoroh ayat 41)
Mengisi kemerdekaan dengan mentauhidkan Allah, itulah syukur yang benar. Tapi mengisi kemerdekaan dengan menyekutukan Allah (kesyirikan), itu adalah bentuk kekufuran terhadap nikmat dari-Nya.
2) Berpegang teguh dengan aturan-aturan Allah dalam al-Quran dan hadits Nabi sebagai ajaran Islam:
وَأَوْفُوا بِعَهْدِي أُوفِ بِعَهْدِكُمْ (البقرة: 41)
Penuhilah janji kalian kepadaKu, niscaya Aku akan penuhi janjiKu kepada kalian (Q.S al-Baqoroh ayat 41)
Abul Aliyah rahimahullah –salah seorang tabi’i- menafsirkan makna penuhilah janji kalian kepadaKu adalah:
عَهْدُهُ إِلَى عِبَادِهِ: دِينُهُ الْإِسْلَامُ أَنْ يَتَّبِعُوهُ
Mereka berjanji untuk siap beribadah hanya kepada Allah, yaitu menjalankan agama Allah, Islam untuk diikuti (Tafsir Ibnu Katsir)
3) Beriman dan menjadikan al-Quran sebagai pedoman dalam kehidupan
وَآَمِنُوا بِمَا أَنْزَلْتُ مُصَدِّقًا لِمَا مَعَكُمْ
Berimanlah kalian terhadap (al-Quran) yang telah Aku turunkan yang membenarkan (kitab Taurat) yang ada pada kalian (Q.S al-Baqoroh ayat 41)
4) Tidak mencampuradukkan al-haq dengan kebatilan.
وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ (42)
Janganlah kalian mencampuradukkan al-haq (kebenaran) dengan kebatilan, dan kalian sembunyikan kebenaran dalam keadaan kalian mengetahuinya (Q.S al-Baqoroh ayat 42)
Salah satu wujud syukur itu adalah mengajarkan ilmu Quran dan Sunnah dan mendakwahkan yang benar serta menjelaskan apa saja kebatilan itu. Jika seorang menjelaskan mana yang tauhid, mana yang syirik dengan bimbingan Ulama, itu bentuk syukur yang benar. Jika seorang menjelaskan mana yang sunnah, mana yang bid’ah, secara benar, itulah perwujudan syukur sesungguhnya. Jelaskan mana yang berupa ketaatan kepada Allah dan mana yang berupa kemaksiatan. Jangan dikaburkan. Jelaskan agar terang benderang, semoga Allah senantiasa merahmati kita.
5) Menjalankan amalan-amalan ketaatan
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآَتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ (43)
Dan tegakkanlah sholat, tunaikanlah zakat, dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’ (Q.S al-Baqoroh ayat 43)
Bukanlah mengisi kemerdekaan itu dengan melakukan kemaksiatan. Salah satu bentuk kemaksiatan itu adalah nyanyian dan musik.
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ
Dan di antara manusia ada yang membeli ‘lahwal hadiits’ untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa ilmu dan menjadikannya sebagai bahan ejekan. Bagi mereka adzab yang menghinakan (Q.S Luqman: 6)
Sahabat Nabi Ibnu Mas’ud sampai bersumpah 3 kali bahwa yang dimaksud dengan ‘lahwal hadiits’ dalam ayat itu adalah nyanyian (Tafsir at-Thobary (20/127)). Penafsiran ‘lahwal hadiits’ sebagai nyanyian juga berasal dari Aisyah dan Abu Umamah.

Jual beli nyanyian dan pemasukan (penghasilan) dari nyanyian adalah haram, berdasarkan hadits :
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْمُغَنِّيَاتِ وَعَنْ شِرَائِهِنَّ وَعَنْ كَسْبِهِنَّ وَعَنْ أَكْلِ أَثْمَانِهِنَّ
Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam melarang dari membeli wanita penyanyi, menjualnya, penghasilannya, dan dari memakan harganya (H.R Ibnu Majah dari Abu Umamah)
Demikian juga alat-alat musik, dalam hadits dinyatakan:
لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ
Sungguh-sungguh akan ada kaum-kaum dari umatku yang menghalalkan zina, sutra (untuk laki-laki), khamr, dan alat-alat musik (H.R alBukhari secara ta’liq)
Sahabat Nabi Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata :
الدُّفُّ حَرَامٌ وَالْمَعَازِفُ حَرَامٌ وَالْكُوبَةُ حَرَامٌ وَالْمِزْمَارُ حَرَامٌ
Rebana adalah haram, ma’aazif (alat musik) adalah haram, Kuubah (gendang kecil) adalah haram, dan seruling haram (riwayat alBaihaqy dalam as-Sunan al-Kubra no 21529, disebutkan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar dalam al-Mathoolibul ‘Aaliyah no 2247)
Di dalam sebuah hadits dinyatakan:
عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فِي هَذِهِ الْأُمَّةِ خَسْفٌ وَمَسْخٌ وَقَذْفٌ فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ الْمُسْلِمِينَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَتَى ذَاكَ قَالَ إِذَا ظَهَرَتْ الْقَيْنَاتُ وَالْمَعَازِفُ وَشُرِبَتْ الْخُمُورُ
Dari Imron bin Hushain –semoga Allah meridhainya- bahwasanya Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Pada umat ini akan ada yang mengalami adzab (dari Allah) berupa ditenggelamkan ke dalam tanah, diubah wujud fisiknya, dan dilempari dengan bebatuan dari atas. Seorang laki-laki muslim berkata: Wahai Rasulullah, kapankah itu akan terjadi? Nabi bersabda: Jika sudah tersebar para penyanyi, alat-alat musik, dan khamr banyak diminum (H.R atTirmidzi, dishahihkan Syaikh al-Albaniy dalam Silsilah as-Shahih)
Mari simak pula hadits berikut ini:
عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِذَا اسْتَحَلَّتْ أُمَّتِي خَمْسًا فَعَلَيْهِمُ الدَّمَارُ، إِذَا ظَهَرَ التَّلَاعُنُ، وَشَرِبُوا الْخُمُورَ، وَلَبِسُوا الْحَرِيرَ، وَاتَّخِذُوا الْقِيَانَ، وَاكْتَفَى الرِّجَالُ بِالرِّجَالِ، وَالنِّسَاءُ بِالنِّسَاءِ
Dari Anas (bin Malik) –semoga Allah meridhainya- ia berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Jika umatku telah menghalalkan 5 hal, mereka akan mendapat kebinasaan. Yaitu, jika sikap saling melaknat (dan mencela) telah nampak (dan tersebar), mereka meminum khamr, (para lelaki) memakai sutera, dan mereka menikmati (nyanyian) para penyanyi, serta kaum lelaki merasa cukup dengan lelaki dan kaum wanita merasa cukup dengan wanita (merebaknya LGBT, homoseksual dan lesbian, pent)(H.R al-Baihaqiy dalam Syuabul Iman, dinyatakan hasan li ghoyrihi oleh Syaikh al-Albaniy)
Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala melimpahkan rahmat, taufiq, pertolongan, dan ampunanNya kepada segenap kaum muslimin....
(Abu Utsman Kharisman)

WA al I'tishom


Senin, 12 Agustus 2019

PERBEDAAN DAN PERSAMAAN ANTARA UMRAH DENGAN HAJI

PERBEDAAN DAN PERSAMAAN ANTARA UMRAH DENGAN HAJI
PERBEDAAN UMRAH DENGAN HAJI
1. Umrah bisa dilakukan di bulan apa saja, sedangkan haji hanya dilaksanakan di bulan Dzulhijjah (8 – 13 Dzulhijjah). Khusus untuk umrah haji tamattu’, dilaksanakan di bulan-bulan haji yaitu Syawwal, Dzulqo’dah, ataupun awal-awal Dzulhijjah.
2. Berihram untuk melaksanakan umrah tersendiri, mengucapkan: LABBAIKALLAAHUMMA UMROTAN. Sedangkan berihram untuk melaksanakan haji tersendiri, mengucapkan: LABBAIKALLAHUMMA HAJJAN.
3.  Lokasi pelaksanaan umrah mayoritas hanya dilaksanakan di Masjidil Haram (Thawaf, Sa’i, dan mencukur rambut). Sedangkan lokasi pelaksanaan Haji selain di Masjidil Haram juga di beberapa tempat yang lain, yaitu Arafah, Muzdalifah, dan Mina.
4.   Dalam umrah tidak ada aktivitas wukuf di Arafah, mabit dan wukuf di Muzdalifah, mabit dan melempar jumrah di Mina. Aktivitas tersebut hanya ada dalam haji. Sedangkan semua aktivitas dalam umrah ada juga di dalam haji (ihram, thawaf, sa’i, mencukur rambut bertahallul).
5. Masa pelaksanaan umrah bisa selesai dalam hitungan jam, yang meliputi perjalanan dari miqot menuju Masjidil Haram, ditambah aktivitas thawaf, sa’i, dan mencukur rambut (tahallul). Sedangkan aktivitas haji membutuhkan waktu beberapa hari, dari tanggal 8 Dzulhijjah sampai hari tasyriq (12 atau 13 Dzulhijjah).
6.   Tahallul dalam umrah hanya satu kali tahapan, yaitu mencukur rambut setelah thawaf dan sa’i. Dengan selesainya tahallul di umrah tersebut, diperbolehkan melakukan segala hal yang sebelumnya terlarang bagi orang yang berihram. Sedangkan tahallul dalam haji ada 2 tahapan, yaitu tahallul awwal dan tahallul ats-Tsaniy (tahallul sempurna). Semua jenis tahallul dalam haji itu hanya bisa tercapai sejak tanggal 10 Dzulhijjah. Tahallul awwal tercapai jika seseorang telah melempar jumrah al-Aqobah dan mencukur rambut. Setelah itu terpenuhi, boleh melakukan hal-hal yang sebelumnya terlarang dalam ihram, kecuali berhubungan suami istri. Sedangkan tahallul ats-Tsaniy adalah jika setelah tahallul awal itu selesai melakukan thawaf ifadhah (dan sa’i bagi haji tamattu’). Setelah tahallul ats-tsaniy ini boleh melakukan segala hal yang sebelumnya terlarang bagi orang yang berihram.
7. Aktivitas umrah semuanya dilakukan dalam kondisi ihram, sedangkan aktivitas haji ada yang bisa dilakukan dalam kondisi sudah terlepas dari ihram, yaitu mabit di Mina dan melempar jumrah di hari-hari tasyriq (bagi yang sudah tahallul di 10 Dzulhijjah).
8. Selama hidup Nabi shollallahu alaihi wasallam melakukan umrah 4 kali (H.R al-Bukhari dan Muslim dari Anas), sedangkan haji hanya sekali.
PERSAMAAN IBADAH UMRAH DENGAN HAJI
1. Sama-sama diwajibkan sekali seumur hidup bagi yang mampu (menurut pendapat yang rajih).
2. Sama-sama menjadi penghapus dosa (hadits Abu Hurairah riwayat al-Bukhari dan Muslim)
3. Keduanya adalah jihad bagi para wanita, orang yang lemah, dan orang-orang lanjut usia (H.R Ahmad dan anNasaai dari Abu Hurairah)
4. Sama dalam ketentuan syarat pelaksanaannya (Islam, berakal, baligh, merdeka, mampu, termasuk harus adanya mahram bagi wanita).
5. Menggunakan Masjidil Haram sebagai pelaksanaan sebagian aktivitas ibadahnya (thawaf dan sa’i).
6. Mulai diwajibkannya dalam Islam di tahun yang sama, yaitu tahun 9 Hijriyah (menurut pendapat yang rajih).
7. Sama dalam ketentuan miqot.
8. Sama dalam ketentuan larangan-larangan bagi orang yang berihram.
9. Sama dalam ketentuan larangan-larangan yang berkaitan dengan kemuliaan Tanah Haram. Kecuali bagi haji saat wukuf yang dilakukan di Arafah. Arafah bukanlah Tanah Haram.
10. Keduanya sama harus disempurnakan pelaksanaannya. Jika terhalang untuk melanjutkan setelah ihram, terkena dam/ penyembelihan hadyu (Q.S al-Baqoroh ayat 196)
11. Keduanya bisa dikerjakan dalam satu kunjungan safar, dengan melakukan haji tamattu’ atau qiran.
(dikutip dari buku "Hadiah untuk Ikhwan, Manasik Haji dan Umrah Menggapai Ridha arRahmaan", karya Abu Abdirrahman Sofian dan Abu Utsman Kharisman)

WA al I'tishom


Rabu, 07 Agustus 2019

ADAB BERGURAU ATAU BERCANDA

KETENTUAN DAN ADAB BERGURAU ATAU BERCANDA
1. Bergurau Hanya Saat Dibutuhkan, Tidak Sering atau Menjadi Mayoritas Isi Kehidupannya
وَلَا تُكْثِرِ الضَّحِكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ
Janganlah engkau banyak tertawa karena sesungguhnya banyak tertawa itu mematikan hati (H.R atTirmidzi, dihasankan Syaikh al-Albaniy)
Tujuan bergurau yang baik sebenarnya adalah untuk semakin merekatkan hubungan persaudaraan dengan sesama muslim, melapangkan dada, dan memasukkan kegembiraan ke hati mereka. Bergurau mestinya dilakukan dengan memperhatikan waktu dan kondisi yang sesuai. Dilakukan jika dibutuhkan saja. Jangan sampai menjadi mayoritas isi kehidupan seseorang.
2. Tidak Menjadikan Allah, al-Quran, Rasulullah, dan ajaran Dienul Islam sebagai Bahan Candaan
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآَيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ (65) لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ...(66)
Jika kalian bertanya kepada mereka, sungguh mereka akan berkata: Sesungguhnya kami hanyalah berbincang-bincang dan bermain-main. Katakanlah: Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya, dan Rasul-Nya kalian memperolok-olok? Janganlah kalian mohon maaf. Sungguh kalian telah kafir setelah keimanan kalian (Q.S atTaubah ayat 65-66)
Memperolok-olok Nama-Nama, dan Sifat-Sifat Allah, ajaran Islam, pahala, atau adzab yang diancamkan terkait suatu amalan tertentu adalah kekufuran.
Tidak boleh juga bergurau dengan isi gurauan yang mengandung dosa atau memutuskan silaturrahmi.
Ibnu Hibban rahimahullah menyatakan: “Candaan/ gurauan yang terpuji adalah yang tidak mengandung sesuatu yang dibenci Allah Azza Wa Jalla dan tidak mengandung dosa dan memutuskan silaturrahmi” (Roudhotul ‘Uqolaa’ wa Nuzhatul Fudholaa’ (1/77)).
3.  Tidak Ghibah terhadap Saudaranya Sesama Muslim
...وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
...dan janganlah sebagian kalian ghibah terhadap sebagian yang lain. Maukah kalian memakan daging saudaranya yang telah mati? Tentu itu suatu yang hal kalian benci. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Q.S al-Hujuraat ayat 12)
Ghibah adalah menyebutkan tentang keadaan saudara kita sesama muslim yang jika dia mendengar atau mengetahuinya, ia tidak akan suka. Sebagaimana hal itu disebutkan dalam hadits riwayat Muslim.
4.  Tidak Mengejek atau Mencela (Menjelek-jelekkan) Saudaranya
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengejek kaum yang lain. Bisa jadi yang diejek lebih baik dari mereka. Janganlah pula kaum wanita mengejek wanita lain. Bisa jadi (yang diejek) lebih baik dari mereka. Janganlah saling menjelek-jelekkan diri kalian. Jangan pula memberi gelar yang buruk satu sama lain. Seburuk-buruk nama adalah ‘fasiq’ setelah keimanan (kalian menjadi fasiq karena saling menjelek-jelekkan padahal kalian telah beriman, pent) . Barangsiapa yang tidak bertaubat (dari perbuatan-perbuatan dosa itu) maka mereka adalah orang-orang yang dzhalim (Q.S al-Hujuraat ayat 11)
سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ
Mencela seorang muslim adalah kefasikan dan memeranginya (mengangkat senjata untuk menyerangnya) adalah kekufuran (Muttafaqun alaih, dari Ibnu Mas’ud)
5.  Tidak Berdusta dalam Gurauan tersebut
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّكَ تُدَاعِبُنَا قَالَ إِنِّي لَا أَقُولُ إِلَّا حَقًّا
Dari Abu Hurairah –semoga Allah meridhainya- ia berkata: Mereka (para Sahabat) berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya anda juga bersenda gurau dengan kami? Nabi bersabda: (Ya, namun) Sesungguhnya tidaklah aku berkata (meski bergurau, pent) kecuali kebenaran (H.R atTirmidzi, dishahihkan Syaikh al-Albaniy)
Rasulullah shollallahu alaihi wasallam mengancam dengan kecelakaan, sampai 3 kali, bagi orang yang bercerita dusta dengan tujuan membuat tertawa orang lain.
وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ
Celaka bagi orang yang bercerita dengan berdusta untuk membuat suatu kaum tertawa. Celaka, sungguh celaka baginya (H.R Abu Dawud, atTirmidzi, Ahmad, dihasankan Syaikh al-Albaniy)
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا وَبِبَيْتٍ فِي وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِي أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ
Dari Abu Umamah –semoga Allah meridhainya ia berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Aku menjamin sebuah rumah (istana) di tepian Surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan meski ia benar. (dan aku menjamin) sebuah rumah (istana) di tengah Surga bagi orang yang meninggalkan dusta meski ia sedang bergurau. (dan aku menjamin) sebuah rumah (istana) di bagian paling tinggi di Surga bagi orang yang baik akhlaknya (H.R Abu Dawud, dihasankan Syaikh al-Albaniy)
6. Tidak Menertawakan Saudaranya yang Terkena Musibah
عَنِ الأَسْوَدِ قَالَ دَخَلَ شَبَابٌ مِنْ قُرَيْشٍ عَلَى عَائِشَةَ وَهِىَ بِمِنًى وَهُمْ يَضْحَكُونَ فَقَالَتْ مَا يُضْحِكُكُمْ قَالُوا فُلاَنٌ خَرَّ عَلَى طُنُبِ فُسْطَاطٍ فَكَادَتْ عُنُقُهُ أَوْ عَيْنُهُ أَنْ تَذْهَبَ. فَقَالَتْ لاَ تَضْحَكُوا فَإِنِّى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُشَاكُ شَوْكَةً فَمَا فَوْقَهَا إِلاَّ كُتِبَتْ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ وَمُحِيَتْ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةٌ ».
dari al-Aswad ia berkata: Para pemuda Quraisy masuk ke tempat Aisyah pada saat beliau berada di Mina. Mereka (para pemuda itu) tertawa. Aisyah berkata: Apa yang membuat kalian tertawa? Mereka berkata: Fulaan jatuh menimpa tali kemah hingga leher atau matanya hampir lepas. Aisyah berkata: Janganlah kalian tertawa. Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: << Tidaklah ada seorang muslim yang tertusuk duri atau yang lebih besar dari itu kecuali akan ditulis untuknya satu derajat dan dihapuskan darinya satu kesalahan >> (H.R Muslim)
Nabi juga melarang menertawakan kentut. Jika ada seseorang yang kentut (tanpa sengaja), jangan ditertawakan. Karena hal itu juga bisa menimpa kita. Suatu hal yang manusiawi, normal terjadi.
ثُمَّ وَعَظَهُمْ فِي ضَحِكِهِمْ مِنَ الضَّرْطَةِ وَقَالَ لِمَ يَضْحَكُ أَحَدُكُمْ مِمَّا يَفْعَلُ
Kemudian Nabi menasihati mereka karena menertawakan (suara) kentut. Beliau bersabda: Mengapa salah seseorang menertawakan sesuatu yang (bisa) juga dilakukan olehnya?! (Muttafaqun alaih, dari Abdullah bin Zam’ah)
7. Tidak Bergurau dengan Menakut-nakuti Saudaranya atau Menyembunyikan Miliknya
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى قَالَ حَدَّثَنَا أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُمْ كَانُوا يَسِيرُونَ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَامَ رَجُلٌ مِنْهُمْ فَانْطَلَقَ بَعْضُهُمْ إِلَى حَبْلٍ مَعَهُ فَأَخَذَهُ فَفَزِعَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يُرَوِّعَ مُسْلِمًا
Dari Abdurrahman bin Abi Lailaa ia berkata: telah menceritakan kepada kami para Sahabat Muhammad shollallahu alaihi wasallam bahwasanya mereka pernah berjalan (safar) bersama Nabi shollallahu alaihi wasallam. Kemudian tidurlah seorang laki-laki. Kemudian sebagian dari mereka pergi mengambil tali yang ada pada orang yang tidur tadi. Kemudian (setelah bangun) orang yang tidur itu merasa terkejut (takut). Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Tidak halal bagi seorang muslim menakut-nakuti muslim (yang lain)(H.R Abu Dawud, dishahihkan Syaikh al-Albaniy dan Syaikh Muqbil)
لَا يَأْخُذَنَّ أَحَدُكُمْ مَتَاعَ أَخِيهِ لَاعِبًا وَلَا جَادًّا
Janganlah sekali-kali salah seorang dari kalian mengambil barang (menyembunyikan) saudaranya secara main-main atau sungguhan (H.R Abu Dawud, dihasankan Syaikh al-Albaniy)
8. Tidak Bergurau dalam Urusan Akad Nikah, Thalaq, dan Rujuk
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ثَلَاثٌ جَدُّهُنَّ جَدٌّ وَهَزْلُهُنَّ جَدٌّ النِّكَاحُ وَالطَّلَاقُ وَالرَّجْعَةُ
Dari Abu Hurairah –semoga Allah meridhainya- bahwasanya Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Ada 3 hal yang jika seorang bersungguh-sungguh, terhitung sebagai suatu yang sungguh-sungguh. Jika ia main-main (bergurau), terhitung sungguh-sungguh, yaitu nikah, thalaq, dan rujuk (H.R Abu Dawud, atTirmidzi, Ibnu Majah, dishahihkan al-Hakim, dihasankan Syaikh al-Albaniy)
Suatu akad nikah yang terpenuhi syarat-syaratnya, meskipun mereka yang terlibat di dalamnya mengatakan: “kami hanya bergurau”, akad nikah itu terhitung sah.
Seorang suami yang menyatakan talak kepada istrinya, kemudian ia tertawa dan mengatakan: “aku tadi hanya bergurau”, telah jatuh talak untuk istrinya.
Hal-hal semacam ini tidak boleh dijadikan bahan gurauan.
(Abu Utsman Kharisman)

WA al I'tishom