Selasa, 30 Januari 2018

Haruskah Menunggu Mati Tuk Mempercayai

Haruskah Menunggu Mati Tuk Mempercayai

_renungkalah wahai saudaraku_

نَحْنُ جَعَلْنَاهَا تَذْكرةً 

_"Kami menjadikan api itu untuk peringatan"_
*(Al Waqiah : 73)*

Ditafsirkan oleh Al Imam Mujahid dan yang lainnya  ;

Yakni api di dunia mengingatkan api neraka

📚 Tafsir At Thobari 22 /355

👉🏼Para salaf jiwa mereka selalu diselimuti rasa takut dari api neraka..

💦Rasa takut membuat mereka tidak bisa tidur lelap

💦Rasa takut menahan mereka dari makan dan minum

🔥Bahkan ketakutan akan api neraka mengantarkan mereka kepada kematian seperti apa yang diriwayatkan tentang Ali bin Fudhail rahimahullah beliau wafat saat mendengarkan Firman Allah :

وَلَوْ تَرَى إِذْ وُقِفُوا عَلَى النَّارِ فَقَالُوا يَا لَيْتَنَا نُرَدُّ وَلَا نُكَذِّبَ بِآيَاتِ رَبِّنَا وَنَكُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ

_Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata, "Kiranya kami dikembalikan (ke dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang beriman"_

*( Al An' am 27)*

📚Siyar Alamin Nubalaa 8 / 446

☝🏽Lantas bagaimana keadaan kita sekarang , hati yg sakit bahkan mati yg tak lagi bisa mengambil pelajaran dari ayat - ayat Allah

🔓Telah hilang rasa takut, maka inikah gambaran nifaq yg ada dalam hati kita?

➰Kalaulah begitu,  maka sungguh benar perkataan Al Imam Hasan Al Bashri rahimahullah;

*Sesungguhnya orang munafiq walaupun api neraka berada di belakangnya,  tidaklah ia mempercayainya sampai api tersebut membakarnya*

📚Az Zuhd Lil Imam Ahmad 324

اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ وَعَمَلٍ، وَنَعُوْذُ بِكَ مِنْ سَخَطِكَ وَالنَّارِ وَنَسْأَلُكَ بِوَجْهِكَ الجَنَّةَ وَنَعُوْذُ بِوَجْهِكَ مِنَ النَّارِ

_“Ya Allah, kami mohon kepada-Mu surga dan semua amal baik perkataan maupun perbuatan yang bisa mendekatkan diri kami kepadanya serta mohon perlindungan-Mu dari neraka dan murkamu, dan kami mohon kepada-Mu surga dan mohon perlindungan dari neraka dengan Wajahmu._

Amiin ya mujiibas saailin

✍🏽Abul Fida' bin Anwar ستر الله عيبه

🏡Ma' had Nurus Sunnah Tegal
🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥
╚═══════
📡 *Publikasi Salafy Solo:*
📮 *Telegram* || https://t.me/salafysolo
╚═══════🔎📚

Senin, 29 Januari 2018

Al-Akram dan Al-Karim ~ Silsilah Kajian MENGENAL AL-ASMA'UL HUSNA

🌷 🌈 ☀️ 4⃣
〰〰〰〰〰
📚 🔍 Silsilah Kajian MENGENAL AL-ASMA'UL HUSNA
〰〰〰〰〰
🔰 Al-Akram dan Al-Karim 🔰
📝 Al-Akram adalah salah satu Al-Asma`ul Husna. Hal ini berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta'ala:
ﺍﻗْﺮَﺃْ ﻭَﺭَﺑُّﻚَ ﺍﻟْﺄَﻛْﺮَﻡُ
“Bacalah, dan Rabbmulah Al-Akram (Yang Maha Pemurah).” (Al-’Alaq: 3)
Dalam atsar Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Umar radhiyallahu 'anhuma disebutkan bahwa keduanya mengucapkan doa dalam sa’i antara Shafa dan Marwah:
“Wahai Rabb kami ampunilah dan rahmatilah, serta maafkanlah dari kesalahan yang Engkau ketahui, karena sesungguhnya Engkaulah Al-A’az (Yang Maha Mulia dan Perkasa) dan Al-Akram.” (Atsar riwayat Al-Baihaqi dalam As-Sunan, 5/95 dan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah mengatakan: Riwayat Ibnu Abi Syaibah (yakni dalam Al-Mushannaf) dengan sanad yang shahih dari keduanya. Lihat Manasik Al-Haj wal ‘Umrah hal. 28)
Nama Allah subhanahu wa ta'ala yang lain adalah Al-Karim ( ﺍﻟْﻜَﺮِﻳْﻢُ ), sebagaimana tersebut dalam firman-Nya:
ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟْﺈِﻧﺴَﺎﻥُ ﻣَﺎ ﻏَﺮَّﻙَ ﺑِﺮَﺑِّﻚَ ﺍﻟْﻜَﺮِﻳﻢِ
Wahai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Rabbmu Al-Karim?” (Al-Infithar: 6)
Masing-masing dari Al-Akram dan Al-Karim berasal dari akar kata Al-Karam yang memiliki beberapa makna dalam penggunaannya.
Abu Hilal Hasan bin Abdullah Al-‘Askari mengatakan: “…Dan kata Al-Karam berkembang dalam beberapa bentuk, sehingga Allah subhanahu wa ta'ala disebut Al-Karim dan maknanya adalah Al-’Aziz (Perkasa), dan itu termasuk shifat dzatiyyah (sifat yang senantiasa melekat pada-Nya). Di antara yang bermakna demikian adalah firman-Nya:
ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟْﺈِﻧﺴَﺎﻥُ ﻣَﺎ ﻏَﺮَّﻙَ ﺑِﺮَﺑِّﻚَ ﺍﻟْﻜَﺮِﻳﻢِ
“Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Rabbmu Al-Karim?” (Al-Infithar: 6)
yakni Yang Maha Perkasa yang tidak bisa dikalahkan.
Dan Al-Karim juga bisa bermakna Al-Jawwad yakni Yang Maha Memberi tanpa diminta. Bila demikian, maka itu termasuk shifat fi’liyyah (sifat Allah subhanahu wa ta'ala yang berkaitan dengan kehendak-Nya, kapan Ia berkehendak Ia akan melakukannya)….” (Al-Furuq hal. 143)
Dalam firman Allah subhanahu wa ta'ala:
ﺍﻗْﺮَﺃْ ﻭَﺭَﺑُّﻚَ ﺍﻟْﺄَﻛْﺮَﻡُ
“Bacalah, dan Rabbmulah Al-Akram (Yang Maha Pemurah).” (Al-’Alaq: 3)
nama Al-Akram menurut Al-Qurthubi rahimahullah sama dengan Al-Karim (Yang Maha Memberi). Adapun Al-Kalbi mengatakan: “Yakni Yang Maha Pemaaf atas kebodohan hamba-hamba-Nya, sehingga tidak segera menghukum mereka.”
Al-Qurthubi rahimahullah mengatakan, makna yang pertama lebih tepat (di sini) karena ketika Allah subhanahu wa ta'ala menyebutkan pada ayat sebelumnya tentang nikmat-nikmat-Nya, dengan itu Allah subhanahu wa ta'ala menunjukkan kedermawanan-Nya. (Tafsir Al-Qurthubi, 20/119-120. Lihat pula 19/245)
Ibnu Manzhur dalam kamus Lisanul ‘Arab mengatakan: “Al-Karim termasuk sifat dan nama Allah subhanahu wa ta'ala, artinya Yang banyak kebaikan-Nya, Yang Maha Memberi (tanpa diminta), yang tidak akan habis pemberian-Nya, Dialah Yang Maha Memberi secara mutlak.”
Az-Zajjaji mengatakan dalam buku Isytiqaq Asma`illah (hal. 174):
“Al-Karim berarti Al-Jawwad (Yang Maha Memberi tanpa diminta). Al-Karim juga berarti Al-‘Aziz (Yang Maha Perkasa) dan Ash-Shafuh (Yang Maha Pemaaf). Inilah tiga sisi makna kata Al-Karim dalam bahasa Arab. Boleh untuk menyifati Allah subhanahu wa ta'ala dengan semuanya. Di mana bila yang dimaksudkan dengan kata Al-Karim adalah Pemberi dan Pemaaf maka ini berkaitan dengan maf’ul bihi (obyek), karena harus ada yang ada yang diberi dan dimaafkan. Dan bila yang dimaksudkan adalah Perkasa maka tidak mesti membutuhkan maf’ul.”
As-Sa’di rahimahullah berkata: “Ar-Rahman, Ar-Rahim, Al-Barru, Al-Karim, Al-Jawwad, Ar-Ra`uf, dan Al-Wahhab. Nama-nama Allah subhanahu wa ta'ala ini makna-maknanya saling berdekatan, semuanya menunjukkan bahwa Ar-Rabb (Allah subhanahu wa ta'ala) bersifat kasih sayang, baik, dermawan dan memberi, dan menunjukkan keluasan rahmat serta pemberian-Nya yang menyeluruh kepada semua yang ada, sesuai dengan hikmah Allah, dan Ia khususkan kaum mukminin dengan bagian yang lebih sempurna.” (Taisir Al-Karimir Rahman hal. 946)
Berkaitan dengan nama Al-Akram, Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjelaskan ketika menafsirkan surat Al-’Alaq ayat 3-5:
“Allah subhanahu wa ta'ala menamai dan menyifati diri-Nya dengan sifat Al-Karam dan bahwa dia adalah Al-Akram, setelah Ia beritakan bahwa Ia menciptakan. Hal ini untuk menerangkan bahwa Ia memberikan nikmat kepada para makhluk serta menyampaikan mereka kepada tujuan yang mulia….
Penciptaan menunjukkan awal mulanya dan pemberian-Nya menunjukkan akhirnya, seperti dalam surat Al-Fatihah:
“Segala puji Rabb (Pencipta) sekalian alam.” Lalu mengatakan:
“Yang Maha Pengasih lagi Penyayang.”
Lafadz Al-Karam mencakup segala sesuatu yang baik dan terpuji, bukan dimaksudkan dengannya semata pemberian. Bahkan makna pemberian itu adalah pelengkap maknanya, karena berbuat yang baik kepada yang lain itu adalah merupakan kesempurnaan dan kebaikan. Sedangkan kedermawanan (Al-Karam) artinya adalah kebaikan yang banyak dan mudah… Dan Allah beritakan bahwa diri-Nya adalah Al-Akram (kata) dengan bentuk (isim) tafdhil (akram/ ﺃَﻛْﺮَﻡُ yang berarti lebih dermawan) yang juga diberi alif dan lam ta’rif (al/ﺍﻝ, sehingga menjadi Al-Akram). Yang seperti ini menunjukkan bahwa Dialah satu-satu-Nya yang Paling Dermawan. Beda halnya bila dikatakan ( ﻭَﺭَﺑُّﻚَ ﺃَﻛْﺮَﻡُ ) (tanpa alif dan lam ta’rif pada kata Akram), bentuk kata yang seperti itu tidak menunjukkan pembatasan (sifat tersebut hanya pada Allah subhanahu wa ta'ala).
Dan kata Al-Akram memberi faedah pembatasan (sifat sempurna tersebut hanya pada Allah subhanahu wa ta'ala).
Juga Allah subhanahu wa ta'ala tidak mengatakan “(Ia) lebih dermawan daripada ini….” Bahkan Allah subhanahu wa ta'ala menyebutkannya secara mutlak (paling dermawan/lebih dermawan, tanpa perbandingan, pent.) untuk menerangkan bahwa Dialah yang paling dermawan secara mutlak tanpa dibandingkan dengan sesuatu (tertentu). Itu menunjukkan bahwa Dia memiliki sifat kedermawanan yang sampai pada puncaknya yang tiada lagi di atas-Nya dan tiada kekurangan pada-Nya.” (Al-Fatawa, 16/293-296, dengan diringkas)
📌 Sumber Bacaan:
- Shifatullah Azza Wa Jalla Al-Waridah fil Kitabi Was Sunnah, hal. 211
- Syarh Asma`ullah Al-Husna karya Sa’id Al-Qahthani, hal. 149
- Tafsir As-Sa’di, hal. 946
- Majmu’ Al-Fatawa karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
- Al-Furuq Al-Lughawiyyah karya Abu Hilal Al-‘Askari
- Al-Jami’ li Ahkamil Qur`an (Tafsir Al-Qurthubi)
✏️ 💺Ditulis oleh: Al-Ustadz Qomar ZA, Lc ﺣﻔﻈﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ dan dikutip dari http://asysyariah.com/al-akram-dan-al-karim/
〰〰〰〰〰〰〰
📚 WA Salafy Kendari 📡

FAEDAH-FAEDAH FIQHIYAH DARI KITAB ‘UMDATUL AHKAM (14)

📚 FAEDAH-FAEDAH FIQHIYAH DARI KITAB ‘UMDATUL AHKAM 📚

🌹HADITS KEEMPATBELAS🌹

🔊 عَنْ أنَسٍ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ الله عَنْهُ، أنَّهُ قَالَ: "كَانَ رَسول الله يَدْخُلُ الخلاء فَأحْمِلُ أنَا وَغُلام نَحوِى إدَاوَةً مِنْ ماء وَعَنَزَةَ فَيَسْتَنْجِي بِاْلمَاء".

🔊 "Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pergi buang hajat, maka saya dan seorang pemuda sepertiku membawa satu ember berisi air dan kayu tombak, lalu beliau beristinja' dengan air." [HR. al-Bukhari dan Muslim]
—------------------------------------------------------------------------------------------

📬 Faedah yang terdapat dalam Hadits:
📎 1. Bolehnya beristinja' dengan menggunakan air.
Masalah: Beristinja' dari buang hajat ada tiga keadaan:
📌 a. Mencukupkan dengan air saja. Hal ini boleh, dengan dalil hadits Anas diatas.
📌 b. Mencukupkan dengan batu saja. Hal ini boleh sebagaimana yang ditunjukan dalam hadits Abu Hurairah yang telah lewat (lihat hadits keempat).
📌 c. Menggabungkan antara batu dan air ketika beristinja'. Dalam hal ini para ulama berselisih pendapat, namun pendapat yang kuat dan terpilih adalah hal tersebut tidak disunnahkan, karena tidak ternukilkan dalam hadits yang shahih bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjamak (menggabungkan) antara air dan batu ketika beristinja'. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Syaikh al-Albani dan Syaikh Muqbil.

🔊 Berkata Syaikh al-Albani: "Menjamak antara batu dan air, tidaklah sah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dan aku kuatir hal ini merupakan perbuatan Ghuluw (berlebihan) dalam agama ini".

🔊 Berkata Syaikh Muqbil: "Tidak sah satu hadits pun tentang menjamak antara batu dan air. Apakah perbuatan ini sampai pada derajat bid'ah? Tidak, namun sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Apabila ingin beristinja' dengan batu maka sah, demikian pula dengan air maka sah pula dan ini lebih utama serta lebih membersihkan".

🔐 Masalah: Manakah yang lebih utama, beristinja' dengan air atau dengan batu?
🔑 Pendapat yang kuat adalah dengan air, karena denganya lebih bersih dan tidak meninggalkan bekas dan bau, berbeda kalau beristinja' dengan batu. Ini adalah pendapat jumhur ulama, dan dipilih oleh asy-Syaukani dan Syaikh Muqbil.
📎 2. Wajib bagi siapa saja yang ingin buang hajat agar menutup auratnya dan jangan sampai tersingkap. Allah Ta'ala berfirman:

{قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ}

"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat." [QS. an-Nuur: 30]

Dalam hadits Abdullah bin Ja'far, ia berkata;

«وَكَانَ أَحَبَّ مَا اسْتَتَرَ بِهِ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِحَاجَتِهِ، هَدَفٌ أَوْ حَائِشُ نَخْلٍ»

"Sesuatu yang paling disukai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk dijadikan alat bersembunyi untuk menunaikan hajatnya adalah bangunan WC dan kebun pohon kurma." [HR. Muslim]

Dalam Hadits Mu'awiyah bin Haidah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

« احْفَظْ عَوْرَتَكَ إِلَّا مِنْ زَوْجَتِكَ أَوْ مَا مَلَكَتْ يَمِينُك ».

"Jagalah auratmu kecuali kepada istrimu atau budak yang kamu miliki." [HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah, dihasankan Syaikh al-Albani]

📋 Catatan:
Adapun apabila dia berada dipadang pasir atau yang semisalnya, tidak ada WC maupun tempat berlindung untuk buang hajat, maka hendaknya dia menjauh dari pandangan manusia. Sebagaimana hal ini ditunjukkan dalam hadits-hadits berikut ini;

عَنْ المُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ، قَالَ: كُنْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ، فَقَالَ: «يَا مُغِيرَةُ خُذِ الإِدَاوَةَ»، فَأَخَذْتُهَا، فَانْطَلَقَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى تَوَارَى عَنِّي، فَقَضَى حَاجَتَهُ.

"Dari al-Mughirah bin Syu'bah berkata, "Aku pernah bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam suatu perjalanan, beliau bersabda: "Wahai Mughirah, ambilkan segayung air." Aku lalu mencarikan air untuk beliau, dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pergi menjauh hingga tidak terlihat olehku untuk buang hajat". [Muttafqun 'alaihi]
عَنِ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ «أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا ذَهَبَ الْمَذْهَبَ أَبْعَدَ»

"Dari al-Mughirah bin Syu'bah bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam apabila hendak pergi untuk buang hajat, maka beliau menjauh". [HR. Abu Dawud, dishahihkan Syaikh al-Albani dan Syaikh Muqbil]
📎 3. Hendaknya seorang muslim terlebih dahulu mempersiapkan air atau batu untuk beristinja' disaat akan buang hajat.
📎 4. Boleh bagi seseorang meminta kepada orang lain untuk membantu dalam hajatnya, seperti mengambilkan air untuk berwudhu atau beristinja' atau yang lainnya.
📎 5. Membantu seorang ulama atau orang yang berilmu dalam menunaikan hajatnya adalah merupakan kemulyaan bagi seorang murid.
🔊 Berkata Abu Darda' radhiyallohu 'anhu:

"أَوَلَيْسَ عِنْدَكُمْ ابْنُ أُمِّ عَبْدٍ صَاحِبُ النَّعْلَيْنِ وَالوِسَادِ، وَالمِطْهَرَةِ"

"Bukankah bersama kalian disana ada Ibnu Ummu 'Abd, pembawa sepasang sandal (nabi shallallahu 'alaihi wasallam), pemilik tikar dan bejana? (maksudnya adalah Abdullah bin Mas'ud radliallahu 'anhu)". [HR. al-Bukhari]

Abu Darda' memuji Abdullah bin Mas'ud, karena dia menjadi pembantu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam menunaikan hajatnya.

🚪 Wallahu a’lam wal muwaffiq ila ash shawab.

=========================================
✒️ ditulis oleh Abu Ubaidah bin Damiri al-Jawi
📚 FORUM KIS 📚
📡 https://telegram.me/FORUMKISFIQIH

FAEDAH-FAEDAH FIQHIYAH DARI KITAB ‘UMDATUL AHKAM (12 - 13)

📚 FAEDAH-FAEDAH FIQHIYAH DARI KITAB ‘UMDATUL AHKAM 📚

🌹HADITS KEDUABELAS🌹

🔊 عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - «إذَا أَتَيْتُمْ الْغَائِطَ، فَلَا تَسْتَقْبِلُوا الْقِبْلَةَ بِغَائِطٍ وَلَا بَوْلٍ، وَلَا تَسْتَدْبِرُوهَا، وَلَكِنْ شَرِّقُوا أَوْ غَرِّبُوا».
قَالَ أَبُو أَيُّوبَ: " فَقَدِمْنَا الشَّامَ، فَوَجَدْنَا مَرَاحِيضَ قَدْ بُنِيَتْ نَحْوَ الْكَعْبَةِ، فَنَنْحَرِفُ عَنْهَا، وَنَسْتَغْفِرُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ".

🔊 Dari Abu Ayyub radhiyallahu 'anhu, ia berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila kalian mendatangi tempat buang hajat, maka janganlah kalian menghadap kiblat saat buang air besar atau buang air kecil dan jangan pula membelakanginya, tetapi menghadaplah ke timur atau ke barat."
Abu Ayyub berkata; "Saat kami mendatangi negeri Syam, kami mendapati WC (disana) dibangun menghadap kiblat, lalu kami berpaling darinya dan meminta ampun kepada Allah." [HR. al-Bukhary dan Muslim]

🌹HADITS KETIGABELAS🌹

🔊 عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - قَالَ: «رَقَيْتُ يَوْمًا عَلَى بَيْتِ حَفْصَةَ، فَرَأَيْتُ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يَقْضِي حَاجَتَهُ مُسْتَقْبِلَ الشَّامَ، مُسْتَدْبِرَ الْقِبْلَةِ».

🔊 Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma, ia berkata, "Suatu hari saya memanjat rumah Hafshah. Maka saya melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam duduk untuk buang hajat dalam keadaan menghadap Syam dan membelakangi kiblat." [HR. Al Bukhary – Muslim]
—-------------------------------------------------------------------------------------------------------------

📬 Faedah yang terdapat dalam Hadits:
📎 1. Larangan menghadap kiblat dan membelakanginya disaat buang hajat. Namun para ulama berbeda pendapat dari sisi hukumnya menjadi delapan pendapat sebagaimana disebutkan oleh asy-Syaukani dalam kitab Nailul Authar.
Adapun pendapat yang terkuat dan terpilih dari sekian pendapat yang ada adalah yang mengatakan bahwa hukumnya makruh.
📋 Alasan kami memilih pendapat ini adalah:
📌 a. Hukum asal suatu larangan adalah haram, namun telah datang hadits Ibnu 'Umar dan juga hadits Jabir yang memalingkan hukum dari haram menjadi makruh, karena perbuatan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam dua hadits ini memberikan faedah bahwa hal itu tidak dilarang.

«نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ بِبَوْلٍ، فَرَأَيْتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْبَضَ بِعَامٍ يَسْتَقْبِلُهَا»

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah melarang kami buang air kecil menghadap kiblat. Namun saya melihat beliau setahun  sebelum wafat, beliau kencing menghadap kiblat." [HR. Ahmad dan Ashhabus Sunan, kecuali an-Nasa'i. Hadits Jabir ini telah dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dan Syaikh Muqbil]

📌 b. Jika alasan dibedakannya hukum antara di WC dan padang pasir karena di WC terhalangi oleh tembok sehingga tidak menghadap kiblat atau membelakanginya secara langsung disaat buang hajat, maka dijawab: bukankah orang yang buang hajat di padang pasir atau yang semisalnya juga terhalangi oleh gunung atau gedung-gedung atau pohon-pohon yang berada antara dia dengan kiblat?!

📌 c. Adapun yang mengklaim bahwa perbuatan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam itu adalah khushushiyah (kekhususan) untuk beliau, maka ini adalah pengklaiman tanpa didasari dengan dalil, karena hukum asal apa saja yang datang dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah untuk dicontoh, sebagaimana firman Allah ta'ala:

{لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا}

"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah." [QS. al-Ahzab: 21]

{وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا}

"Apa yang datang dari Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah". [QS. al-Hasyr: 7]

🔐 Masalah: Hukum buang hajat dengan menghadap Baitul Maqdis atau membelakanginya?
🔑 Pendapat yang terpilih adalah boleh, tidak ada kemakruhan padanya. Ini adalah pendapat jumhur ulama. Adapun hadits Ma'qil bin Abi Ma'qil adalah lemah, ia berkata:

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَتَيْنِ بِبَوْلٍ أَوْ غَائِط

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang kita menghadap dua kiblat (Makkah dan Baitul Maqdis) pada saat buang air besar atau buang air kecil." [HR. Abu Dawud, didha'ifkan Syaikh al-Albani, karena pada sanadnya terdapat perawi bernama Abu Zaid, yang mana dia adalah perawi yang mungkar]

🔐 Masalah: Hukum Istinja setelah buang hajat dengan menghadap kiblat atau membelakanginya?
🔑 Tidak ada dalil yang jelas menunjukan larangan hal ini. Ini adalah pendapat jumhur ulama.

📎 2. Berkata Ibnu Hajar rahimahullah: "Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma tidaklah bermaksud ingin mengawasi (perbuatan) Nabi shallallahu 'alaihi wasallam disaat itu, tidaklah dia naik atap tersebut melainkan karena kebetulan ada hajat yang darurat, hal ini sebagaimana yang ditunjukan dalam suatu riwayat dengan lafal "(kebetulan) aku menoleh sebentar" yaitu pada riwayat al-Baihaqi dari jalan Nafi' dari Ibnu 'Umar. Ya, telah tersepakati dari riwayat yang ada bahwa hal ini bukan kesengajaan, sehingga karena tidak ingin kehilangan faedah, maka beliau menjaga hukum syar'i ini (untuk disampaikan). [Fathul Bari 1/247]

🚪 Wallahu a’lam wal muwaffiq ilash shawab.

=========================================
✒️ ditulis oleh Abu Ubaidah bin Damiri al-Jawi
📚 FORUM KIS 📚
📡 https://telegram.me/FORUMKISFIQIH

Minggu, 28 Januari 2018

TANDA-TANDA TUKANG SIHIR

✋🏻⚠💥‼ *TANDA-TANDA TUKANG SIHIR*

✍🏻 Asy-Syaikh Doktor Khalid bin Dhahwi Azh-Zhafiri _hafizhahullah:_

*بسم الله الرحمن الرحيم .*
*الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن اتبع هداه؛ أما بعد.*

❶ - ﺃﻥ ﻳﺘﻤﺘﻢ ﺑﻜﻠﻤﺎﺕ ﻻ ﺗُﻔﻬﻢ، ﺗﺴﻤﻌﻪ ﻳﺘﻜﻠﻢ ﻛﻼﻡ ﻃﻼﺳﻢ، ﻻ ﺗﻌﺮﻑ ﻣﺎﺫﺍ ﻳﻘﻮﻝ، ﻓﺎﻋﻠﻢ ﺃﻥ ﻫﺬﺍ ﺳﺎﺣﺮ، ﻭﺃﻥ ﻫﺬﻩ ﺍﺳﺘﻐﺎﺛﺎﺕ ﺑﺎﻟﺠﻦ ﻭﺍﻟﺸﻴﺎﻃﻴﻦ

1. Dia komat-kamit membaca kata-kata yang tidak bisa dipahami, engkau mendengarnya dia berkata dengan perkataan rajah mereka. Engkau tidak tahu apa yang dia ucapkan
Maka ketahuilah sesungguhnya ia ini tukang sihir. Sesungguhnya ini  perbuatan istighatsah (minta tolong) dengan jin dan setan.

❷ - ﺇﺫﺍ ﺳﻤﻌﺘﻪ ﻳﻨﺎﺩﻱ ﻏﻴﺮ ﺍﻟﻠﻪ، ﺃﻭ ﻳﺪﻋﻮ ﺍﻟﺠﻦ ﺍﻟﻔﻼﻧﻲ، ﺃﻭ ﻳﻨﺎﺩﻱ ﺍﻟﺸﺨﺺ ﺑﺎﺳﻤﻪ، ﻓﻬﺬﺍ ﺳﺎﺣﺮ

2. Jika engkau mendengar dia menyeru selain Allah, atau menyeru jin fulan atau menyeru seseorang dengan namanya. Maka ini adalah tukang sihir.

❸ - ﺇﺫﺍ ﻃﻠﺐ ﻣﻨﻚ ﺗﺒﻴﻴﺖ ﺷﻲﺀٍ ﻋﻨﺪﻩ، ﻳﻘﻮﻝ ﻟﻚ: ﺿﻊ ﻋﻨﺪﻱ ﺍﻟﻐﺘﺮﺓ، ﺃﻭ ﺍﻟﺸﻤﺎﻍ، ﺧﻞِّ ﻋﻨﺪﻱ ﺍﻟﻔﺎﻧﻴﻠﺔ، ﺧﻞِّ ﻋﻨﺪﻱ ﺍﻟﺜﻮﺏ، ﺃﻭ ﺃﻧﺖ ﺑﻨﻔﺴﻚ ﺑِﺖْ ﻋﻨﺪﻱ ﻟﻴﻠﺔ، ﻓﺎﻋﺮﻑ ﺃﻥ ﻫﺬﺍ ﺳﺎﺣﺮ.

3. Jika ia meminta dari dirimu untuk menginapkan sesuatu dirumahnya. Ia mengatakan kepadamu: "Letakkan sorban putihmu atau sorban merahmu disisiku, atau biarkan jubah putihmu, atau engkau sendiri bermalam dirumahku semalam. Maka ketahuilah sesungguhnya ia adalah tukang sihir.

❹ - ﺇﺫﺍ ﺳﺄﻝ ﻋﻦ ﺍﺳﻢ ﺍﻷﻡ ﻓﺎﻋﺮﻑ ﺃﻧﻪ ﺳﺎﺣﺮ

4. Jika ia meminta nama ibu, maka ketahuilah dia adalah tukang sihir.

❺ - ﺇﺫﺍ ﻗﺎﻝ ﺍﻏﻤﺾ ﻋﻴﻨﻴﻚ ﻭﺃﺧﺒﺮﻧﻲ ﻣﺎﺫﺍ ﺗﺮﻯ؟ ﻓﺎﻋﻠﻢ ﺃﻧﻪ ﺳﺎﺣﺮ.

5. Jika ia mengatakan: Pejamkan kedua matamu, dan kabarkanlah kepadaku apa yang engkau lihat? Ketahuilah ia adalah seorang tukang sihir.

➏ - ﺇﺫﺍ ﻗﺎﻝ ﻟﻚ ﻋﻨﺪﻱ ﻗﺮﻳﻦ ﻣﻦ ﺍﻟﺠﻦ ﻳﺴﺎﻋﺪﻧﻲ، ﻳﺨﺪﻉ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻓﻬﺬﺍ ﺳﺎﺣﺮ.

6. Jika ia mengatakan kepadamu: "Aku memiliki qarin (teman) dari bangsa jin yang membantu saya. Ia menipu manusia, maka ini adalah tukang sihir.

ﻓﺈﺫﺍ ﺭﺃﻳﺖ ﻣﻨﻪ ﺃﻱ ﺃﻣﺮٍ ﺗﺴﺘﻐﺮﺑﻪ ﺃﻭ ﺗﺴﺘﻨﻜﺮﻩ، ﻓﻼﺑﺪ ﻋﻠﻰ ﺍﻹﻧﺴﺎﻥ ﻣﻦ ﺍﻟﺤﺬﺭ ﻭﺍﻻﻧﺘﺒﺎﻩ؛ ﻷﻥ ﺍﻷﻣﺮ ﺧﻄﻴﺮ ﻓﻲ ﺍﻹﺗﻴﺎﻥ ﺇﻟﻰ ﻣﺜﻞ ﻫﺆﻻﺀ .

Jika engkau melihat darinya ada suatu permintaan yang engkau lihat aneh dan mungkar. Maka seorang insan harus berhati-hati dan waspada. Karena perkara tersebut berbahaya untuk didatangkan kepada semisal orang tadi.

➐ - ﺇﺫﺍ ﺃﺧﺒﺮﻙ ﻋﻦ ﺃﻣﺮ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﻐﻴَّﺒﺎﺕ ﻳﻘﻮﻝ ﻟﻚ: ﺍﻟﺴﺤﺮ ﺍﻟﻔﻼﻧﻲ ﻣﻮﺟﻮﺩ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻮﻗﻊ ﺍﻟﻔﻼﻧﻲ

7. Jika dia mengabarkan kepadamu sesuatu dari perkara ghaib, ia mengatakan kepadamu: "Sihir yang ini ada di tempat yang ini."

❽ - ﺃﻭ ﺳﺤﺮﻙ ﻓﻼﻥ ﻭﻋﻼﻥ ﻓﺎﻋﺮﻑ ﺃﻥ ﻫﺬﺍ ﺳﺎﺣﺮ ﻳﺴﺘﻌﻴﻦُ ﺑﺎﻟﺠﻦ ﻭﺍﻟﺸﻴﺎﻃﻴﻦ

8. Atau mengatakan: Si Fulan atau Alan telah menyihirmu. Maka ketahuilah sesungguhnya ia adalah tukang sihir yang minta tolong kepada jin atau setaan.

❾ - ﺇﺫﺍ ﺃﻋﻄﺎﻙ ﺷﻴﺌًﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﺤُﺠُﺐ ﻳﺴﻤﻰ " ﺍﻟﺤﺠﺎﺏ" ﻣﻜﺘﻮﺏ ﻓﻴﻪ ﺍﻟﻄﻼﺳﻢ، ﻭﻛﻠﻤﺎﺕ، ﻭﺃﺳﻤﺎﺀ ﻏﻴﺮ ﻣﻔﻬﻮﻣﺔ، ﻓﻬﺬﺍ ﺃﻳﻀًﺎ ﺩﺍﺧﻞٌ ﻓﻲ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺒﺎﺏ

9. Jika ia memberimu sejenis tirai yang dinamakan hijab, tertulis disana rajah-rajah dan kata-kata dan nama-nama yang tidak bisa dipahami. Ini juga masuk dalam bab ini (penyihir).

❿ - ﺇﺫﺍ ﻗﺎﻝ ﻟﻚ ﻋﻨﺪﻱ ﺭُﻗﻴﺔ ﻻ ﺃﺳﺘﻄﻴﻊ ﺃﻥ ﺃﺧﺒﺮ ﺑﻬﺎ ﺃﺣﺪًﺍ، ﻭﺇﺫﺍ ﺃﺧﺒﺮﺕ ﺑﻬﺎ ﺃﺣﺪًﺍ ﻓﺴﺪﺕ، ﻓﻬﺬﺍ ﻟﻴﺲ ﻋﻠﻰ ﻫﺪﻯ ﺑﻞ ﻫﻮ ﺩﺍﺧﻞٌ ﻓﻲ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺒﺎﺏ؛ ﻷﻥ ﻛﺜﻴﺮًﺍ ﻣﻦ ﻫﺆﻻﺀ ﺇﺫﺍ ﺃﺧﺮﺟﻮﺍ ﺭُﻗﺎﻫﻢ ﻭﻣﺎ ﻛﺎﻧﻮﺍ ﻳﺴﺘﺨﺪﻣﻮﻧﻪ ﻭُﺟﺪ ﻓﻴﻪ ﺩﻋﺎﺀ ﻏﻴﺮ ﺍﻟﻠﻪ -ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ ﻭﺗﻌﺎﻟﻰ-، ﻳﺎ ﻓﻼﻥ ﻭ ﻳﺎ ﻓﻼﻥ ﻣﻦ ﺍﻟﺠﻦ، ﻓﻼ ﻳﺨﺒﺮﻪ ﺃﺣﺪًﺍ، ﺣﺘﻰ ﻻ ﻳُﻔﻀﺢ ﺃﻣﺮﻫﻢ .

10. Jika ia berkata kepadamu: "Aku memiliki ruqyah yang aku tidak bisa mengabarkannya kepada siapapun. Jika aku mengabarkannya kepada siapapun maka akan rusak mantranya. Maka orang ini tidak diatas petunjuk, bahkan dia termasuk dalam bab ini (penyihir). Karena kebanyakan mereka ini jika mengeluarkan ruqyah mereka dan apa yang mereka pergunakan didapati disana isinya;  berdoa kepada selain Allah Taala. Wahai fulan atau wahai alan dari bangsa jin. Maka ia tidak akan mengabarkan kepada siapapun sehingga tidak terbongkar perkara mereka.

📚 *Sumber* || http://aldhafiri.net/?p=954

🌏 *Kunjungi* || http://forumsalafy.net/tanda-tanda-tukang-sihir

APAKAH YANG DIMAKSUD DENGAN MADZHAB SALAFY?

❓ *APAKAH YANG DIMAKSUD DENGAN MADZHAB SALAFY?*

💺 Mufti: Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah

❓ Pertanyaan:

1⃣. Sering terulang di lisan-lisan sebagian manusia ucapan bahwa si fulan ini seorang Salafy, sedangkan fulan yang ini bukan Salafy. Maka apakah yang dimaksud dengan madzhab Salafy?

2⃣. Siapakah orang yang terdepan yang mengajak pada madzhab ini di kalangan ulama kaum muslimin?

3⃣. Apakah boleh menamakan mereka dengan Ahlussunnah wal Jama'ah atau al-Firqatun Najiyah (golongan yang selamat)?

4⃣. Lalu apakah pernyataan begini tidak teranggap sebagai bentuk merekomendasi diri (yang dilarang)?

📌 Jawaban:

1⃣. Yang dimaksud dengan madzhab Salafy adalah apa (madzhab) yang ditempuh oleh para Salaf (pendahulu) ummat ini dari kalangan sahabat, tabi'in, dan para imam yang mu'tabar, berupa aqidah yang shahih, manhaj yang selamat, iman yang jujur, dan berpegang erat dengan Islam, baik dalam aqidah, syari'at, adab, dan suluk (tingkah laku). Berbeda dengan apa yang ditempuh para ahlul bid'ah, orang-orang yang menyimpang, dan orang-orang yang merusak.

2⃣. Dan orang yang terdepan dalam mengajak kepada madzhab Salaf adalah para imam yang empat, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan murid-muridnya, asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan murid-muridnya, dan selain mereka dari setiap orang yang melakukan perbaikan dan mujaddid (pembaharuan), dimana tidak ada satu pun zaman yang kosong dari orang yang tegak dengan membawa hujjah karena Allah.

3⃣. Tidak mengapa menamakan mereka dengan Ahlussunnah wal Jama'ah. Untuk membedakan antara mereka dengan para pengikut madzhab yang menyimpang.

4⃣. Dan hal ini bukanlah termasuk perbuatan mentazkiyah (rekomendasi) diri (yang dilarang). Ini hanyalah bagian dari upaya untuk membedakan antara ahlul haq dengan ahlul batil.

📚 Sumber: al-Muntaqa Min Fatawa asy-Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah

🍋 Thuwailibul 'Ilmisy Syar'i (TwIS)

🖊 Abu Abdillah Rahmat

🔎 Muraja'ah: Al-Ustadz Kharisman hafizhahullah

🗓 10 Jumadal Ula 1439
       28 Januari 2018

🇸🇦 Arabic

📌 المقصود بالمذهب السلفــي

  ❐ للشَّيخ العـــلّامہ
صَالِــح بنُ فَوزان الــفَوزَان
         حَـفظہُ الله تـعالــى -

السؤال
يتردَّد على ألسنة بعض الناس أن فلانًا هذا سلفي، وفلانًا غير سلفي؛ فما المقصود بالمذهب السلفي‏؟‏ ومن أبرز من دعا إليه من علماء المسلمين‏؟‏ وهل يمكن تسميتهم بأهل السنة والجماعة أو الفرقة الناجية‏؟‏ ثم ألا يُعتبَرُ هذا من باب التّزكية للنفس‏؟‏ .

الجَــــــوَابُ :
المقصود بالمذهب السّلفي هو ما كان عليه سلف هذه الأمة من الصحابة والتابعين والأئمة المعتبرين من الاعتقاد الصّحيح والمنهج السّليم والإيمان الصّادق والتمسُّك بالإسلام عقيدة وشريعة وأدبًا وسلوكًا؛ خلاف ما عليه المبتدعة والمنحرفون والمخرِّفون‏.‏

ومن أبرز من دعا إلى مذهب السّلف الأئمة الأربعة، وشيخ الإسلام ابن تيميَّة، وتلاميذه، والشيخ محمد بن عبد الوهَّاب، وتلاميذه، وغيرهم من كلّ مصلح ومجدِّد، حيث لا يخلو زمان من قائم لله بحجَّةٍ‏.‏

ولا بأس من تسميتهم بأهل السنة والجماعة؛ فرقًا بينهم وبين أصحاب المذاهب المنحرفة‏.‏

وليس هـذا تزكية للنفس، وإنّما هو من التمييز بيـن أهل الحق وأهل الباطل‏. 

📓📔 المُنتقى من فتاوى العلّامة الفوزان

تطبيق فتاوى الشيخ الفوزان على الأندرويد. للتحميل:

https://play.google.com/store/apps/details?id=com.wahid.fawzan

Al-A’la ~ Silsilah Kajian MENGENAL AL-ASMA'UL HUSNA

🌷 🌈 ☀️ 3⃣
〰〰〰〰〰
📚 🔍 Silsilah Kajian MENGENAL AL-ASMA'UL HUSNA
〰〰〰〰〰

🔰 Al-A’la 🔰

📝 Di antara Al-Asma`ul Husna (nama-nama yang paling baik bagi Allah azza wa jalla) adalah Al-A’la yang berarti Yang Maha Tinggi. Nama Allah azza wa jalla lain yang semakna adalah Al-’Aly dan Al-Muta’al.

Adapun dalil yang menunjukkan nama-nama tersebut adalah sebagai berikut:

1. Firman Allah azza wa jalla:

سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى

“Sucikanlah nama Rabbmu Yang Maha Tinggi.” (Al-A’la: 1)

2. Firman Allah azza wa jalla:

وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ

“Dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (Al-Baqarah: 255)

3. Firman Allah azza wa jalla:

عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ الْكَبِيرُ الْمُتَعَالِ

“Yang mengetahui semua yang ghaib dan yang nampak; Yang Maha Besar lagi Maha Tinggi.” (Ar-Ra’du: 9)

Adapun dari hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagaimana berikut:

1. Sahabat Hudzaifah radhiyallahu 'anhu berkata:

كَانَ -يَعْنِي النَّبِيَّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- يَقُولُ فِي رُكُوعِهِ: سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيْمِ؛ وَفِي سُجُودِهِ:سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلأَعْلَى

“Adalah Nabi dalam rukuknya membaca ‘subhana rabbiyal-azhim’ (Maha Suci Rabb-ku Yang Maha Agung); dan dalam sujudnya subhana rabbiyal a’la (Maha Suci Rabb-ku Yang Maha Tinggi).” [Shahih, HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa`i, Ibnu Majah, dan Ahmad. Dishahihkan oleh At-Tirmidzi dan Al-Albani dalam Irwa’ul Ghalil no. 333; Shahih Sunan Abu Dawud no. 871]

2. Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:

كَلِمَاتُ الْفَرَجِ:

“Kalimat-kalimat untuk jalan keluar:

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ الْحَلِيْمُ الْكَرِيْمُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ الْعَلِيُّ الْعَظِيْمُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ

‘Tiada Ilah yang benar kecuali Allah yang Maha Pemaaf dan Maha Pemurah serta Mulia, Tiada Ilah yang benar kecuali Allah yang Maha Tinggi dan Maha Agung Tiada Ilah yang benar kecuali Allah Rabb sekalian langit yang tujuh dan Rabb Arsy yang agung’.” (Shahih, HR. Ibnu Abid-dunya dan Al-Khara`ithi. Lihat Ash-Shahihah no. 2045)

Ketinggian Allah subhanahu wa ta'ala mencakup tiga macam ketinggian:

1. ‘Uluwwul-qadr atau uluwwush-shifat

2. ‘Uluwwul-qahr

3. ‘Uluwwudz-dzat.

‘Uluwwul-qadr atau ‘uluwwush-shifat, artinya Ia tinggi/ suci dari segala kekurangan dan aib, serta milik-Nya lah seluruh sifat kesempurnaan. Demikian juga apa yang Allah azza wa jalla miliki dari sifat-sifat itu adalah yang paling tinggi dan paling sempurna.

‘Uluwwul-qahr artinya Dia yang unggul di atas selain-Nya dan mengalahkan serta mengatur selain-Nya.

‘Uluwwudz-dzat artinya ketinggian Dzat Allah azza wa jalla di atas seluruh makhluk-Nya. Hal itu karena Allah azza wa jalla di atas ‘Arsy-Nya (singgasana-Nya), terpisah dari makhluk-Nya, tidak menyatu atau melebur pada diri makhluk-Nya. Sebagaimana firman-Nya:

إِنَّ رَبَّكُمُ اللهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ

“Sesungguhnya Rabb kalian ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari, kemudian Dia naik di atas ‘Arsy untuk mengatur segala urusan.” (Yunus: 3)

Dari sini, sangatlah keliru bila dikatakan bahwa Allah azza wa jalla ada di mana-mana.

Ahlus Sunnah wal Jamaah meyakini segala macam sifat ketinggian Allah azza wa jalla karena semuanya disebutkan dalam Al-Qur`an dan Al-Hadits.

📌 Kesalahan dalam Memahami Nama Al-A’la

Sementara ahli bid’ah tidak mengimani ketinggian Dzat-Nya. Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa Allah subhanahu wa ta'ala menyatu dengan makhluk-Nya, sehingga dari sini -disadari atau tidak- muncul pernyataan bahwa ‘Allah di mana-mana’.

Ada pula yang beranggapan bahwa Allah azza wa jalla menitis pada makhluk-Nya atau sebagian makhluk-Nya.

Ada pula yang mengatakan bahwa Allah azza wa jalla tidak bersambung dengan alam, tidak pula terpisah darinya.

Keyakinan ahli bid’ah dengan pelbagai macamnya tadi merupakan keyakinan yang bertentangan dengan dalil dari Al-Qur`an maupun As-Sunnah yang sahih. Maha Suci Allah dari apa yang mereka katakan.

📌 Faedah Mengimani Nama Ini

Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin mengatakan: Bila seseorang mengetahui bahwa Allah subhanahu wa ta'ala di atas segala sesuatu, maka dia akan tahu kadar kekuasaan-Nya terhadap makhluk-Nya sehingga ia akan takut kepada Allah k dan mengagungkan-Nya. Dan bila seseorang takut kepada Rabbnya sekaligus mengagungkan-Nya maka diapun akan akan bertaqwa kepada-Nya dan melaksanakan kewajiban-Nya serta meninggalkan larangan-Nya.

📌 Sumber Bacaan:

– Shifatullah Azza Wa Jalla Al-Waridah fil Kitabi Was Sunnah, hal. 186

– Syarh Al-Wasithiyyah karya Ibnu Utsaimin, hal. 140 dan 340

– Syarh Al-Wasithiyyah karya Muhammad Al-Harras, hal. 91

– Syarh An-Nuniyyah karya Muhammad Al-Harras, hal. 65 dan 68

– At-Tanbihat As-Sunniyyah, hal. 51

– Syarh Asma`ullah Al-Husna karya Sa’id Al-Qahthani, hal. 78

– Tafsir As-Sa’di, hal. 946

– Muqaddimah Mukhtashar Al-‘Uluw, hal. 52-53

✏️ 💺Ditulis oleh: Al-Ustadz Qomar ZA, Lc حفظه الله تعالى dan dikutip dari http://asysyariah.com/al-ala/

〰〰〰〰〰〰〰
📚 WA Salafy Kendari 📡

Sabtu, 27 Januari 2018

MENJAGA BUAH HATI AGAR TETAP DIATAS FITRAH SUCI

📄🌳🌱📃 MENJAGA BUAH HATI AGAR TETAP DIATAS FITRAH SUCI (1)

✍🏻 Oleh: al-Ustadz Abu Abdillah Majdiy hafizhahullah

Setiap bayi terlahir ke bumi di atas fitrah suci. Sebuah fitrah yang mengakui bahwa Allah sang Pencipta, Pemberi rezeki dan Pengatur alam semesta. Sebuah fitrah yang mengharuskan seseorang beribadah hanya kepada Allah semata. Dialah satu-satunya Dzat yang berhak diibadahi. Tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Dia. Hanya saja, orang tua yang kemudian mengambil peran. Apakah orang tua tetap menjaga fitrah suci itu, ataukah sebaliknya.

▪️ Buah Hati dan Fitrah Suci

Pembaca yang kami hormati, itulah makna firman Allah,

“Dan (ingatlah), ketika Rabb-mu mengeluarkan keturunan anak-anak   Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian  terhadap jiwa mereka, “Bukankah  Aku  ini   Rabb kalian?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau adalah Rabb kami), kami menjadi saksi.” (al-A’raf: 172)

Dalam ayat lain, dinyatakan (artinya),

“Hadapkanlah wajahmu kepada agama yang hanif (menghadap kepada Allah dan berpaling dari selain-Nya). Itulah fitrah Allah yang manusia diciptakan di atasnya.” (ar-Rum: 30)

Oleh karena itu, Rasulullah ﷺ bersabda,

كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى اْلفِطْرَةِ -وَفِيْ رِوَايَةٍ: عَلَى هَذِهِ الْمِلَّةِ-

“Setiap anak terlahir di atas fitrah.” Dalam riwayat lain, “Di atas agama ini (Islam).” (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)

▪️ Peran Utama Orang Tua

Itulah fitrah suci yang manusia diciptakan di atasnya. Namun, pada fase berikutnya, orang tua yang memiliki banyak peran terhadap terjaganya fitrah tersebut. Apakah orang tua mempertahankan fitrah tersebut atau justru merubahnya.

Makanya, dalam lanjutan hadits di atas, Rasulullah mengatakan, “Kedua orang tuanya yang akan menjadikan anak tersebut menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi.” Dari sinilah, peran orang tua sangat besar sekali. Baiknya orang tua menjadi kebaikan bagi anaknya.

📝 Bersambung In Syaa Allah...

🖨 Sumber: Buletin al-Ilmu Edisi 15 / Tema: Keluarga / 1438 H

📝🎨📡 Majmu'ah Tarbiyatul Aulad
📟 Channel Telegram: t.me/TarbiyatulAulad

▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️

📃🌳🌱📄 MENJAGA BUAH HATI AGAR TETAP DIATAS FITHRAH SUCI (2)

✍🏻 Oleh: Al-Ustadz Abu Abdillah Majdiy hafizhahullah

Pembaca rahimakumullah, kita akan menyimak bimbingan salah satu orang tua terbaik dalam menjaga sang buah hati agar tetap di atas fitrah suci. Dia bukan seorang nabi, bukan pula seorang rasul. Akan tetapi namanya diabadikan sebagai salah satu nama surah dalam al-Qur’an. Bahkan, nasehat-nasehatnya menjadi rangkaian ayat dalam surah tersebut. Benar, dia adalah Luqman al-Hakim.

Nasehat Luqman al-Hakim tersebut terdapat dalam surah Luqman ayat 13 – 19. Mari kita simak beberapa nasehat tersebut. Semoga kita bisa meneladani Luqman dalam mendidik putra dan putri. Allah berfirman,

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ (13) وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ (14)

"Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: 'Wahai anakku, janganlah kamu berbuat syirik (mempersekutukan) Allah, sesungguhnya kesyirikan itu benar-benar kezhaliman yang besar. Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu." (Luqman: 13-14)

Pembaca, melalui dua ayat ini, tersirat pesan bahwa orang tua wajib menjaga fitrah suci sang buah hati. Setidaknya 3 poin penting yang dikandungnya, yaitu:

1) Tetap bertauhid kepada Allah
2) Jangan berbuat syirik
3) Berbakti kepada orang tua

📝 Bersambung In Sya Allah ...

🖨  Sumber: Buletin al-Ilmu Edisi 15 / Tema Keluarga / 1438 H

📝🎨📡 Majmu'ah Tarbiyatul Aulad
📟 Channel Telegram: t.me/TarbiyatulAulad

▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️

📃🌳🌱📄 MENJAGA BUAH HATI AGAR TETAP DIATAS FITHRAH SUCI (3)

✍🏻 Oleh: Al-Ustadz Abu Abdillah Majdiy hafizhahullah

Tauhid, wasiat pertama

Nasehat pertama adalah perintah agar anak tersebut hanya beribadah kepada Allah semata serta larangan dari perbuatan syirik. Itulah pondasi utama dalam hidup manusia.

Sejak dini, ditanamkan kepada diri anak agar selalu kembali kepada Allah. Ditanamkan kepada anak bahwa Allah satu-satunya Dzat yang berhak diibadahi. Dia-lah tempat meminta, bukan yang lainnya.

Ditanamkan pula kepada anak, bahwa Allah Maha Mengetahui perbuatan hamba. Dengan begitu, sang anak akan menjadi shalih dimanapun dia berada. Ia merasa diawasi oleh Allah. Si anak tidak akan mengambil barang orang lain sembunyi-sembunyi, karena ia sadar bahwa Allah melihatnya.

Sikap ini –muraqabah/merasa diawasi Allah– harus ditanamkan sejak dini. Berapa banyak anak berbuat jelek ketika tidak mendapat pengawasan dari orang tua atau pengajar. Orang tua dan pengajar bisa lengah dan lalai dalam mengawasi. Karena mereka adalah manusia biasa. Sedangkan Allah tidak pernah lalai.

📝 Bersambung In Sya Allah...

🖨 Sumber: Buletin al-Ilmu Edisi 15 / Tema Keluarga / 1438 H

📝🎨📡 Majmu'ah Tarbiyatul Aulad
📟 Channel Telegram: t.me/TarbiyatulAulad

▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️

📃🌳🌱📄 MENJAGA BUAH HATI AGAR TETAP DIATAS FITHRAH SUCI (4)

✍🏻 Oleh: Al-Ustadz Abu Abdillah Majdiy hafizhahullah

Metode pendidikan Rasulullah

Pendidikan tauhid sejak dini juga ditanamkan oleh Rasulullah kepada para shahabatnya. Kepada Abdullah bin Abbas yang masih belia, Nabi berpesan,

احْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ

“Wahai anak, jagalah Allah! Allah pasti akan menjagamu. Wahai anak, Jagalah  Allah! Niscaya kamu mendapati-Nya selalu menolongmu.” (HR. at-Tirmidzi no. 2516 dari shahabat Abdullah ibnu Abbas)

Menjaga Allah diwujudkan dengan menjaga syariat-Nya, melaksanakan perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya. Demikian pula dengan mempelajari ilmu agama yang dengannya seseorang bisa melaksanakan ibadah dengan benar. Ini semua bentuk penjagaan terhadap Allah.

Allah tidak butuh seorangpun untuk menjaga-Nya. Namun, yang dimaksud “menjaga Allah” adalah menjaga agama dan syariat-Nya. Hal ini seperti pada firman Allah,

“Hai orang-orang yang beriman, jika kalian menolong (agama) Allah, Dia pasti menolongmu.” (Muhammad: 7)

Dengan menjaga agama Allah, seseorang akan selalu ditunjukan kepada jalan kebaikan dan dihindarkan dari jalan keburukan. (Lihat Syarah Riyadhus Shalihin Syaikh Ibnu ‘Utsaimin)

Di antara bentuk tauhid yang harus ditanamkan kepada anak adalah meminta dan bertawakal hanya kepada Allah. Perhatikan pesan Rasulullah kepada Abdullah ibnu Abbas,

إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ

“Jika kamu meminta maka mintalah kepada Allah dan jika kamu meminta tolong, minta tolonglah kepada Allah.” (HR. at-Tirmidzi no. 2516 dari shahabat Abdullah ibnu Abbas)

Anak dilatih menggantungkan permintaan hanya kepada Allah, bukan kepada makhluk, termasuk kedua orang tua. Meminta tolong juga hanya kepada Allah, bukan kepada selainnya. Karena Dia-lah Maha Pemberi rezeki. Karena Dia-lah Maha Kuasa. Jangan sampai seorang anak bersandar kepada makhluk.

“Nak, mintalah segala sesuatu hanya kepada Allah!” Demikian yang harus ditanamkan kepada mereka. Orang tua bisa meninggal dunia kapan saja. Sedangkan Allah Dzat yang Maha hidup tidak akan pernah mati selama-lamanya.

Disamping perintah agar bertauhid kepada Allah, dengan segala konsekuensinya, orang tua harus memperingatkan anak dari perbuatan syirik. Sebab, kesyirikan merupakan lawan dari tauhid.

Larangan untuk berbuat kesyirikan mencakup larangan agar tidak beribadah kepada selain Allah, tidak meminta dan tidak bernadzar kepada selain-Nya. Rasa takutnya tidak ditujukan kepada makhluk, akan tetapi hanya untuk Allah saja. Tanamkan pula kepada anak agar jangan menyandarkan pertolongan kepada makhluk, baik kepada pohon, batu besar, tempat keramat, jimat, dan lain sebagainya.

Tanamkan pada jiwa anak,

“Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami minta pertolongan.” (al-Fatihah: 4)

📝 Bersambung In Sya Allah

🖨 Sumber: Buletin al-Ilmu Edisi 15 / Tema Keluarga / 1438 H

📝🎨📡 Majmu'ah Tarbiyatul Aulad
📟 Channel Telegram: t.me/TarbiyatulAulad

▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️

📃🌳🌱📄 MENJAGA BUAH HATI AGAR TETAP DIATAS FITHRAH SUCI (5)

✍🏻 Oleh: Al-Ustadz Abu Abdillah Majdiy hafizhahullah

Berbakti Kepada Orang Tua

Pesan kedua yang harus ditanamkan kepada seorang anak adalah agar anak berbakti kepada kedua orang tua. Dalam banyak ayat perintah untuk berbakti kepada kedua orang tua sering digandengkan dengan perintah untuk bertauhid. Hal ini menunjukkan besarnya hak orang tua.

Di antara contohnya adalah firman Allah (artinya),

“Rabb-mu telah mewajibkan agar kalian jangan beribadah kecuali kepada-Nya dan agar berbuat baik kepada kedua orang tua.” (al-Isra’: 23).

Demikian pula pesan Luqman al-Hakim kepada putranya. Sebagaimana pada surah Luqman ayat 13 dan 14.

Kedua orang tua –ayah dan ibu–merupakan penyebab adanya seorang manusia. Tanpa mereka, seseorang tidak mungkin ada di dunia. Sehingga keduanya memiliki hak yang begitu besar agar seorang anak berbuat baik dan berbakti kepada keduanya.

Saking besarnya hak kedua orang tua, Rasulullah menggambarkan,

لاَ يَجْزِى وَلَدٌ وَالِداً إِلاَّ أَنْ يَجِدَهُ مَمْلُوْكاً فَيَشْتَرِيْهِ فَيُعْتِقَهُ

“Seorang anak tidak akan bisa membalas kebaikan orang tua kecuali apabila anak tersebut menemukannya sebagai seorang budak kemudian ia membelinya lalu memerdekakannya.” (HR. Muslim no. 1510 dari Abu Hurairah)

Di antara makna hadits ini adalah membalas kebaikan kedua orang tua dengan balasan setimpal merupakan hal mustahil. Karena betapa besarnya jasa mereka kepada anaknya. Tidak bisa dibalas dengan harta. Sebab, kasih sayang ayah dan ibu tidak ternilai harganya.

Demikian beberapa bimbingan Islam agar anak tetap berada di atas fitrah suci. Semoga kita diberi kemudahan oleh Allah untuk membimbing anak-anak kita dengan bimbingan Islam. Wallahu a’lam. Selesai

🖨 Sumber: Buletin al-Ilmu Edisi 15 / Tema Keluarga / 1438 H

📝🎨📡 Majmu'ah Tarbiyatul Aulad
📟 Channel Telegram: t.me/TarbiyatulAulad

▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️

Jumat, 26 Januari 2018

SHOLAT BA’DIYAH JUM’AT

🍃🔴 SHOLAT BA’DIYAH JUM’AT 🔴🍃
Berjumlah empat roka’at; atau minimalnya dua roka’at setelah sholat Jum'at.
—------------------

🔰 Dari shahabat Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu ; beliau mengatakan: “Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda:

«إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمُ الْجُمُعَةَ فَلْيُصَلِّ بَعْدَهَا أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ»

“Jika salah seorang di antara kalian telah melaksanakan sholat Jum’at, lakukanlah setelahnya sholat empat roka’at.”

[ HR. Ahmad no.10486, Muslim no. 881-(67), Abu Dawud no.1131, At-Tirmidzi no.523, An-Nasai no.1426, Ibnu Majah no.1132 ]
〰〰〰
🔘Derajat Hadits: Shohih.
〰〰〰
Dishohihkan Asy-Syaikh Al-Albani –rohimahullah- dalam “Shohih Al-Jami’” no.640.

〰〰〰📌
🔰 Dari shahabat Ibnu ‘Umar rodhiyallahu ‘anhuma , beliau mengatakan:

أَنّ رسولَ الله صلى الله عليه وسلم َكَانَ لاَ يُصَلِّي بَعْدَ الجُمُعَةِ حَتَّى يَنْصَرِفَ، فَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ في بَيْتِهِ

“Bahwasanya Rasululah -shollallahu ‘alaihi wasallam- tidak melakukan sholat (sunnah) setelah sholat Jum’at sampai beliau berpaling (pulang), kemudian sholat dua roka’at di rumahnya."
📚[ HR. Al-Bukhori no.937 & Muslim no.882-(71) ]

〰〰〰📌 Al-Imam An-Nawawi rohimahullah menjelaskan, “Bahwa dalam hadits-hadits ini terdapat dalil disukainya melakukan sholat sunnah setelah sholat Jum’at, kemudian anjuran untuk melaksanakannya, minimal dua roka’at, selengkapnya empat roka’at.”

➖ Beliau menambahkan, “Sedangkan perintah dan peringatan dalam hadits-hadits tersebut bersifat sunnah (dianjurkan pelaksanaannya, pen), bukan untuk mewajibkan.”

➖"Empat roka'at inilah yang sering dilakukan oleh Nabi shollallahu 'alaihi wasallam, dengan itulah beliau memerintahkan dan menganjurkan kita untuk melakukannya.”
📚 [ Lihat "Syarah Shohih Muslim" (6/169) ]

〰〰🔻 Dilakukan setelah bercakap-cakap atau pulang.
🔰Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمُ الْجُمُعَةَ فَلَا يُصَلِّي بَعْدَهَا شَيْئًا حَتَّى يَتَكَلَّمَ أَوْ يَخْرُجَ

”Jika salah seorang dari kalian telah selesai melaksanakan sholat Jum’at, janganlah ia sholat ba’diyah (setelahnya) dengan sholat apapun, sampai ia berbicara atau keluar (menuju rumah, pen).”
📚 [ HR. Ath-Thobaroni di dalam  “Al-Kabir” no.481. ]
Derajat Hadits: Shohih.
Dishohihkan Asy-Syaikh Al-Albani -rohimahullah- dalam “Shohih Al-Jami’” no.639.

〰〰🔻 Jumlah empat roka’at dilakukan dua roka’at salam–dua roka’at salam.
🔰 Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

«صَلَاةُ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ مَثْنَى مَثْنَى»

”Sholat (sunnah) malam dan siang itu dua-dua (roka’at).”
📚 [ HR. Ahmad no.4791, Abu Dawud no.1295, At-Tirmidzi no.597, An-Nasai no.1666, dan Ibnu Majah no.1322.]
Derajat Hadits: Shohih.
Dishohihkan Asy-Syaikh Al-Albani -rohimahullah- dalam “Shohih Al-Jami’” no.3831.

✅ Lebih utama dilakukan dirumah.
〰〰〰〰📌
Asy-Syaikh Muhammad Bazmul hafizhohullah menjelaskan; “Sholat sunnah ini –baik yang dua roka’at ataupun empat- lebih utama dilakukan di rumah, secara mutlak; tanpa perincian." [ Bughyatul Mutathowwi’ hal.99 ]

🔰 Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ أَفْضَلَ الصَّلاَةِ صَلاَةُ المَرْءِ فِي بَيْتِهِ إِلَّا المَكْتُوبَةَ

”Sesungguhnya sholat yang paling utama adalah sholat seseorang di dalam rumahnya; kecuali sholat wajib.”
[ HR. Al-Bukhori no.731 & 7290 , dari shahabat Zaid bin Tsabit rodhiyallahu 'anhu.]
Derajat Hadits: Shohih.

Wallahul Muwaffiq (AH)

#Jumat #SholatSunnah #SunnahJumat
〰〰➰〰〰
🔰 YOOK NGAJI YANG ILMIAH
🔻(Memfasilitasi Kajian Islam secara Ilmiah)
🌐🔻 Blog: https://Yookngaji.blogspot.com
🚀🌐🔻 Gabung Saluran Telegram: https://t.me/yookngaji

BARANGSIAPA YANG MENGETAHUI SATU SUNNAH,, SELAYAKNYA IA MENJELASKANNYA

*🍋🏞🌴 BARANGSIAPA YANG MENGETAHUI SATU SUNNAH,, SELAYAKNYA IA MENJELASKANNYA*

📜 Rasulullah ﷺ bersabda :

((Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat.))

📚 [Shahih al-Bukhari no. 3461]

🔸 Berkata al-Allamah Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah wa ghafarallahu lahu :

"Selayaknya bagi penuntut ilmu
atau selain penuntut ilmu
siapa saja yang mengetahui sebuah Sunnah
agar ia menjelaskannya di setiap kesempatan,
dan janganlah engkau berkata :

aku bukan seorang yang 'alim,

ya!!
*Engkau memang bukan seorang yang 'alim tapi engkau memiliki sebuah ilmu,*

📜 Nabi ﷺ bersabda : ((Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat))

Maka selayaknya bagi seseorang pada perkara seperti ini
untuk mempergunakan sebaik-baiknya kesempatan yang ada,

Ketika terbuka kesempatan untuk menyebarkan Sunnah maka sebarkanlah,

niscaya engkau akan mendapatkan pahala dari penyebaran Sunnah tersebut
dan *mendapatkan pahala dari orang yang mengamalkannya sampai hari kiamat."*

📚 [Syarh Riyadhus Shalihin 4/215]

┉┉✽̶»̶̥▪»̶̥✽̶┉┉

من علم سنة ينبغي أن يبينها..

قَالَ رَسُولُ اللَّه ﷺ

{بلغوا عني ولو آيةً}.

📚 [صحيح البخاري رقم (3461)]

َقَالَ العلامـــــــة  مُـحـمـد بـن صـالـح العُـثيميـن رحـمـهُ الـلـه وغـفـر لـه

ينبغي لطالب العلم وغير طالب العلم كل من علم سنة ينبغي أن يبينها، في كل مناسبة ، ولا تقل أنا لست بعالم ، نعم لست بعالم لكن عندك علم،

قال النبي ﷺ : { بلغوا عني ولو آية}،

فينبغي للإنسان في مثل هذه الأمور أن ينتهز الفرص،

كلما سمحت الفرصة لنشر السنة فانشرها يكن لك أجرها وأجر من عمل بها إلى يوم القيامة.

📚 [شرح رياض الصالحين (٢١٥/٤)]

[📕]
📝💻 Majmu'ah Hikmah Salafiyyah || ▶ https://t.me/hikmahsalafiyyah
🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃