Rabu, 19 Oktober 2016

Faidah-Faidah Fiqhiyah dari Kitab Umdatul Ahkam (10)


📚 FAEDAH-FAEDAH FIQHIYAH DARI KITAB ‘UMDATUL AHKAM 📚

🌹HADITS KESEPULUH🌹

🔊 عَنْ نُعَيْمِ الْمُجْمِرِ عَنْ أبيِ هريرة رَضِيَ الله عَنْهُ عَنِ النَّبيِّ صلى الله عليه وسلم أنَهُ قَالَ: «إنَّ أمتي يُدْعَون يومَ القيَامةِ غُرُّا مُحَجَّلِينَ مِنْ آثارِ الْوُضُوءِ، فَمن استطَاَعَ مِنْكُمْ أن يُطِيلَ غرَّتَهُ فَلْيَفْعَلْ».
🔊 وفي لفظ آخر: رَأيْتُ أبَا هُريرةَ يتوضأ، فَغَسَلَ وَجْهَهُ وَيَدَيهِ حَتى كَادَ يَبْلُغُ المَنْكِبَينِ، ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ حَتَى رَفَعَ إلَى السَّاقَيْن، ثُمَّ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: «إن أمتي يُدْعَوْنَ يَوْم القِيَامَةِ غرا مُحَجلِين من آثار الوُضُوءِ، فمَنِ اسْتَطَاَعَ مِنْكُمْ أنْ يُطِيل غرته وَتَحْجيلَهُ فَلْيَفْعَل».
🔊 وفي لفظ لمسلم: سَمِعْتُ خليلي صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: « تبلغ الحِلْيَةُ من الْمُؤْمِنِ حَيْثُ يَبْلُغُ الْوُضُوءُ».

Dari Nu'aim al-Mujmir, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya umatku akan dihadirkan pada hari kiamat dalam keadaan putih bercahaya disebabkan bekas wudhu, barangsiapa di antara kalian bisa memperpanjang cahayanya hendaklah ia lakukan." [HR. al-Bukhary – Muslim]
dalam lafal yang lain: "aku melihat Abu Hurairah berwudhu, lalu membasuh wajahnya dan kedua tangannya hingga hampir mencapai lengan, kemudian membasuh kedua kakinya hingga meninggi sampai pada kedua betisnya, kemudian dia berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya umatku datang pada hari kiamat dalam keadaan putih bercahaya disebabkan bekas wudhu. Maka barangsiapa di antara kalian mampu untuk memanjangkan putih pada wajahnya maka hendaklah dia melakukannya'." [HR. Muslim]
dalam lafal Muslim: "Perhiasan seorang mukmin adalah sejauh mana air wudhunya membasuh."
—-------------------------------------------------------------------------

📬 Faedah yang terdapat dalam Hadits:
📎 1. Keutamaan berwudhu, yang mana bekas wudhu menjadi sebab dia mendapatkan cahaya putih berkilau nan indah pada muka, tangan dan kakinya.
📎 2. Sebagian ulama berdalil dengan hadits ini, bahwa wudhu merupakan khushushiyah (syariat yang khusus) untuk umat Islam. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah. Mereka juga berdalil dengan hadits:

«لَكُمْ سِيمَا لَيْسَتْ لِأَحَدٍ مِنْ الْأُمَمِ»

"Kalian memiliki tanda yang tidak dimiliki oleh umat-umat yang lainnya." [HR. Muslim, dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu]

Namun jumhur ulama berpendapat bahwa wudhu juga merupakan syariat umat-umat terdahulu. Dengan dalil-dali sebagai berikut:
🔸a. Kisah Sarah istri Nabi Ibrahim 'alaihissalam bersama seorang raja yang zhalim. Tatkala sang raja berhasrat kepada Sarah dan ingin merusak kehormatannya, maka Sarah berkata: "Ijinkan saya berwudhu dan menunaikan shalat." Kemudian dia pergi berwudhu dan shalat. [HR. al-Bukhary, dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu]
🔸b. Kisah Juraij, seorang ahli ibadah ketika dituduh berzina dengan seorang perempuan, dalam hadits tersebut dia juga meminta ijin untuk berwudhu dan kemudian shalat.
Dua hadits ini menunjukkan bahwa wudhu juga merupakan syariat umat sebelum kita.

📋 Kesimpulan:
Dari dalil-dalil yang dipaparkan oleh kedua pendapat diatas, menunjukkan bahwa pendapat yang kuat dan terpilih adalah pendapat jumhur ulama, bahwa wudhu juga merupakan syariat umat sebelum kita. Adapun yang menjadi kekhususan umat ini adalah tanda putih yang bercahaya pada wajah, kedua tangan dan kaki disebabkan bekas wudhu. Pendapat ini dipilih Ibnu Hajar.
📎 3. Para ulama berbeda pendapat dalam hukum memanjangkan basuhan pada kedua tangan hingga hampir mencapai lengan, dan juga membasuh kedua kaki hingga meninggi sampai pada kedua betisnya. Pendapat yang kuat dan terpilih adalah hal tersebut bukan hal yang disunnahkan. Ini adalah pendapat Imam Malik, Ahli Madinah dan Ahmad dalam salah satu riwayatnya. Diantara dalil mereka adalah sebagai berikut:
📌- Pengklaiman bahwa disunnahkan memanjangkan basuhan pada kedua tangan hingga hampir mencapai lengan, dan juga membasuh kedua kaki hingga meninggi sampai pada kedua betisnya adalah ibadah, maka membutuhkan dalil yang shahih dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
📌- Para shahabat yang meriwayatkan sifat-sifat wudhu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam hanya menyebutkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam membasuh muka, membasuh kedua tangan sampai siku, dan membasuh kedua kaki sampai mata kaki saja, tidak lebih dari itu. Demikian pula yang ditunjukan dalam ayat wudhu, yang mana ayat tersebut termasuk diantara ayat yang terkahir diturunkan.
📌- Adapun hadits Abu Hurairah, dengan lafal;

«فَمن استطَاَعَ مِنْكُمْ أن يُطِيلَ غرَّتَهُ فَلْيَفْعَلْ»

"barangsiapa di antara kalian bisa memperpanjang cahayanya hendaklah ia lakukan"

⚠️ Lafal ini adalah mudraj, yaitu bukan dari sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, melainkan dari perkataan Abu Hurairah. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Hajar, Syaikhul Islam dalam Majmu Fatawa [1/279-280], Ibnul Qayyim dalam kitab I'lam Al Muwaqi'in [6/316], dan juga Syaikh Al Albany dal kitab Adh Dha'ifah [3/106].

Hal ini diperkuat juga dengan hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad, yang mana padanya Nu'aim al-Mujmir -perawi dari Abu Hurairah- ragu dalam meriwayatkan lafal tersebut:

فَقَالَ نُعَيْمٌ: "لَا أَدْرِي قَوْلُهُ مَنْ اسْتَطَاعَ أَنْ يُطِيلَ غُرَّتَهُ فَلْيَفْعَلْ مِنْ قَوْلِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ مِنْ قَوْلِ أَبِي هُرَيْرَةَ"

"Nu'aim berkata; Aku tidak tahu apakah perkataan "barangsiapa dari kalian mampu memperpanjang cahayanya hendaklah ia lakukan" sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam atau perkataan Abu Hurairah?" [HR. Ahmad]
📌- Demikian pula perbuatan Abu Hurairah tersebut telah diingkari oleh para shahabatnya, ini hanyalah ijtihad dari beliau radhiyallahu 'anhu, terbukti dia melakukan hal ini dengan secara sembunyi-sembunyi karena kuatir diingkari, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim;

عَنْ أَبِي حَازِمٍ قَالَ كُنْتُ خَلْفَ أَبِي هُرَيْرَةَ وَهُوَ يَتَوَضَّأُ لِلصَّلَاةِ فَكَانَ يَمُدُّ يَدَهُ حَتَّى تَبْلُغَ إِبْطَهُ فَقُلْتُ لَهُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ مَا هَذَا الْوُضُوءُ فَقَالَ يَا بَنِي فَرُّوخَ أَنْتُمْ هَاهُنَا لَوْ عَلِمْتُ أَنَّكُمْ هَاهُنَا مَا تَوَضَّأْتُ هَذَا الْوُضُوءَ سَمِعْتُ خَلِيلِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ تَبْلُغُ الْحِلْيَةُ مِنْ الْمُؤْمِنِ حَيْثُ يَبْلُغُ الْوَضُوءُ

"dari Abu Hazim dia berkata, "Saya dibelakang Abu Hurairah saat dia sedang berwudhu untuk shalat. Dia memanjangkan tangannya hingga mencapai ketiaknya, maka saya berkata kepadanya, 'Wahai Abu Hurairah, wudhu apaan ini?' Dia menjawab, 'Wahai bani Farrukh, kalian di sini?! kalau saya tahu kalian di sini, niscaya aku tidak akan berwudhu dengan (cara) wudhu ini. Saya mendengar kekasihku shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Perhiasan seorang mukmin adalah sejauh mana air wudhunya membasuh." [HR. Muslim]

💍 Pendapat ini dipilih oleh Syaikhul Islam, Ibnul Qayyim, Syaikh Muhamad bin Ibrahim Alu Syaikh, Syaikh As Sa'di, Syaikh Bin baz, Syaikh al-Albani, Syaikh al-'Utsaimin, Syaikh Muqbil dan ulama yang lainnya.

Wallahu a’lam wal muwaffiq ila ash shawab.

=========================================
✒️ ditulis oleh Abu Ubaidah bin Damiri al-Jawi
📚 FORUM KIS 📚
📡 https://telegram.me/FORUMKISFIQIH

Silisilah/Serial yang lain dari artikel FAEDAH-FAEDAH FIQHIYAH DARI KITAB ‘UMDATUL AHKAM dàpat dibaca disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar