Tampilkan postingan dengan label Forum KIS. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Forum KIS. Tampilkan semua postingan

Rabu, 14 Februari 2018

FAEDAH-FAEDAH FIQHIYAH DARI KITAB ‘UMDATUL AHKAM (22)

📚 FAEDAH-FAEDAH FIQHIYAH DARI KITAB ‘UMDATUL AHKAM 📚

🌹HADITS KEDUA PULUH DUA🌹

🔊 عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - قَالَ «كُنْتُ مَعَ النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فَبَالَ، وَتَوَضَّأَ، وَمَسَحَ عَلَى خُفَّيْهِ»

🔊 "Dari Hudzaifah ibnul Yaman radhiyallahu 'anhu, ia bekata: "Aku bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau pergi buang air kecil, berwudhu, dan mengusap sepatunya." [disebutkan penulis rahimahullah secara ringkas]
—-------------------------------------------------------------------------------------

📬 Faedah yang terdapat dalam hadits:
📎 1. Disyariatkan mengusap sepatu disaat sedang safar, baik safarnya dalam jarak dekat maupun jauh, karena hadits menunjukan lafazh umum. Ini adalah pendapat Ibnu Hazem, Ibnu Taimiyah dan yang lainnya.

🔐 Masalah: Apakah boleh mengusap sepatu meskipun safarnya dalam rangka kemaksiatan?
🔑 Pendapat yang terpilih adalah dia tetap mendapat keringanan untuk dapat mengusap sepatunya, karena hadits bersifat umum, mencakup semua jenis safar. Hanya saja dia berdosa dengan kemaksiatannya. Ini adalah pendapat Abu Hanifah dan azh-Zhahiriyah dan yang lainnya. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Hazem.

🔐 Masalah: Apakah ada batasan waktu dibolehkan untuk mukim dan musafir mengusap sepatu?
🔑 Jawab: Iya, syariat mengusap sepatu ada batasan waktunya. Untuk mukim sehari semalam, sedangkan untuk musafir tiga hari tiga malam. Ini adalah pendapat jumhur ulama. Dalil mereka hadits Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu, ia berkata;
«جَعَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ وَلَيَالِيَهُنَّ لِلْمُسَافِرِ، وَيَوْمًا وَلَيْلَةً لِلْمُقِيمِ»

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah menjadikan waktu tiga hari dan malamnya bagi musafir (untuk mengusap khuf) dan sehari semalam bagi orang yang menetap (muqim)." [HR. Muslim]

Pendapat ini dipilih oleh Ulama kibar di zaman kita, seperti Syaikh Bin Baz, Syaikh al-Albani, Syaikh al-'Utsaimin, Syaikh Muqbil, dan yang lainnya.

🔐 Masalah: Kapan mulai penghitungannya?
🔑 Jawab: Pendapat yang kuat dan terpilih adalah batasannya terhitung mulai dari awal dia mengusap sepatu setelah berhadats, karena zhahir hadits adalah kapan dia mulai mengusap maka disitulah mulai dihitung. Wallahu a'lam.
🌱 Misal: Jika dia telah berwudhu, terus berhadats pada jam sebelas siang, kemudian dia berwudhu kembali pada jam dua belas dengan mengusap sepatunya pada jam tersebut. Maka hitungannya dimulai dari jam duabelas siang.
Ini adalah pendapat al-Auza'i, Abu Tsaur, Imam Ahmad dalam salah satu riwayatnya. Pendapat ini dipilih oleh Syaikh asy-Syinqithi, Syaikh al-Albani, Syaikh al-'Utsaimin dan Syaikh Muqbil.

🔐 Masalah: Jika batasan waktu telah habis, apakah batal wudhunya?
🔑 Jawab: Pendapat yang kuat dan terpilih adalah tidak batal wudhunya selama dia belum berhadats disaat datang masa akhir dia mengusap.
📌 Contoh: Misalnya dia muqim, mulai dia mengusap pertama kali pada jam tujuh pagi, kemudian besok harinya ketika jam setengah tujuh pagi dia berwudhu, maka ketika lewat jam tujuh pagi wudhunya belum batal sampai zhuhur, maka boleh dia sholat zhuhur dengan wudhu tersebut. Adapun setelah itu jika dia berhadats, maka tidak boleh bagi dia mengusap sepatunya. Bahkan wajib bagi dia membasuh kakinya jika ingin berwudhu kembali.
Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Syaikh al-'Utsaimin dan Syaikh Muqbil.

📎 2. Apabila hadats yang menimpanya seperti kencing atau tidur atau yang lainnya dari hadats yang kecil, maka boleh bagi dia tetap mengusap sepatunya selama batasan waktu mengusap belum habis. Namun apabila dia tertimpa janabah, maka wajib bagi dia melepas sepatunya, meskipun masa waktu mengusapnya belum habis. Ini adalah perkara yang tidak dipersilisihkan dikalangan para ulama.
Dalil dalam masalah ini adalah hadits Shafwan bin 'Assal radhiyallahu 'anhu, ia berkata:

«كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُنَا إِذَا كُنَّا سَفَرًا أَنْ لاَ نَنْزِعَ خِفَافَنَا ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ وَلَيَالِيهِنَّ، إِلاَّ مِنْ جَنَابَةٍ، وَلَكِنْ مِنْ غَائِطٍ وَبَوْلٍ وَنَوْمٍ»

"Jika kami sedang bepergian, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan agar kami tidak membukanya selama tiga hari tiga malam kecuali ketika kami junub. Dan tetap boleh untuk mengusapnya karena buang air besar, buang air kecil dan tidur." [HR. at-Tirmidzi dan an-Nasai, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dan Syaikh Muqbil]

🔐 Masalah: bolehkah mengusap kaos kaki jika dia sedang memakai kaos kaki?
🔑 Kaos kaki yang menutup mata kaki maka hukumnya hukum sepatu, boleh baginya mengusapnya jika sebelum memakainya dalam keadaan telah berwudhu dengan sempurna, yaitu telah mencuci kedua kakinya. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Ibnu Hazem, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Syaikh al-Albani, Syaikh al-'Utsaimin dan Syaikh Muqbil.
Dalil mereka diantaranya hadits Tsauban radhiyallahu 'anhu, ia berkata;
((بَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ  سَرِيَّةً فَأَصَابَهُمُ الْبَرْدُ فَلَمَّا قَدِمُوا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ  أَمَرَهُمْ أَنْ يَمْسَحُوا عَلَى الْعَصَائِبِ وَالتَّسَاخِينِ))

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah mengutus satu pasukan (untuk berperang tanpa diikuti beliau), lalu mereka diliputi cuaca dingin. Maka setelah mereka datang menghadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau memerintahkan supaya mereka mengusap sorban dan tasakhin mereka". [HR. Ahmad dan Abu Dawud, dishahihkam oleh Syaikh al-Albani dan Syaikh Muqbil]

📋 CATATAN: Kalimat Tasakhin dalam bahasa Arab mencakup juga kaos kaki.

🔐 Masalah: Hukum mengusap sarung tangan dan burqa' (cadar/penutup muka)?
🔑 Berkata al-Imam an-Nawawi: "Para ulama sepakat bahwa tidak boleh mengusap kaos tangan dan cadar."

🔐 Masalah: Hukum mengusap perban yang membalut luka?
🔑 Telah datang hadits 'Ali bin Abi Thalib, ia berkata;

انْكَسَرَتْ إِحْدَى زَنْدَيَّ، فَسَأَلْتُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، «فَأَمَرَنِي أَنْ أَمْسَحَ عَلَى الْجَبَائِرِ»

"Salah satu lengan tanganku retak, maka aku tanyakan hal itu kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Kemudian beliau memerintahkan kepadaku agar mengusap bagian atas kain pembalut luka." [HR. Ibnu Majah, dilemahkan oleh Syaikh al-Albani, bahwa hadits ini lemah sekali]

⚠️ Karena tidak adanya hadits yang shahih, maka tidak disyariatkan untuk bertayamum ataupun mengusap perbannya disaat berwudhu. Cukup bagi dia berwudhu dengan membasuh anggota wudhu yang bisa dibasuh. Adapun perban tersebut tidak perlu diusap. Ini adalah pendapat yang dilih oleh Ibnu Hazem, Syaikh al-Albani dan Syaikh Muqbil.

🚪 Wallahul muwaffiq ilash shawab

========================================
📚 FORUM KIS 📚
📡 https://telegram.me/FORUMKISFIQIH

Selasa, 25 Oktober 2016

Faidah-Faidah Fiqhiyah dari Kitab Umdatul Ahkam (11)


📚 FAEDAH-FAEDAH FIQHIYAH DARI KITAB ‘UMDATUL AHKAM 📚

💧BAB ADAB MASUK WC
DAN BUANG HAJAT🏡

🌹HADITS KESEBELAS🌹

🔊 عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ - رضي الله عنه -: أَنَّ النَّبِيَّ - صلى الله عليه وسلم - كَانَ إذَا دَخَلَ الْخَلاءَ قَالَ: «اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ».

🔊 Dari Anas radhiyallahu anhu, ia berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam masuk kedalam tempat buang hajat, maka beliau selalu berdo'a: ALLAHUMMAA INNII A'UUDZU BIKA MINAL KHUBUTSI WAL KHABAA`ITS (Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari setan laki-laki dan setan perempuan)." [HR. al-Bukhary – Muslim]
—------------------------------------------------------------------------------------—

📬 Faedah yang terdapat dalam hadits:
📎 1. Disunnahkan membaca doa ini ketika akan buang hajat, baik buang air besar maupun buang air kecil.
Al-Imam an-Nawawy rahimahullah berkata: "Doa ini adalah doa yang telah disepakati kesunnahannya."
📎 2. Doa ini dibaca ketika akan masuk WC, bukan setelah masuk WC baru berdoa, sebagaimana hal ini ditunjukkan dalam riwayat al-Imam al-Bukhary dalam kitab Adabul Mufrad.
📎 3. Jumhur ulama berpendapat bahwa doa ini disyariatkan pula ketika buang hajat di padang pasir atau yang semisalnya. Dzikir ini bukan khusus ketika mau masuk WC saja, tetapi di semua tempat ketika dia akan buang hajat.

🔐 Masalah: Kapan doa ini dibaca apabila buang hajatnya di padang pasir atau yang semisalnya?
🔑 Pendapat yang dipilih oleh kebanyakan para ulama adalah dibaca ketika akan menurunkan pakaiannya (membuka auratnya) untuk buang hajat.

⚠️ Peringatan:
Dalam riwayat Sa'id bin Manshur dan Ibnu Abi Syaibah dari hadits Anas bin Malik terdapat tambahan lafazh "BISMILAH" sebelum membaca doa diatas. Namun riwayat ini telah dilemahkan oleh Ibnu Abi Hatim dalam kitab 'Ilalnya. Dalam riwayat tersebut ada perawi yang bernama Abu Mi'syar Najih bin Abdurrahman as-Sindi, dia adalah perawi yang dha'if (lemah) dan ia telah menyelisihi 11 perawi yang lain, yang mana mereka tidak meriwayatkan dengan tambahan basmalah, sehingga riwayat haditsnya dikatakan "munkar".

🔐 Masalah: Apa yang kita baca disaat keluar dari WC setelah buang hajat?
🔑 Diriwayatkan oleh al-Bukhary dalam kitab Adabul Mufrad dan Ashhabus Sunan dari hadits 'Aisyah radhiyallahu 'anha, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam disaat keluar dari WC beliau mengucapkan:
"غُفْرَانَكَ"
"GHUFRAANAKA (Aku mohon ampunan-Mu)."

🔊 Berkata Syaikh al-Albani: "Sanad hadits ini shahih. Dan telah dishahihkan oleh Abu Hatim, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Ibnul Jaarud, al-Hakim, an-Nawawy dan adz-Dzahaby [Shahih Abu Dawud 1/59]

⚠️ Adapun hadits Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, dia berkata:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا خَرَجَ مِنَ الْخَلَاءِ قَالَ: «الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَذْهَبَ عَنِّي الْأَذَى وَعَافَانِي»

"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam jika keluar dari tempat buang hajat selalu mengucapkan: "ALHAMDULILLAAHILLADZII ADZHABA 'ANNIL ADZAA WA 'AAFAANII (Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan dariku rasa sakit dan menjaga kesehatanku)." [HR. Ibnu Majah, dilemahkan Syaikh al-Albani]

Hadits ini adalah hadits yang lemah, karena dalam sanadnya terdapat perawi yang bernama Ismail bin Muslim. Berkata Ibnu Hajar tentang perawi ini dalam kitab At Taqrib: "lemah dalam periwayatan hadits" dan dalam kitab Zawaid beliau berkata: "telah disepakati kelemahan haditsnya" [lihat kitab Al Irwa karya Syaikh al-Albani no. 53]
📎 4. Wajib bagi seseorang yang ingin buang hajat untuk menjauh diri dari pandangan manusia, hal ini dalam rangka menjaga auratnya dan juga tidak menzhalimi manusia disaat buang hajat dengan baunya.
📎 5. Hadits ini menunjukkan bahwa berdzikir kepada Allah merupakan sebab terjaganya diri dari gangguan setan. Sebagaimana pula yang ditunjukkan dalam hadits-hadist yang lain, seperti;

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَنْ قَالَ - يَعْنِي - إِذَا خَرَجَ مِنْ بَيْتِهِ: بِسْمِ اللَّهِ، تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ، لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ، يُقَالُ لَهُ: كُفِيتَ، وَوُقِيتَ، وَتَنَحَّى عَنْهُ الشَّيْطَانُ "

Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa yang ketika keluar dari rumahnya mengucapkan; BISMILLAAH, TAWAKKALTU 'ALALLAHI, LAA HAULA WA LAA QUWWATA ILLAA BILLAAH (dengan nama Allah, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan dengan pertolongan Allah) maka dikatakan baginya, engkau telah mendapatkan kecukupan, telah mendapat pertolongan dan setan menjauh darimu." [HR. at-Tirmidzy, dishahihkan Syaikh al-Albany]

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: " مَنْ قَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، فِي يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ، كَانَتْ لَهُ عَدْلَ عَشْرِ رِقَابٍ، وَكُتِبَتْ لَهُ مِائَةُ حَسَنَةٍ وَمُحِيَتْ عَنْهُ مِائَةُ سَيِّئَةٍ، وَكَانَتْ لَهُ حِرْزًا مِنَ الشَّيْطَانِ، يَوْمَهُ ذَلِكَ، حَتَّى يُمْسِيَ وَلَمْ يَأْتِ أَحَدٌ أَفْضَلَ مِمَّا جَاءَ بِهِ إِلَّا أَحَدٌ عَمِلَ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ. الحديث

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda: "Barangsiapa yang mengucapkan Laa ilaaha ilIallaahu wahdah, Iaa syariikalahu lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa 'alaa kulli syai'in qadiir' (Tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah, Dialah Tuhan Yang Maha Esa. Tidak ada sekutu bagi-Nya, Dialah yang memiliki alam semesta dan segala puji hanya bagi-Nya. Allah adalah Maha Kuasa atas segaIa sesuatu) dalam sehari seratus kali, maka orang tersebut akan mendapat pahala sama seperti orang yang memerdekakan sepuluh orang budak, dicatat seratus kebaikan untuknya, dihapus seratus keburukan untuknya. Pada hari itu ia akan terjaga dari godaan setan sampai sore hari dan tidak ada orang lain yang melebihi pahalanya, kecuali orang yang membaca lebih banyak dan itu." [HR. Muslim]

🚪 Wallahu a’lam wal muwaffiq ila ash shawab.

=========================================
✒️ ditulis oleh Abu Ubaidah bin Damiri al-Jawi
📚 FORUM KIS 📚
📡 https://telegram.me/FORUMKISFIQIH

Silisilah/Serial yang lain dari artikel FAEDAH-FAEDAH FIQHIYAH DARI KITAB ‘UMDATUL AHKAM dàpat dibaca disini

Rabu, 19 Oktober 2016

Faidah-Faidah Fiqhiyah dari Kitab Umdatul Ahkam (10)


📚 FAEDAH-FAEDAH FIQHIYAH DARI KITAB ‘UMDATUL AHKAM 📚

🌹HADITS KESEPULUH🌹

🔊 عَنْ نُعَيْمِ الْمُجْمِرِ عَنْ أبيِ هريرة رَضِيَ الله عَنْهُ عَنِ النَّبيِّ صلى الله عليه وسلم أنَهُ قَالَ: «إنَّ أمتي يُدْعَون يومَ القيَامةِ غُرُّا مُحَجَّلِينَ مِنْ آثارِ الْوُضُوءِ، فَمن استطَاَعَ مِنْكُمْ أن يُطِيلَ غرَّتَهُ فَلْيَفْعَلْ».
🔊 وفي لفظ آخر: رَأيْتُ أبَا هُريرةَ يتوضأ، فَغَسَلَ وَجْهَهُ وَيَدَيهِ حَتى كَادَ يَبْلُغُ المَنْكِبَينِ، ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ حَتَى رَفَعَ إلَى السَّاقَيْن، ثُمَّ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: «إن أمتي يُدْعَوْنَ يَوْم القِيَامَةِ غرا مُحَجلِين من آثار الوُضُوءِ، فمَنِ اسْتَطَاَعَ مِنْكُمْ أنْ يُطِيل غرته وَتَحْجيلَهُ فَلْيَفْعَل».
🔊 وفي لفظ لمسلم: سَمِعْتُ خليلي صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: « تبلغ الحِلْيَةُ من الْمُؤْمِنِ حَيْثُ يَبْلُغُ الْوُضُوءُ».

Dari Nu'aim al-Mujmir, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya umatku akan dihadirkan pada hari kiamat dalam keadaan putih bercahaya disebabkan bekas wudhu, barangsiapa di antara kalian bisa memperpanjang cahayanya hendaklah ia lakukan." [HR. al-Bukhary – Muslim]
dalam lafal yang lain: "aku melihat Abu Hurairah berwudhu, lalu membasuh wajahnya dan kedua tangannya hingga hampir mencapai lengan, kemudian membasuh kedua kakinya hingga meninggi sampai pada kedua betisnya, kemudian dia berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya umatku datang pada hari kiamat dalam keadaan putih bercahaya disebabkan bekas wudhu. Maka barangsiapa di antara kalian mampu untuk memanjangkan putih pada wajahnya maka hendaklah dia melakukannya'." [HR. Muslim]
dalam lafal Muslim: "Perhiasan seorang mukmin adalah sejauh mana air wudhunya membasuh."
—-------------------------------------------------------------------------

📬 Faedah yang terdapat dalam Hadits:
📎 1. Keutamaan berwudhu, yang mana bekas wudhu menjadi sebab dia mendapatkan cahaya putih berkilau nan indah pada muka, tangan dan kakinya.
📎 2. Sebagian ulama berdalil dengan hadits ini, bahwa wudhu merupakan khushushiyah (syariat yang khusus) untuk umat Islam. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah. Mereka juga berdalil dengan hadits:

«لَكُمْ سِيمَا لَيْسَتْ لِأَحَدٍ مِنْ الْأُمَمِ»

"Kalian memiliki tanda yang tidak dimiliki oleh umat-umat yang lainnya." [HR. Muslim, dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu]

Namun jumhur ulama berpendapat bahwa wudhu juga merupakan syariat umat-umat terdahulu. Dengan dalil-dali sebagai berikut:
🔸a. Kisah Sarah istri Nabi Ibrahim 'alaihissalam bersama seorang raja yang zhalim. Tatkala sang raja berhasrat kepada Sarah dan ingin merusak kehormatannya, maka Sarah berkata: "Ijinkan saya berwudhu dan menunaikan shalat." Kemudian dia pergi berwudhu dan shalat. [HR. al-Bukhary, dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu]
🔸b. Kisah Juraij, seorang ahli ibadah ketika dituduh berzina dengan seorang perempuan, dalam hadits tersebut dia juga meminta ijin untuk berwudhu dan kemudian shalat.
Dua hadits ini menunjukkan bahwa wudhu juga merupakan syariat umat sebelum kita.

📋 Kesimpulan:
Dari dalil-dalil yang dipaparkan oleh kedua pendapat diatas, menunjukkan bahwa pendapat yang kuat dan terpilih adalah pendapat jumhur ulama, bahwa wudhu juga merupakan syariat umat sebelum kita. Adapun yang menjadi kekhususan umat ini adalah tanda putih yang bercahaya pada wajah, kedua tangan dan kaki disebabkan bekas wudhu. Pendapat ini dipilih Ibnu Hajar.
📎 3. Para ulama berbeda pendapat dalam hukum memanjangkan basuhan pada kedua tangan hingga hampir mencapai lengan, dan juga membasuh kedua kaki hingga meninggi sampai pada kedua betisnya. Pendapat yang kuat dan terpilih adalah hal tersebut bukan hal yang disunnahkan. Ini adalah pendapat Imam Malik, Ahli Madinah dan Ahmad dalam salah satu riwayatnya. Diantara dalil mereka adalah sebagai berikut:
📌- Pengklaiman bahwa disunnahkan memanjangkan basuhan pada kedua tangan hingga hampir mencapai lengan, dan juga membasuh kedua kaki hingga meninggi sampai pada kedua betisnya adalah ibadah, maka membutuhkan dalil yang shahih dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
📌- Para shahabat yang meriwayatkan sifat-sifat wudhu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam hanya menyebutkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam membasuh muka, membasuh kedua tangan sampai siku, dan membasuh kedua kaki sampai mata kaki saja, tidak lebih dari itu. Demikian pula yang ditunjukan dalam ayat wudhu, yang mana ayat tersebut termasuk diantara ayat yang terkahir diturunkan.
📌- Adapun hadits Abu Hurairah, dengan lafal;

«فَمن استطَاَعَ مِنْكُمْ أن يُطِيلَ غرَّتَهُ فَلْيَفْعَلْ»

"barangsiapa di antara kalian bisa memperpanjang cahayanya hendaklah ia lakukan"

⚠️ Lafal ini adalah mudraj, yaitu bukan dari sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, melainkan dari perkataan Abu Hurairah. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Hajar, Syaikhul Islam dalam Majmu Fatawa [1/279-280], Ibnul Qayyim dalam kitab I'lam Al Muwaqi'in [6/316], dan juga Syaikh Al Albany dal kitab Adh Dha'ifah [3/106].

Hal ini diperkuat juga dengan hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad, yang mana padanya Nu'aim al-Mujmir -perawi dari Abu Hurairah- ragu dalam meriwayatkan lafal tersebut:

فَقَالَ نُعَيْمٌ: "لَا أَدْرِي قَوْلُهُ مَنْ اسْتَطَاعَ أَنْ يُطِيلَ غُرَّتَهُ فَلْيَفْعَلْ مِنْ قَوْلِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ مِنْ قَوْلِ أَبِي هُرَيْرَةَ"

"Nu'aim berkata; Aku tidak tahu apakah perkataan "barangsiapa dari kalian mampu memperpanjang cahayanya hendaklah ia lakukan" sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam atau perkataan Abu Hurairah?" [HR. Ahmad]
📌- Demikian pula perbuatan Abu Hurairah tersebut telah diingkari oleh para shahabatnya, ini hanyalah ijtihad dari beliau radhiyallahu 'anhu, terbukti dia melakukan hal ini dengan secara sembunyi-sembunyi karena kuatir diingkari, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim;

عَنْ أَبِي حَازِمٍ قَالَ كُنْتُ خَلْفَ أَبِي هُرَيْرَةَ وَهُوَ يَتَوَضَّأُ لِلصَّلَاةِ فَكَانَ يَمُدُّ يَدَهُ حَتَّى تَبْلُغَ إِبْطَهُ فَقُلْتُ لَهُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ مَا هَذَا الْوُضُوءُ فَقَالَ يَا بَنِي فَرُّوخَ أَنْتُمْ هَاهُنَا لَوْ عَلِمْتُ أَنَّكُمْ هَاهُنَا مَا تَوَضَّأْتُ هَذَا الْوُضُوءَ سَمِعْتُ خَلِيلِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ تَبْلُغُ الْحِلْيَةُ مِنْ الْمُؤْمِنِ حَيْثُ يَبْلُغُ الْوَضُوءُ

"dari Abu Hazim dia berkata, "Saya dibelakang Abu Hurairah saat dia sedang berwudhu untuk shalat. Dia memanjangkan tangannya hingga mencapai ketiaknya, maka saya berkata kepadanya, 'Wahai Abu Hurairah, wudhu apaan ini?' Dia menjawab, 'Wahai bani Farrukh, kalian di sini?! kalau saya tahu kalian di sini, niscaya aku tidak akan berwudhu dengan (cara) wudhu ini. Saya mendengar kekasihku shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Perhiasan seorang mukmin adalah sejauh mana air wudhunya membasuh." [HR. Muslim]

💍 Pendapat ini dipilih oleh Syaikhul Islam, Ibnul Qayyim, Syaikh Muhamad bin Ibrahim Alu Syaikh, Syaikh As Sa'di, Syaikh Bin baz, Syaikh al-Albani, Syaikh al-'Utsaimin, Syaikh Muqbil dan ulama yang lainnya.

Wallahu a’lam wal muwaffiq ila ash shawab.

=========================================
✒️ ditulis oleh Abu Ubaidah bin Damiri al-Jawi
📚 FORUM KIS 📚
📡 https://telegram.me/FORUMKISFIQIH

Silisilah/Serial yang lain dari artikel FAEDAH-FAEDAH FIQHIYAH DARI KITAB ‘UMDATUL AHKAM dàpat dibaca disini

Rabu, 05 Oktober 2016

Faidah-Faidah Fiqhiyah dari Kitab Umdatul Ahkam (09)


📚 FAEDAH-FAEDAH FIQHIYAH DARI KITAB ‘UMDATUL AHKAM 📚

🌹HADITS KESEMBILAN🌹

🔊 عَنْ عَائِشَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا - قَالَتْ «كَانَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ فِي تَنَعُّلِهِ، وَتَرَجُّلِهِ، وَطُهُورِهِ، وَفِي شَأْنِهِ كُلِّهِ»

🔊 Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha berkata; "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam suka memulai dari sebelah kanan saat mengenakan sandal, menyisir rambut, bersuci dan selainnya." [HR. al-Bukhary dan Muslim]

📬 Faedah yang terdapat dalam Hadits:
📎 1. Disunnahkan dalam berwudhu memulai bagian wudhu sebelah kanan.
🔊 Al-Iman an-Nawawy berkata:  "Para ulama sepakat bahwa mendahulukan bagian wudhu sebelah kanan saat berwudhu adalah sunnah. Dan sepakat pula bahwa barangsiapa menyelisihinya, maka tidak mendapatkan keutamaan, sedangkan wudhunya tetap sah."
🔊 Berkata Ibnu Qudamah: "Dari apa yang kami ketahui, tidak ada perbedaan dikalangan para ulama tentang sunnahnya mendahulukan bagian wudhu sebelah kanan. Dan mereka sepakat pula bahwa yang mendahulukan bagian kiri dalam berwudhu tidak perlu mengulang wudhunya."

📎 2. Mendahulukan bagian wudhu sebelah kanan hanya khusus ketika membasuh kedua tangan dan kedua kaki saja.
🔊 Berkata an-Nawawy: "Para ulama sepakat bahwa mendahulukan bagian sebelah kanan ketika membasuh kedua tangan dan kedua kaki adalah sunnah."
🔊 Beliau juga berkata: "Kemudian ketahuilah! Bahwa anggota wudhu yang tidak disunnahkan memulai dengan sebelah kanan adalah kedua telinga, kedua telapak tangan dan kedua pipi, namun keduanya dibasuh secara bersama-sama. Jika tidak memungkinkan baginya melakukan hal tersebut, seperti orang yang terpotong tangannya atau yang semisalnya, maka boleh mendahulukan sebelah kanan. Wallahu a'lam [Syarh Muslim: 3/163]
📎 3. Disunnahkan saat mengenakan sandal memulai dengan sebelah kanan.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِذَا انْتَعَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَبْدَأْ بِاليَمِينِ، وَإِذَا نَزَعَ فَلْيَبْدَأْ بِالشِّمَالِ، لِيَكُنِ اليُمْنَى أَوَّلَهُمَا تُنْعَلُ وَآخِرَهُمَا تُنْزَعُ».

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila salah seorang dari kalian memakai sandal, hendaknya memulai dengan yang kanan, dan apabila melepas hendaknya mulai dengan yang kiri, supaya yang kanan pertama kali mengenakan sandal dan yang terakhir melepasnya."

🔊 Berkata Ibnu 'Abdul Bar: “Barangsiapa mendahulukan sebelah kiri saat mengenakan sandal, maka dia telah berbuat keburukan karena telah menyelisihi sunnah”.
Dinukilkan oleh Al Qadhi 'Iyadh dan yang lainnya; kesepakatan para ulama bahwa perintah pada hadits dalam mendahulukan bagian sebelah kanan saat mengenakan sandal adalah sunnah. [Fathul Bari no hadits 5856]

Wallahu a’lam wal muwaffiq ila ashshowaab.

=========================================
✒️ ditulis oleh Abu Ubaidah bin Damiri al-Jawi
📚 FORUM KIS 📚
📡 https://telegram.me/FORUMKISFIQIH

Silisilah/Serial yang lain dari artikel FAEDAH-FAEDAH FIQHIYAH DARI KITAB ‘UMDATUL AHKAM dàpat dibaca disini

Rabu, 28 September 2016

Faidah-Faidah Fiqhiyah dari Kitab Umdatul Ahkam (08)


📚 FAEDAH-FAEDAH FIQHIYAH DARI KITAB ‘UMDATUL AHKAM 📚

🌹HADITS KEDELAPAN🌹

🔊 عَنْ عَمْرٍو بْنِ يَحْيَى المازِنِي عَنْ أَبِيهِ قَالَ: شَهِدْتُ عَمْرَو بْنَ أَبِي حَسَنٍ سَأَلَ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ زَيْدٍ عَنْ وُضُوءِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَدَعَا بِتَوْرٍ مِنْ مَاءٍ فَتَوَضَّأَ لَهُمْ وُضُوءَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَكْفَأَ عَلَى يَدِهِ مِنْ التَّوْرِ فَغَسَلَ يَدَيْهِ ثَلَاثًا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فِي التَّوْرِ فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ وَاسْتَنْثَرَ ثَلَاثَ غَرَفَاتٍ ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا ثُمَّ غَسَلَ يَدَيْهِ مَرَّتَيْنِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَمَسَحَ رَأْسَهُ فَأَقْبَلَ بِهِمَا وَأَدْبَرَ مَرَّةً وَاحِدَةً ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ إِلَى الْكَعْبَيْنِ.
🔊 وفي رواية: بَدَأَ بِمُقَدَّمِ رَأْسِهِ ثُمَّ ذَهَبَ بِهِمَا إِلَى قَفَاهُ ثُمَّ رَدَّهُمَا حَتَّى رَجَعَ إِلَى الْمَكَانِ الَّذِي بَدَأَ مِنْهُ.
🔊 وفي رواية: أَتَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْرَجْنَا لَهُ مَاءً فِي تَوْرٍ مِنْ صُفْرٍ.

🔊 Dari 'Amru bin Yahya al-Maziny dari Bapaknya berkata, "Aku pernah menyaksikan 'Amru bin Abu Hasan bertanya kepada Abdullah bin Zaid tentang wudhunya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Lalu ia minta diambilkan satu bejana air, kemudian ia memperlihatkan kepada mereka cara wudhu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Ia menuangkan air dari bejana ke telapak tangannya lalu mencucinya tiga kali, kemudian memasukkan tangannya ke dalam bejana, lalu berkumur-kumur, lalu memasukkan air ke hidung lalu mengeluarkannya kembali dengan tiga kali cidukan, kemudian memasukkan tangannya ke dalam bejana, lalu membasuh mukanya tiga kali, kemudian membasuh kedua tangannya dua kali sampai ke siku. Kemudian memasukkan tangannya ke dalam bejana, lalu mengusap kepalanya dengan tangan; mulai dari bagian depan ke belakang dan menariknya kembali sebanyak satu kali, lalu membasuh kedua kakinya hingga mata kaki." [HR. al-Bukhary dan Muslim]
🔊 dalam riwayat lain: "dimulai dari bagian depan dan menariknya hingga sampai pada bagian tengkuk, lalu menariknya kembali ke tempat semula."
🔊 dalam riwayat lain: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam datang, lalu kami menyiapkan air dalam sebuah bejana yang terbuat dari tembaga."

📬 Faedah yang terdapat dalam Hadits:
📎 1. Cara berkumur-kumur dan istinsyaq, yaitu disunnahkan ketika mengambil air untuk berkumur-kumur dan istinsyaq dengan satu cidukan tangan, dia gunakan sebagian air cidukan tersebut untuk berkumur dan sebagian yang lainnya untuk istinsyaq dalam waktu yang bersamaan. Disunnahkan melakukan hal ini tiga kali. Ini adalah cara berkumur-kumur dan istinsyaq yang benar, sebagaimana yang ditunjukan dalam riwayat Muslim, dari Abdullah bin Zaid dengan lafal:

ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهَا فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ مِنْ كَفٍّ وَاحِدَةٍ فَفَعَلَ ذَلِكَ ثَلَاثًا

"Kemudian dia memasukkan tangan ke dalam bejana untuk menciduk air (dengan tangannya) dan berkumur-kumur serta memasukkan air ke dalam hidung dengan air yang sama sebanyak tiga kali dari satu telapak tangan." [HR. Muslim]

🔐 Masalah: Bolehkah memisahkan cidukan antara untuk berkumur-kumur dan istinsyaq?
🔑 Telah datang hadits yang menunjukan bolehnya hal tersebut:

عَنْ طَلْحَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ دَخَلْتُ يَعْنِي عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَتَوَضَّأُ وَالْمَاءُ يَسِيلُ مِنْ وَجْهِهِ وَلِحْيَتِهِ عَلَى صَدْرِهِ فَرَأَيْتُهُ يَفْصِلُ بَيْنَ الْمَضْمَضَةِ وَالِاسْتِنْشَاقِ.

"Dari Thalhah dari Ayahnya dari Kakeknya dia berkata; Saya pernah menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sementara beliau sedang berwudhu dan air mengalir dari wajah dan jenggotnya ke dadanya, dan saya melihat beliau memisahkan antara berkumur dengan beristinsyaq." [HR. Abu Dawud, didha'ifkan oleh Syaikh Al Albany]

⚠️ Namun hadits ini adalah hadits yang lemah, dalam sanadnya ayah Thalhah adalah perowi yang majhul. Demikian pula perawi dari Thalhah yaitu Laits bin Abu Sulaim adalah perawi yang majhul.
Berkata Ibnul Qayyim: "Tidak pernah datang sama sekali satu hadits yang shahih yang menunjukan bolehnya memisahkan antara berkumur-kumur dan istinsyaq." [Zadul Ma'ad: 1/192-193]
📎 2. Cara mengusap kepala yang benar, yaitu dimulai mengusapnya dari bagian depan dan menariknya hingga sampai pada bagian tengkuk, lalu menariknya kembali ke tempat semula. Para ulama sepakat bahwa cara yang seperti adalah mustahab, sebagaimana yang dinukilkan Imam an-Nawawy dalan Syarh al-Muhadzdzab [1/402].
📎 3. Wajib menyeluruhkan usapan pada kepala dalam wudhu, ini adalah pendapat Malik, Ahmad dan al-Muzany. Pendapat ini dipilih oleh Imam al-Bukhary, dan beliau memberikan judul bab dalam kitad Shahihnya:

بَابُ مَسْحِ الرَّأْسِ كُلِّهِ لِقَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى: {وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ}

"Bab mengusap kepala seluruhnya, karena Allah ta'ala berfirman: 'dan sapulah kepalamu'." yaitu menyeluruh. [QS. al-Maidah:6]

📋 Catatan:
🔹- Dari sini, suatu kesalahan bagi yang menyapu kepalanya hanya sebatas rambut bagian depannya saja sebagaimana yang banyak dilakukan oleh orang-orang awam (jauh dari ilmu agama), tanpa menyeluruhkan usapannya ke seluruh kepala.
🔹- Batasan kepala adalah dari tempat tumbuhnya rambut bagian depan sampai ke tengkuk (akhir tempat tumbuhnya rambut bagian belakang).
🔹- Kewajiban ini berlaku pula atas wanita. Hukum asal suatu hukum adalah mencakup laki dan perempuan, sampai datang dalil yang mengkhususkannya.
Dalam hadits 'Aisyah, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

إِنَّمَا النِّسَاءُ شَقَائِقُ الرِّجَالِ

"karena perempuan adalah bagian dari lelaki." [HR. Abu Dawud dan At Tirmidzy, dishahihkan Syaikh al-Albany dalam ash-Shahihah no. 2863].
📎 4. Mengusap kepala hanya dilakukan sekali saja. Ini adalah pendapat jumhur ulama. Dalil mereka hadits Abdullah bin Zaid dan juga hadits Utsman bin 'Affan. Pendapat ini dipilih oleh Syaikhul Islam dan Ibnul Qayyim.

🔐 Masalah: Apakah mengusap kepala dengan air yang baru atau dengan sisa air basuhan tangan yang masih melekat pada telapak tangan?
🔑 Pendapat yang kuat dan terpilih adalah menciduk air yang baru untuk mengusap kepala, bukan dengan sisa air dari basuhan tangannya. Ini adalah pendapat jumhur ulama dan dalil mereka hadits Abdullah bin Zaid:

وَسَلَّمَ مَسَحَ بِرَأْسِهِ بِمَاءٍ غَيْرِ فَضْلِ يَدَيْهِ

"lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengusap kepalanya dengan air yang bukan sisa air dari tangannya" [HR. Muslim].

🔐 Masalah: Hukum mengusap kedua telinga?
🔑 Telah datang hadits Ibnu 'Abbas, bahwa Nabi bersabda:

« الْأُذُنَانِ مِنْ الرَّأْسِ ».

"Kedua telinga adalah bagian dari kepala". [HR. Abu Dawud, At Tirmidzi dan yang lainnya].

⚠️ Hadits ini diriwayatkan dari banyak jalan, namun semua sanad-sanadnya lemah dan berpenyakit.
Sehingga pendapat yang kuat dalam masalah hukum mengusap kedua telinga adalah mustahab, karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melakukannya. Tidak terdapat satu hadits pun yang menunjukkan kewajiban mengusap kedua telinga. Ini adalah pendapat jumhur ulama.

🔐 Masalah: Bagaimana cara mengusap telinga?
🔑 Telah ditunjukan dalam hadits 'Amru bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya berkata;

ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ فَأَدْخَلَ إِصْبَعَيْهِ السَّبَّاحَتَيْنِ فِي أُذُنَيْهِ، وَمَسَحَ بِإِبْهَامَيْهِ عَلَى ظَاهِرِ أُذُنَيْهِ، وَبِالسَّبَّاحَتَيْنِ بَاطِنَ أُذُنَيْهِ.

"Kemudian mengusap kepalanya lalu memasukkan kedua jari telunjuknya pada kedua telinganya, dan mengusap bagian luar kedua telinga dengan kedua ibu jari dan bagian dalam kedua telinga dengan kedua jari telunjuknya" [HR. Abu Dawud dan an-Nasa'i, dihasankan Syaikh al-Albany dalam shahih Abu Dawud no. 124]

🔐 Masalah: Hukum membaca Basmalah diawal wudhu?
🔑 Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini:
📌- Jumhur ulama berpendapat mustahab. Dalil mereka hadits Abu Hurairah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

« وَلَا وُضُوءَ لِمَنْ لَمْ يَذْكُرْ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى عَلَيْهِ ».

"dan tidak sah wudhu orang yang tidak menyebut nama Allah Ta'ala padanya." [HR. Ahmad dan Abu Dawud].

⚠️ Hadits ini sanadnya lemah, padanya perawi yang bernama Ya'qub bin Salamah Al Laitsy, dia meriwayatkan hadits dari bapaknya. Ya'qub dan bapaknya adalah perawi yang majhul.
Berkata al-Imam al-Bukhary: "Tidak diketahui bahwa Ya'qub telah mendengar (hadits) dari bapaknya, demikian pula bapaknya dari Abu Hurairah."
Hadits ini memiliki banyak jalan sanad, namun semuanya tidak bisa saling menguatkan untuk menjadi hasan, apalagi menjadi shahih, sebagiannya lemah sekali dan sebagian lainnya mungkar.
Para ulama, seperti Imam Ahmad, al-baihaqy, an-Nawawy, ibnul 'Araby, dan yang lainnya, mereka berpendapat tidak shahihnya hadits basmalah diawal wudhu.

📌- Sejumlah jamaah dari para ulama berpendapat tidak disunnahkan membaca basmalah diawal wudhu.

💍 Pendapat yang kuat adalah bahwa tidak ada hadits yang shahih datang dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tentang disyariatkan membaca basmalah diawal wudhu. Telah dimaklumi, bahwa wudhu adalah merupakan salah satu bentuk ibadah. Apabila seseorang akan shalat, apakah disyariatkan membaca basmalah sebelum takbir? Apabila ingin puasa, atau berdzikir, atau ingin mandi (janabah), apakah disyariatkan membaca basmalah diawalnya? Tentunya tidak, karena tidak ada dalil satupun yang menunjukkan syariat membaca basmalah disetiap ingin memulai suatu ibadah. Berwudhu termasuk jenis ibadah. Demikian pula para shahabat yang meriwayatkan sifat wudhu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, tidak menyebutkan membaca basmalah diawal wudhunya.

🔐 Masalah: Hukum membaca doa setelah berwudhu?
🔑 Telah datang dari 'Umar bin al-Khathab, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

«مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ يَتَوَضَّأُ فَيُسْبِغُ الْوُضُوءَ، ثُمَّ يَقُولُ: أَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ إلَّا فُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةِ، يَدْخُلُ مِنْ أَيُّهَا شَاءَ».

"Tidaklah salah seorang diantara kalian berwudhu, lalu menyempurnakan wudhunya, kemudian dia berdoa; “Asyhadu allaa ilaaha illallahu wahdahuu laa syariikalahuu wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhuu warasuuluhu” (aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya) melainkan pintu surga yang delapan akan dibukakan untuknya. Dia masuk dari pintu manapun yang dia kehendaki'." [HR. Muslim].

📋 Para Ulama berijma' bahwa disunnahkan membaca doa ini setiap selesai berwudhu.

🚪 Demikianlah pembahasan seputar sifat wudhu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang bisa kami sampaikan. Sebenarnya masih banyak permasalahan-permasalahan seputar wudhu yang belum kami sampaikan disini, namun kita cukupkan dalam pembahasan kita ini dengan perkara-perkara yang penting untuk diketahui oleh kita.

🕌 Nasehat:
Terus terang dalam permasalahan fiqih, banyak padanya perbedaan pendapat diantara para ulama. Sehingga bagi para pembaca yang punya kemampuan, bisa melihat sendiri dari sekian pendapat-pendapat yang ada, mana yang anda condong dan tenang padanya setelah melihat dalil-dalil dari masing-masing pendapat. Anda tidak harus mengikuti pendapat yang kami pilih disini.

Dan perlu kami ingatkan, dalam menghadapi khilafiyah (perbedaan pendapat) yang bersifat ijtihadiyah dalam masalah fiqih, kita harus berlapang dada. Sehingga ketika melihat saudaranya berbeda pendapatnya dengan kita, maka hati kita lapang, menghargainya, dan tidak mempengaruhi ukhuwah (persaudaraan). Karena kita lihat pada praktek kehidupan kita, sebagian saudara kita saling tahdzir, tidak mau bertegur sapa dan berbicara dengan fulan, karena fulan tidak berpendapat dalam masalah ini seperti pendapatnya. Janganlah demikian! janganlah kita mensikapi perbedaan masalah fiqih ini seperti kita mensikapi permasalahan manhaj atau aqidah. Janganlah perbedaan kita dalam masalah fiqih menyebakan perbedaan hati. Kecuali apabila kita berbeda pendapat dalam masalah fiqih yang sudah jelas hukumnya dalam agama ini, baik dari sisi kewajibannya atau keharamannya, atau para ulama telah berijma' atau sepakat dalam masalah tersebut, maka wajib kita luruskan yang salah, sehingga dia kembali kepada yang benar.

Allah Ta'ala berfirman:
"Dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." [Al-Anfal: 46].

Hendaknya kita lihat kepada salaful ummah dari kalangan para shahabat, tabi'in dan setelahnya. Mereka terkadang berbeda pandangan dalam suatu masalah fiqih, namun hal tersebut tidak mempengaruhi ukhuwah mereka.

📋 Catatan:
Jika perbedaan itu dalam masalah aqidah, maka itu harus diluruskan. Jika bertentangan dengan manhaj ahlus sunnah, maka kita ingkari dan kita ingatkan mereka yang menganut paham yang bertentangan dengan paham manhaj ahlus sunnah wal jama'ah.

Semoga Allah ta'ala selalu membimbing kita dengan taufiq dan hidayah-Nya, sehingga kita bisa menjalani hidup ini dalam keridhoannya. Dan kita memohon kepada Allah keikhlasan, kesabaran, dan istiqamah dalam menjalankan ibadah kepada-Nya, sesuai dengan tuntunan Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam sampai kita bertemu dengan-Nya.

Wallahu a’lam wal muwaffiq ilashshawab.

=========================================
✒️ ditulis oleh Abu Ubaidah bin Damiri al-Jawi
📚 FORUM KIS 📚
📡 https://telegram.me/FORUMKISFIQIH

Silsilah/Serial yang lain dari artikel FAEDAH-FAEDAH FIQHIYAH DARI KITAB ‘UMDATUL AHKAM dàpat dibaca disini

Selasa, 27 September 2016

Faidah-Faidah Fiqhiyah dari Kitab Umdatul Ahkam (07)


📚 FAEDAH-FAEDAH FIQHIYAH DARI KITAB ‘UMDATUL AHKAM 📚

🌹HADITS KETUJUH🌹

🔊 عَنْ حُمْرَانَ مَوْلَى عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ أَنَّهُ رَأَى عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ دَعَا بِوَضُوءٍ فَأَفْرَغَ عَلَى يَدَيْهِ مِنْ إِنَائِهِ فَغَسَلَهُمَا ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ أَدْخَلَ يَمِينَهُ فِي الْوَضُوءِ ثُمَّ تَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ وَاسْتَنْثَرَ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا وَيَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ ثَلَاثًا ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ ثُمَّ غَسَلَ كُلَّ رِجْلٍ ثَلَاثًا ثُمَّ قَالَ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَوَضَّأُ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا وَقَالَ « مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ لَا يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ ».

🔊 "Dari Humran mantan budak 'Utsman bin 'Affan, bahwa ia melihat 'Utsman bin 'Affan minta untuk diambilkan air wudhu. Ia lalu menuang bejana itu pada kedua tangannya, lalu ia basuh kedua tangannya tersebut hingga tiga kali. Kemudian ia memasukkan tangan kanannya ke dalam air wudhunya, kemudian berkumur, memasukkan air ke dalam hidung dan mengeluarkannya. Kemudian membasuh mukanya tiga kali, membasuh kedua lengannya hingga siku tiga kali, mengusap kepalanya lalu membasuh setiap kakinya tiga kali. Setelah itu ia berkata, "Aku telah melihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berwudhu seperti wudhuku ini, beliau lalu bersabda: "Barangsiapa berwudhu seperti wudhuku ini, kemudian dia shalat dua rakaat dan khusyu padanya, maka Allah mengampuni dosanya yang telah lalu." [HR. al-Bukhary dan Muslim]

📬 Faedah yang terdapat dalam Hadits:
📎 1. Disunnahkan untuk membasuh kedua telapak tangan diawal wudhu dan juga sebelum memasukannya kedalam bejana. Para ulama sepakat bahwa membasuh telapak tangan diawal wudhu mustahab  (sunnah), sebagaimana yang dikatakan oleh al-Imam an-Nawawy. [Syarah Shahih Muslim: 3/105].

📋 Catatan:
Telah lewat pada hadits keempat, bahwa hukum mencuci telapak tangan setelah bangun tidur malam adalah wajib. Sehingga apabila seseorang bangun tidur malam, kemudian ingin berwudhu maka wajib bagi dia mencuci telapak tangannya diawal wudhu. Namun jika dia tidak dalam keadaan bangun tidur malam, maka mencuci telapak tangan diawal wudhu adalah mustahab.
📎 2. Bagian-bagian anggota wudhu yang wajib hukumnya adalah:
🔸a. Membasuh muka,
🔸b. membasuh kedua lengannya hingga siku,
🔸c. mengusap kepala,
🔸d. membasuh kedua kaki.

Dalilnya firman Allah ta'ala:

{ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فاغْسِلُواْ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُواْ بِرُؤُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَينِ }

"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuhlah) kakimu sampai dengan kedua mata kaki." [QS. al-Maaidah:6]

Empat kewajiban diatas telah diijma'kan para ulama, sebagaimana dikatakan oleh al-Imam an-Nawawy, Ibnu Abdul Bar, Ibnu Qudamah dan yang lainnya.

📋 Catatan:
Adapun permasalahan hukum berkumur-kumur, istinsyaq (menghirup air dengan kedua lubang hidungnya) dan istintsar (mengeluarkan air yang telah dihirup) telah lewat permasalahan ini pada hadits keempat, alhamdulillah. Silahkan dilihat kembali!
📎 3. Membasuh anggota wudhu secara tertib adalah wajib, karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam senantiasa tertib dalam membasuh anggota wudhu, tidak pernah ternukilkan dari beliau berwudhu dengan cara terbalik yaitu mendahulukan kaki, kemudian mengusap kepala dan seterusnya. Hal ini dikuatkan pula dengan ayat wudhu dan hadits diatas, yaitu mencuci telapak tangan lebih dahulu, kemudian berkumur-kumur dan istinsyaq serta istintsar, kemudian membasuh muka, kemudian membasuh tangan sampai siku, kemudian mengusap kepala dan terakhir membasuh kaki sampai mata kaki. Ini adalah pendapat al-Imam asy-Syafi'i, Abu 'Ubaid, Abu Tsaur dan yang lainnya. Pendapat ini dipilih oleh Ibnul Qayyim, ash-Shan'any, asy-Syaukany, Syaikh al-'Utsaimin dan Syaikh Muqbil.
📎 4. Batas wajib dalam membasuh anggota wudhu adalah satu kali. Adapun membasuh dua atau tiga kali adalah mustahab.
🔊 Al-Imam an-Nawawy berkata: Para ulama sepakat bahwa yang wajib (dalam membasuh anggota wudhu) adalah sebanyak satu kali. [Syarah al-Muhadzab:1/437].

Dalil dalam permasalahan ini adalah hadits Ibnu 'Abbas:

أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَأَّ مَرَّةً مَرَّةً

"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berwudhu' sekali sekali (pada setiap anggota wudhu)."
Masalah: Bolehkah kita membasuh sebagian anggota wudhu sekali dan sebagian yang lainnya dua atau tiga kali?
Ibnu Qudamah berkata: Jika membasuh sebagian anggota wudhu sekali dan sebagian yang lainnya lebih dari sekali, maka hal ini dibolehkan, karena apabila boleh dilakukan pada semua anggota wudhu, maka boleh pula dilakukan pada sebagiannya. Dalam hadits Abdullah bin Zaid (yang akan datang) bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam membasuh muka tiga kali, kemudian membasuh tangannya dua kali dan mengusap kepalanya sekali. [Muttafaqun 'alaihi]. [al-Mughni: 1/194]

🔐 Masalah: Bolehkan seseorang membasuh anggota wudhu lebih dari tiga kali?

🔑 عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْأَلُهُ عَنْ الْوُضُوءِ فَأَرَاهُ الْوُضُوءَ ثَلَاثًا ثَلَاثًا ثُمَّ قَالَ: « هَكَذَا الْوُضُوءُ فَمَنْ زَادَ عَلَى هَذَا فَقَدْ أَسَاءَ وَتَعَدَّى وَظَلَمَ ».

"Dari Amru bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya berkata; "Seorang Badui datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk bertanya perihal wudhu. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memperlihatkan kepadanya cara berwudlu yang semuanya tiga kali - tiga kali. Kemudian Beliau bersabda, 'Beginilah cara berwudhu'."Barangsiapa menambah lebih dari ini, dia telah berbuat kejelekan dan melampaui batas, serta berbuat dzalim'." [HR. Ahmad, an-Nasa'i dan Ibnu Majah, dishahihkan Syaikh al-Albany dalam ash-Shahihah no. 2980]

🔊 Berkata Imam an-Nawawy: "Apabila lebih dari tiga kali maka dia telah melakukan perbuatan yang makruh, dan wudhunya tidak batal. Ini adalah madzhab kami, dan madzhabnya seluruh para ulama." [Syarah al-Muhadzab: 1/440]
Adapun Imam Ahmad dan Ishaq berpendapat hal tersebut haram dilakukan dan termasuk perbuatan bid'ah. Sebagian ulama yang bermadzhab syafi'iyah berpendapat bahwa wudhunya batal jika lebih dari tiga  kali.
📎 5. Disunnahkan mendahulukan anggota wudhu sebelah kanan. Dan akan kita bahas lebih lanjut pada hadits kesembilan in syaa Allah.
📎 6. Disunnahkan menunaikan shalat dua rakaat setiap selesai berwudhu.
📎 7. Keutaaman shalat selesai wudhu, yaitu Allah mengampuni dosanya yang telah lalu. Namun keutamaan ini dicapai dengan tiga syarat:
🔹a. Berwudhu sesuai dengan apa yang dituntunkan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
🔹b. Shalat dua rakaat atau lebih, sebagaimana yang ditunjukan dalam hadits Abu Hurairah:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِبِلَالٍ عِنْدَ صَلَاةِ الْفَجْرِ: « يَا بِلَالُ حَدِّثْنِي بِأَرْجَى عَمَلٍ عَمِلْتَهُ فِي الْإِسْلَامِ فَإِنِّي سَمِعْتُ دَفَّ نَعْلَيْكَ بَيْنَ يَدَيَّ فِي الْجَنَّةِ »، قَالَ: مَا عَمِلْتُ عَمَلًا أَرْجَى عِنْدِي أَنِّي لَمْ أَتَطَهَّرْ طُهُورًا فِي سَاعَةِ لَيْلٍ أَوْ نَهَارٍ إِلَّا صَلَّيْتُ بِذَلِكَ الطُّهُورِ مَا كُتِبَ لِي أَنْ أُصَلِّيَ.

"Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata kepada Bilal radhiyallahu 'anhu ketika shalat Fajar (Shubuh): "Wahai Bilal, ceritakan kepadaku amal yang paling utama yang sudah kamu amalkan dalam Islam, sebab aku mendengar di hadapanku suara sandalmu dalam surga". Bilal berkata; "Tidak ada amal yang utama yang aku sudah amalkan kecuali bahwa jika aku bersuci (berwudhu') pada suatu kesempatan malam ataupun siang melainkan aku selalu shalat dengan wudhu' tersebut disamping shalat wajib". [HR. al-Bukhary]
🔹 c. Khusyu dan menghadirkan dirinya dihadapan Allah ta'ala dalam shalatnya.

📋 Catatan:
Barangsiapa shalatnya hanya satu rakaat saja, maka dia tidak mendapatkan keutamaan ini.

📎 8. Dosa yang diampuni dengan shalat ini adalah dosa-doosa kecil saja. Ini adalah pendapat jumhur ulama. Dalil menunjukan hal ini adalah hadits Abu Hurairah:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ: « الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ ».

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Shalat lima waktu dan shalat Jum'at ke Jum'at berikutnya, dan Ramadhan ke Ramadhan berikutnya adalah penghapus untuk dosa antara keduanya apabila dia menjauhi dosa besar." [HR. Muslim]

📋 Catatan:
Adapun dosa-dosa besar, maka dibutuhkan dengan taubat nashuha.

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ يَوْمَ لَا يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ نُورُهُمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ}

"Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mu'min yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu." [QS. At Tahrim: 8]

🚪Pembahasan tentang sifat wudhu Nabi akan kita lengkapi insya Allah ta'ala pada hadits yang kedelapan.

=========================================
✒️ ditulis oleh Abu Ubaidah bin Damiri al-Jawi
📚 FORUM KIS 📚
📡 https://telegram.me/FORUMKISFIQIH

Silisilah/Serial yang lain dari artikel FAEDAH-FAEDAH FIQHIYAH DARI KITAB ‘UMDATUL AHKAM dàpat dibaca disini

Faidah-Faidah Fiqhiyah dari Kitab Umdatul Ahkam (06)


📚 FAEDAH-FAEDAH FIQHIYAH DARI KITAB ‘UMDATUL AHKAM 📚

🌹HADITS KEENAM🌹

🔊 عنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رضي الله عنه - ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ : «إذَا شَرِبَ الْكَلْبُ فِي إنَاءِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْسِلْهُ سَبْعًا».
وَلِمُسْلِمٍ : «أُولاهُنَّ بِالتُّرَابِ».
وَلَهُ فِي حَدِيثِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُغَفَّلٍ : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ : « إذَا وَلَغَ الْكَلْبُ فِي الإِناءِ فَاغْسِلُوهُ سَبْعاً وَعَفِّرُوهُ الثَّامِنَةَ بِالتُّرَابِ ».

🔊 "Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila seekor anjing minum pada bejana salah seorang dari kalian, maka hendaklah dia mencucinya tujuh kali." [HR. al-Bukhary dan Muslim]
🔊 Dalam riwayat muslim: "yang pertama dengan tanah."
🔊 Diriwayatkan oleh al-Imam Muslim dari Abdullah bin Mughaffal radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila seekor anjing menjilat pada suatu bejana, maka cucilah ia tujuh kali, dan gosoklah dengan tanah pada pencucian yang kedelapan."

📬 Faedah yang terdapat dalam Hadits:
📎 1. Anjing yang dimaksud dalam hadits diatas mencakup semua jenis anjing, dengan dalil keumuman hadits tersebut. Huruf (ال) alif dan lam pada kalimat (الكلب) memberikan faedah umum. Ini adalah pendapat jumhur ulama dan dipilih oleh Syaikh al-‘Utsaimin.

📎 2. Hukum badan atau bulu anjing dan air liurnya:
Pendapat yang kuat dan terpilih adalah air liur anjng najis, adapun tubuhnya suci. Ini adalah pendapat Abu Hanifah, Imam Ahmad dalam salah satu riwayatnya, dan dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Diantara dalil mereka:
🔹a) Hadits Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

«طَهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ»

"Sucinya bejana kalian apabila ia dijilat oleh anjing adalah dengan mencucinya tujuh kali, yang pertama dengan tanah." [HR. Muslim]

📋 Mereka berkata: Kalimat (طَهُورُ) pada hakikatnya tidaklah dipakai dalam syari’at melainkan yang diinginkan darinya bermakna mengangkat hadats atau najis.
🔊 Berkata Ibnu Hajar: “Apabila ada lafal syar’i yang berputar padanya makna secara bahasa dan hakikat syar’i, maka wajib dibawa ke hakikat syar’i, kecuali jika ada dalil lain (yang membawa kepada makna secara bahasa).
🔹b) Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan untuk mencuci sebanyak tujuh kali. Perintah mencuci dari hal tersebut menunjukkan kenajisannya.
🔊 Berkata Syaikh al-‘Utsaimin: “Kenajisannya lebih berat daripada najis-najis lainnya. Sesungguhnya najis anjing tidak bisa suci kecuali dengan tujuh kali basuhan, salah satunya dengan tanah.”

🔊 Berkata Ibnu Hajar: “Telah datang dari Ibnu ‘Abbas, menjelaskan bahwa (perintah) mencuci dari air liur anjing dikarenakan dia najis. Atsar ini diriwayatkan oleh Muhammad bin Nashr al-Marwazy dengan sanad yang shahih, dan tidak ada satupun dari para shahabat yang menyelisihinya.” [Fathul Bari no hadits 172]
Ini adalah pendapat yang dipilih oleh para ulama ahlul tahqiq seperti; Syaikhul Islam, Ibnu Hajar, ash-Shan’any, asy-Syaukany dan Syaikh al-‘Utsaimin.

📎 3. Wajib mencuci bejana air yang telah dijilati anjing sebanyak tujuh kali. Perintah mencuci sebanyak tujuh kali pada hadits menunjukkan atas kewajiban hal tersebut. ini adalah pendapat jumhur dan dipilih oleh para ulama yang telah tersebut diatas.

📎 4. Wajibnya menggunakan tanah dalam mencuci bejana yang dijilati anjing, karena adanya perintah tersebut dalam hadits. Ini adalah pendapat jumhur ulama dan dipilih oleh Syaikhul Islam, asy-Syaukany dan ash-Shan’any.

🔐 Masalah: Kapan menggunakan tanah dalam mencucinya?
🔑 Kebanyakan riwayat hadits menyebutkan pada cucian pertama dengan air dan tanah. Dan juga riwayat ini lebih shahih dari sisi sanad-sanadnya. Karena jika menggunakan tanah pada cucian terakhir, maka hal ini akan membutuhkan kembali cucian selanjutnya untuk membersihkan tanah yang melekat pada bejana tersebut. Ini adalah pendapat Jumhur ulama dan dipilih oleh Syaikh al-‘Utsaimin.

🔐 Masalah: Bagaimana cara mencucinya?
🔑 Dijelaskan oleh ash-Shan’any dalam kitabnya [Subulus Salam: 1/52-53], bisa dengan cara mencampurkan air dan tanah terlebih dahulu sampai keruh airnya atau menuangkan air terlebih dahulu kedalam bejana kemudian baru ditaruh tanah, atau sebaliknya. Semua cara ini boleh. Adapun menggosok bejana dengan tanah saja tanpa dicampur dengan air, maka ini tidak cukup, sebagaimana ditunjukan dalam hadits Abu Hurairah dan juga hadits Abdullah bin Mughaffal.

🔐 Masalah: Apakah sabun atau sikat bisa menggantikan kedudukan tanah?
🔑 Tidak sah sabun atau sikat atau bahan kimia yang lainnya menggantikan kedudukan tanah untuk mencuci bejana tersebut, hal ini disebabkan oleh beberapa hal:
📌- Perintah dalam hadits menggunakan tanah.
📌- Tidaklah diragukan bahwa dijaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam terdapat bahan-bahan untuk mencuci bejana selain tanah, seperti daun sidr (bidara) dan sikat, namun Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak memerintahkan untuk mencuci dengannya.
📌- Telah diteliti oleh para ahli kedokteran dan yang lainnya, bahwa pada tanah terkandung zat pembersih dan pembunuh bakteri yang berasal dari air liur anjing, yang mana hal ini tidak terdapat pada bahan yang lainnya.
Ini adalah pendapat yang benar dalam masalah ini, sebagaimana yang dikatakan oleh al-Imam an-Nawawy, Ibnu Daqiqil ‘Ied, al-Bassam dan Syaikh al-‘Utsaimin. 

🔐 Masalah: Apakah air yang terjilati anjing itu menjadi najis?
🔑 Pendapat yang benar dalam masalah ini adalah kita lihat sifat air tersebut, apakah salah satu sifatnya berubah disebabkan air liur anjing ataukah tidak. Jika tidak, maka kita kembalikan pada hukum asalnya, yaitu hukum asal air itu suci. Telah lewat pembahasan ini pada hadits yang kelima.

📎 5. Hukum mencuci sebanyak tujuh kali dengan salah satunya dicampur dengan tanah hanya khusus pada bejana yang dijilati oleh anjing. Adapun jika anjing menjilati pakaian atau kaki kita, maka tidak perlu kita cuci seperti mencuci bejana tersebut, karena tidak ada dalil yang mensyariatkan hal tersebut.

🔐 Masalah: Jika babi menjilati atau minum dalam bejana, apakah hukumnya sama dengan anjing?
🔑 Pendapat yang kuat dalam masalah ini adalah babi tidak bisa dikiyaskan dengan anjing, hal ini karena dua hal:
🔸- Dalil dan hukum ini hanya khusus untuk anjing.
🔸- Pada jaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sudah terdapat babi, namun tidak ternukilkan dari beliau menyamakan hukumnya dengan anjing.

🔐 Masalah: Apakah babi itu najis:
🔊 Berkata al-Imam an-Nawawy: “Tidak ada dalil yang menunjukkan dengan jelas najisnya babi.” [Syarh al-Muhadzdzab: 2/568]
Ini adalah pendapat Imam Malik.
Adapun firman Allah ta’ala:
{أَوْ لَحْمَ خِنزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ}

“atau daging babi - karena sesungguhnya semua itu kotor”

📋 Lafal (رِجْسٌ) dalam ayat ini tidak menunjukkan dengan jelas apakah yang dimaksud dengannya adalah najis ataukah kotor dan menjijikkan?!

Karena dalam hadits Anas bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga mensifati keledai jinak dengan lafazh (رِجْسٌ) [HR. al-Bukhary dan Muslim], dalam keadaan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para shahabat dahulu sering menungganginya dan mengusapnya.

🚪 Wallahu a’lam wal muwaffiq ila ash shawab.

=========================================
✒️ ditulis oleh Abu Ubaidah bin Damiri al-Jawi
📚 FORUM KIS 📚
📡 https://telegram.me/FORUMKISFIQIH

Silisilah/Serial yang lain dari artikel FAEDAH-FAEDAH FIQHIYAH DARI KITAB ‘UMDATUL AHKAM dàpat dibaca disini