Sabtu, 18 Januari 2020

SEKILAS SEJARAH PERJUANGAN ULAMA MENGEMBALIKAN AJARAN ISLAM PADA AJARAN NABI DAN PARA SAHABATNYA

💐📝SEKILAS SEJARAH PERJUANGAN ULAMA MENGEMBALIKAN AJARAN ISLAM PADA AJARAN NABI DAN PARA SAHABATNYA (BAG KE-1)

(Terjemahan Penjelasan Syaikh Sholih al-Fauzan dalam Mukaddimah Syarh Aqidah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab)

Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Semoga sholawat dan salam tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, dan para Sahabatnya seluruhnya.

Amma Ba’du:

Sesungguhnya kaum muslimin di masa Sahabat dan Tabi’in akidah mereka telah dikenal dengan baik. Akidah mereka sesuai dengan alQuran dan Sunnah yang ditinggalkan oleh Rasulullah shollallahu alaihi wasallam.

Dulu akidah yang dikenal baik itu ada di masa Sahabat, Tabi’in, dan generasi terbaik, 4 generasi. Meskipun di akhir generasi ini mulai masuk perselisihan dan kelompok-kelompok (baru). Seperti Khawarij, Qodariyyah, Syi’ah. Namun, dulu Dien (Islam) kuat dan mulia.

Orang-orang jahat bersembunyi dan tidak menampakkan kejahatannya. Ketika berakhir masa generasi yang utama itu nampak jelaslah kejahatan dan orang-orang sesat menampakkan kesesatannya. Di antaranya adalah Jahmiyyah, Mu’tazilah, Batiniyyah, dan Syi'ah.

Demikian juga kelompok sesat yang lain seperti Sufiyyah, Quburiyyah, dan kelompok-kelompok yang batil. Namun, Islam masih kuat di masa Daulah Umawiyyah. Ulama memiliki kedudukan dan perjuangan yang kuat. Mereka memerangi pemikiran-pemikiran ini. Orang-orang zindiq dihukum mati di masa Daulah Umawiyyah. Seperti Ja’ad bin Dirham dan selainnya yang terang-terangan menampakkan kezindiqan-nya.

Kemudian datanglah Daulah Bani Abbas yang juga memiliki kekuatan. Pada permulaan Daulah ini Islam kuat dan disegani. Ulama memiliki kedudukan yang mulia. Orang-orang jahat tidak punya kebebasan untuk menampakkan kejahatannya.

Di akhir pemerintahan Daulah Bani Abbas, datanglah al-Ma’mun al-Abbaasiy putra Harun ar-Rasyid. Dia memberontak terhadap kekuasaan saudaranya al-Amin, membunuhnya dan merebut kekuasaan itu. Ia adalah laki-laki kuat, cerdas, dan berilmu.

Namun, ia dimasuki oleh orang-orang yang sesat. Ia jadikan orang-orang sesat itu sebagai teman dekat di sekelilingnya. Seperti Ibnu Abi Du-ad, Bisyr al-Marrisiy. Mereka berhasil memikat hati al-Ma’mun untuk ikut dalam kesesatan dan akidah mereka. 

Ia pun terpengaruh. Sehingga mendukung penerjemahan buku-buku asing. Bahkan membangun tempat khusus penerjemahan itu yang disebut dengan Daarul Hikmah. Padahal sebenarnya itu adalah Darun Niqmah (tempat bencana). 

Mereka menerjemahkan buku-buku Romawi yang berisi kesesatan dan keburukan (ke bahasa Arab). Datanglah akidah-akidah yang sesat melalui jalur ini ketika buku-buku itu diterjemahkan. Sebagaimana Syaikh Taqiyyuddin rahimahullah menyatakan bahwa dengan diterjemahkannya buku-buku dari Romawi itu, bertambahlah keburukan.

Akhirnya, mereka bisa membuat al-Ma’mun tunduk pada keyakinan bahwa alQuran adalah makhluk, wal iyaadzu billaah. Firman Allah yang merupakan sumber hukum pertama dalam syariat, ingin mereka cabut sampai akarnya dari umat. Mereka berkata: Sesungguhnya alQuran adalah makhluk, bukan Firman Allah. al-Ma’mun pun tunduk dengan pendapat ini.

Namun para Imam (Ulama besar) berdiri menghadang pemikiran ini. Di antara yang terdepan adalah al-Imam Ahmad –semoga Allah merahmati beliau -. Mereka bangkit melawan pemikiran sesat ini dengan kuat dan mereka menolak menyatakan bahwa alQuran adalah makhluk. Sebagian mereka disiksa. Seperti al-Imam Ahmad. Sebagian mereka dibunuh. Namun mereka tetap sabar dalam melawan Mu’tazilah. Allah pun mengokohkan Dien dengan sebab mereka. Allah kokohkan akidah yang shahihah dengan sebab mereka, dan terusirlah orang-orang yang jahat.

Sepeninggal al-Ma’mun, saudaranya yang bernama al-Mu’tashim bin Harun ar-Rasyid menggantikannya. Kemudian setelah itu al-Watsiq bin al-Ma’mun. Mereka mengambil manhaj (yang menyimpang) ini dan ingin memaksa manusia untuk berpendapat bahwa alQuran adalah makhluk. Semua pemimpin tersebut menyiksa al-Imam Ahmad.

Namun, al-Imam Ahmad tidak pernah mengikuti mereka untuk mengucapkan kalimat itu, meskipun hanya satu kalimat. Justru beliau menyatakan: al-Quran adalah Kalam (Firman) Allah. Jika mereka mendesak beliau, beliau menyatakan: Tunjukkanlah bukti dari alQuran dan Sunnah sebagai dalil atas ucapan kalian itu. Mereka pun kembali memukul al-Imam Ahmad. Hingga beliau pingsan. Namun beliau tetap enggan mengucapkan pernyataan bahwa alQuran adalah makhluk. 

Hingga darah beliau mengalir akibat kerasnya pukulan itu. Saking kerasnya pukulan itu hingga beliau hilang kesadaran. Beliau tetap kokoh demikian hingga datang masa pemerintahan al-Mutawakkil bin Harun arRasyid. Allah pun menyelamatkan Ahlus Sunnah dan menolong kebenaran. Allah menghancurkan Ahlul Bid’ah. Kemudian terbunuhlah al-Mutawakkil yang dibunuh secara licik oleh orang yang jahat.

Kemudian berlangsunglah kelemahan (pada umat Islam) hingga akhir pemerintahan Bani Abbas. Berikutnya, Syiah mendapat posisi dalam kementrian. Padahal mereka lebih buruk dari Jahmiyyah. Ibnul Alqomiy menjadi menteri. Demikian juga sang penolong kekafiran, yaitu atThuusiy. 

Mereka menarik pasukan Tartar Mongol dari Timur yang memerangi negeri-negeri muslim sehingga menjajahnya dan membunuh khalifah. Mereka mengambil kitab-kitab Islam dan melemparkannya di sungai Dajlah. Mereka membunuh ratusan ribu kaum muslimin. Mereka membinasakan negeri-negeri kaum muslimin. Kaum muslimin melawan mereka di setiap negeri. Pada akhirnya, Allah menghinakan Tartar dan di antara mereka ada yang masuk Islam.

Islam tetap dalam keadaan kuat dan mulia –segala puji hanya untuk Allah-. Allah munculkan orang-orang yang menolong, melindungi, dan membela (ajaran) Islam. Muncul Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah di masa kegelapan. Kelompok-kelompok yang menyimpang saling menarik manusia, yaitu Sufiyyah, Jahmiyyah, Mu’tazilah, Quburiyyah, dan Syiah. 

Kaum muslimin hidup dalam suasana penuh gelombang fitnah. Di masa itu muncul Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Beliau mempelajari kitab-kitab Salafus Shalih yang murni. Beliau juga mempelajari kitab-kitab yang menyimpang dan mengenal dengan baik syubhat-syubhat yang ada di dalamnya. Beliau bangkit berdakwah mengajak manusia kepada Allah, menulis kitab-kitab dan mengajar. Beliau pun diasingkan dan dipenjarakan.

Namun itu tidak menghalangi beliau untuk terus berjihad. Baik jihad dengan senjata, terjun langsung di medan pertempuran (termasuk melawan pasukan Tartar, pent). Beliau juga berjihad dengan pena, lisan, dan hujjah.

Hingga Allah munculkan pula murid-murid yang meneruskan ilmu beliau, seperti Ibnul Qoyyim, Ibnu Katsir, dan adz-Dzahabiy. Demikian juga para Ulama besar selain mereka. Berkembanglah dakwah (Islam yang benar). Terbitlah fajar dakwah dan pembaharuan ajaran agama Islam (kembali pada ajaran Nabi dan para Sahabatnya, pent). Terdapat bantahan-bantahan terhadap syubhat dan kesesatan dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan para murid beliau –semoga Allah merahmati mereka-.

Kemudian berjalan waktu yang lama, lemahlah (sikap mengikuti) mazhab Ahlus Sunnah. Banyak kebid’ahan. Kesesatan tersebar luas. Setelah masa Syaikhul Islam dan para muridnya, muncullah masa kemandegan, kebodohan, dan taklid buta. 

Negeri Najd tidak banyak disebut. Bahkan dilupakan. Dianggap wilayah terbelakang (terpencil) atau menyerupai daerah terpencil. Hanya berupa kampung, lahan pertanian, dan tempat yang jauh dari pemukiman. Tidak menarik sebagai tempat tinggal. Setiap wilayah punya pemimpin tersendiri. Terpisah satu sama lain. (Sebagai contoh), pemimpin negeri ‘Irqih tidak tunduk pada pemimpin negeri ad-Dir’iyyah. Padahal kedua negeri itu berdekatan. Masing-masing wilayah yang berkuasa sendiri-sendiri.

Para Ulama Hanabilah (di masa itu) di Najd terlalu mementingkan pembahasan fiqh (saja). Mereka menyusun karya-karya fiqh dan mengajarkannya. Adapun secara akidah, mereka berada di atas akidah al-Asya’iroh dan al-Maturidiyyah. Mereka larut dalam tashawwuf dan kebid’ahan. Seperti juga di negeri-negeri lain.

Bahkan, lebih banyak tersebar kebodohan di antara mereka di wilayah terpencil maupun perkampungan. Ya, di perkampungan ada Ulama, namun Ulama fiqh saja. Mereka pergi ke Syam berguru kepada Ulama Hanabilah di Syam. Kemudian pulang membawa kitab-kitab fiqh dalam mazhab al-Imam Ahmad.

Ini adalah kebaikan yang banyak. Namun, dalam akidah mereka kurang perhatian. Manusia dalam kondisi seperti itu: Sufiyyah, Quburiyyah, dan beberapa keburukan (bid’ah dan penyimpangan) lainnya. Tukang sihir juga semangat dengan aktivitas sihirnya. Demikian juga para tukang tenung. Kabilah-kabilah yang ada saling berhukum dengan para tukang ramal dan tukang tenung yang ada di antara mereka.

Dalam kondisi semacam ini Allah munculkan Syaikhul Islam Muhammad bin Abdil Wahhab. Allah mengaruniakan kecerdasan dalam memahami keadaan masyarakat di masa itu. Sejak kecil beliau sering menelaah dan mengkaji kitab-kitab 2 Syaikh: Ibnu Taimiyyah dan Ibnul Qoyyim. Beliau juga sering menelaah kitab-kitab Salaf (para Ulama Islam terdahulu, pent). Beliau sendirian.

Kemudian beliau tidak mencukupkan diri dengan ilmu yang ada di negerinya. Beliaupun safar ke negeri lain.

(Bersambung, insyaallah...)

Penerjemah: Abu Utsman Kharisman

💡💡📝📝💡💡
WA al I'tishom
----------------------

💐📝SEKILAS SEJARAH PERJUANGAN ULAMA MENGEMBALIKAN AJARAN ISLAM PADA AJARAN NABI DAN PARA SAHABATNYA (BAG KE-2-SELESAI)

(Terjemahan Penjelasan Syaikh Sholih al-Fauzan dalam Mukaddimah Syarh Aqidah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab)

Beliau (Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab) safar menuju Makkah dalam rangka menunaikan ibadah haji dan mengambil ilmu dari sebagian Ulama di Makkah. Beliau safar ke Madinah berziarah ke Masjid Nabawi dan mengambil ilmu dari Ulama di Madinah.

 Kemudian beliau safar ke al-Ahsaa’ dan mengambil ilmu dari Ulama di sana. Kemudian beliau safar ke Iraq menuju Bashrah, bertemu sebagian Ulama dan berguru kepada mereka. Beliau pun menyusun beberapa kitab di sana. Kemudian beliau hendak safar menuju Syam, namun tidak terlaksana.

Berikutnya, beliau kembali ke negerinya dalam keadaan sedih mengetahui keadaan masyarakat di sana. Beliau tidak bisa diam melihat keadaan itu. Maka beliau mulai berdakwah di atas bashiroh dan petunjuk.
Beliau mulai berdakwah di negeri Huraimalaa’. Tempat tinggal ayah beliau yang menjadi qodhi (hakim) di sana. Beliau tidak betah tinggal di sana hingga pindah ke al-Uyainah. Saat itu, Uyainah dipimpin oleh Bani Mu’ammar. 

Beliau pun menyampaikan dakwah kepada pemimpin Uyainah saat itu, dan pemimpin itu menerimanya. Mendukung dan menolong dakwah Syaikh. Syaikh mulai mengubah kemunkaran-kemunkaran. Beliau menghancurkan kubah yang berada di atas kubur Zaid bin al-Khoththob yang menjadi sasaran kunjungan manusia. Beliau pun menegakkan hukuman had zina bagi seorang wanita yang mengaku telah melakukan perbuatan itu.

Ketika hal itu terdengar oleh pemimpin al-Ahsaa’ Ibnu Urai’ir al-Kholidiy, ia marah kepada (pemimpin Uyainah) Ibnu Mu’ammar. Ia mengancam akan memutuskan bantuan yang biasa diberikan, jika tidak mengusir orang tersebut (Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab) dari negerinya.

Ibnu Mu’ammar pun menyampaikan ancaman itu kepada Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab. Syaikh ingin menenangkannya dengan menyatakan: rezeki dari Allah lebih baik bagimu dibandingkan yang diberikan oleh fulan. Hendaknya engkau bertawakkal hanya kepada Allah. Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Tinggi akan mencukupi kebutuhan orang yang bertawakkal kepadaNya.
Namun, orang itu tidak mau menerima nasihat Syaikh. Ia ingin Syaikh pergi dari negerinya.

Maka pergilah Syaikh meninggalkan Uyainah. Ke mana beliau pergi? Beliau pergi menuju ad-Dir’iyyah. 

Di sana pemimpinnya adalah Muhammad bin Saud. Dulu, pemimpin Muhammad bin Saud adalah seperti pemimpin di negeri lain. Beliau mendengar bahwa Syaikh ini pergi dari Uyainah dan juga berhati-hati terhadap Syaikh. Namun Syaikh pergi menuju murid beliau yang disebut Ibnu Suwailim di ad-Dir’iyyah. Beliau singgah sebagai tamu. Diharapkan tidak ada seorang pun yang tahu akan kunjungan beliau ini. Beliau melaksanakan itu secara tersembunyi.

Istri pemimpin Muhammad bin Saud mengetahui kedatangan Syaikh (ke ad-Dir’iyyah). Allah telah memberikan hidayah kepadanya, ia mendengar tentang dakwah Syaikh, dan menerima kepada ajaran dakwah tersebut. Ia berkata kepada suaminya, Muhammad bin Saud: Kedatangan seorang ‘alim yang datang ke negerimu ini adalah rezeki yang Allah hantarkan kepada anda. Ambillah baik-baik kesempatan ini, sebelum diambil pihak lain.

Istrinya terus menyampaikan demikian, hingga Muhammad bin Saud pun menerima usulan tersebut. Muhammad bin Saud berkata: Sampaikan kepadanya, silakan ia datang menemui aku. Istrinya berkata: Jangan. Jika engkau meminta ia datang, orang-orang akan berkata: Ia diundang untuk disiksa atau akan dibunuh. Namun, hendaknya anda sendiri yang mendatangi beliau hingga orang-orang tidak berpikiran yang tidak-tidak. 

Perhatikan, kecerdikan dan siasat dari istri Muhammad bin Saud tersebut, semoga Allah merahmatinya. Pergilah pemimpin ad-Dir’iyyah ke rumah Ibnu Suwailim. Ibnu Suwailim mengkhawatirkan keselamatan Syaikh. Ketika pemimpin ad-Dir’iyyah datang ke rumahnya, bertambahlah kekhawatirannya.

Pemimpin ad-Dir’iyyah itu pun masuk menemui Syaikh dan mengucapkan salam kepada beliau.
Syaikh pun menyampaikan dakwahnya kepada pemimpin ad-Dir’iyyah. Allah melapangkan dada pemimpin tersebut hingga menerima dakwah Syaikh. Ia pun berjanji akan mendukung dan menolongnya. Keduanya pun bersepakat untuk saling berjuang.

Dari sejak waktu itu, tegaklah dakwah di ad-Dir’iyyah. Syaikh pun duduk menyampaikan ilmu, memberikan nasihat, dan menulis (karya). Banyak para penuntut ilmu yang datang mengunjungi beliau. Syaikh merasa mendapat dukungan dan perlindungan terhadap dakwah beliau. Syaikh pun menulis surat ke negeri-negeri lain berdakwah mengajak mereka menuju Allah.

Kemudian mereka juga menyusun pasukan jihad melawan negeri-negeri lain yang memeranginya. Allah memberikan pertolongan kepada mereka terhadap negeri-negeri sekitar (yang memeranginya). Negeri-negeri sekitar itu pun kemudian masuk ke wilayah kekuasaan Muhammad bin Saud. Dulunya beliau hanya memimpin ad-Dir’iyyah saja, namun kemudian menguasai Najd seluruhnya. Tegaklah pasukan yang  berjihad di jalan Allah dan tegaklah dakwah.

Di masa tersebut orang-orang jahat membikin kerancuan terhadap manusia dan berkata: Sesungguhnya Muhammad bin Abdil Wahhab ingin mengubah agama kaum muslimin. Sesungguhnya ia datang dengan membawa agama baru. Ia juga mengkafirkan kaum muslimin. Ia juga demikian dan demikian...(Berbagai tuduhan dusta disebarkan).

Penduduk Qosim menulis surat kepada beliau menanyakan tentang hal itu. Ini adalah suatu hal yang baik. Hendaknya anda jangan langsung percaya dengan isu yang tersebar, tanyakan langsung pada orangnya. Mereka menulis surat bertanya tentang akidah beliau. Karena nama beliau sudah dikesankan sedemikian buruk di sisi mereka. Ada yang menyatakan: sesungguhnya dia adalah seseorang yang ingin mengkafirkan manusia, membunuh manusia, dan mengubah agama manusia. Masih banyak ucapan-ucapan dusta lain terhadap beliau.

Syaikh pun menulis (ringkasan) akidah ini untuk menjelaskan akidah beliau. Untuk menjelaskan pula bahwasanya akidah beliau adalah akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Beliau tidaklah datang membawa ajaran yang baru. Beliau juga jelaskan bahwa tuduhan terhadap beliau itu adalah dusta. 

Beliau juga menulis risalah lain dalam bantahan-bantahan beliau terdapat dalam ad-Durar as-Saniyyah. Beliau juga membantah syubhat-syubhat yang disampaikan kepada beliau. Di antara kitab yang beliau tulis adalah Kasyfusy Syubuhat. Beliau menjawab syubhat-syubhat yang bertebaran di sekitar beliau.

Maka inilah landasan yang melatarbelakangi penulisan risalah ini yang merupakan jawaban terhadap pertanyaan tentang akidah beliau. Di Qosim juga terdapat para Ulama. Mereka juga berkorespondensi dengan Ulama Hanabilah di Syam. Ketika sampai kepada mereka berita tentang Syaikh dan isu yang berkembang di sekitarnya, mereka pun menulis surat untuk menanyakan tentang akidah beliau. Maka Syaikh pun menulis risalah ini untuk menjelaskan akidah beliau. Beliau pun membantah syubhat-syubhat terkait itu.

Demikianlah keadaan dakwah menuju Allah. Orang-orang yang berdakwah mengajak manusia menuju Allah pasti akan mengalami bagian dari gangguan, ancaman, dan intimidasi. Namun mereka bersabar di atas itu. Kokoh di atasnya. Mereka pun membantah syubhat-syubhat yang menghalangi jalan mereka. Ini semakin menekankan bahwa seorang da’i wajib untuk berilmu dan mampu menjawab syubhat-syubhat yang ada. Ia harus menjelaskan mana yang benar dari sekian kebatilan. Ia harus bersenjatakan ilmu.

Syaikh (Muhammad bin Abdil Wahhab) rahimahullah tidaklah mulai mengemban dakwah yang agung ini kecuali setelah mapan dalam keilmuan. Setelah beliau belajar dan mengambil ilmu dari para Ulama di negeri-negeri yang beliau kunjungi. Setelah beliau membaca kitab-kitab. Barulah setelah itu beliau berdakwah dengan bersenjatakan ilmu dan hujjah-hujjah.

Allah pun menolong beliau dengan keikhlasan karena Allah. Beliau tidak menginginkan kedudukan di muka bumi atau membuat kerusakan padanya. Beliau tidak berambisi terhadap harta maupun kedudukan. Beliau hanya mengharapkan Wajah Allah. Beliau menginginkan untuk menolong Dien ini, menjelaskan kebenaran, dan bersikap anNashihah kepada para makhluk.

Beliau merasa kasihan kepada para makhluk agar mereka jangan binasa. Beliau berada di tengah-tengah mereka dan beliau memiliki ilmu dalam mengenali kebenaran. Beliau pun memandang kewajiban untuk berdakwah menuju Allah, melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar (memerintahkan kepada kebajikan dan melarang dari kemunkaran). Beliau rahimahullah memandang bahwa tidak ada jalan lain yang harus beliau lakukan kecuali ini.

<< selesai, Alhamdulillah >>

Penerjemah: Abu Utsman Kharisman

💡💡📝📝💡💡
WA al I'tishom

Tidak ada komentar:

Posting Komentar