Rabu, 14 Februari 2018

FAEDAH-FAEDAH FIQHIYAH DARI KITAB ‘UMDATUL AHKAM (22)

📚 FAEDAH-FAEDAH FIQHIYAH DARI KITAB ‘UMDATUL AHKAM 📚

🌹HADITS KEDUA PULUH DUA🌹

🔊 عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - قَالَ «كُنْتُ مَعَ النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فَبَالَ، وَتَوَضَّأَ، وَمَسَحَ عَلَى خُفَّيْهِ»

🔊 "Dari Hudzaifah ibnul Yaman radhiyallahu 'anhu, ia bekata: "Aku bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau pergi buang air kecil, berwudhu, dan mengusap sepatunya." [disebutkan penulis rahimahullah secara ringkas]
—-------------------------------------------------------------------------------------

📬 Faedah yang terdapat dalam hadits:
📎 1. Disyariatkan mengusap sepatu disaat sedang safar, baik safarnya dalam jarak dekat maupun jauh, karena hadits menunjukan lafazh umum. Ini adalah pendapat Ibnu Hazem, Ibnu Taimiyah dan yang lainnya.

🔐 Masalah: Apakah boleh mengusap sepatu meskipun safarnya dalam rangka kemaksiatan?
🔑 Pendapat yang terpilih adalah dia tetap mendapat keringanan untuk dapat mengusap sepatunya, karena hadits bersifat umum, mencakup semua jenis safar. Hanya saja dia berdosa dengan kemaksiatannya. Ini adalah pendapat Abu Hanifah dan azh-Zhahiriyah dan yang lainnya. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Hazem.

🔐 Masalah: Apakah ada batasan waktu dibolehkan untuk mukim dan musafir mengusap sepatu?
🔑 Jawab: Iya, syariat mengusap sepatu ada batasan waktunya. Untuk mukim sehari semalam, sedangkan untuk musafir tiga hari tiga malam. Ini adalah pendapat jumhur ulama. Dalil mereka hadits Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu, ia berkata;
«جَعَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ وَلَيَالِيَهُنَّ لِلْمُسَافِرِ، وَيَوْمًا وَلَيْلَةً لِلْمُقِيمِ»

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah menjadikan waktu tiga hari dan malamnya bagi musafir (untuk mengusap khuf) dan sehari semalam bagi orang yang menetap (muqim)." [HR. Muslim]

Pendapat ini dipilih oleh Ulama kibar di zaman kita, seperti Syaikh Bin Baz, Syaikh al-Albani, Syaikh al-'Utsaimin, Syaikh Muqbil, dan yang lainnya.

🔐 Masalah: Kapan mulai penghitungannya?
🔑 Jawab: Pendapat yang kuat dan terpilih adalah batasannya terhitung mulai dari awal dia mengusap sepatu setelah berhadats, karena zhahir hadits adalah kapan dia mulai mengusap maka disitulah mulai dihitung. Wallahu a'lam.
🌱 Misal: Jika dia telah berwudhu, terus berhadats pada jam sebelas siang, kemudian dia berwudhu kembali pada jam dua belas dengan mengusap sepatunya pada jam tersebut. Maka hitungannya dimulai dari jam duabelas siang.
Ini adalah pendapat al-Auza'i, Abu Tsaur, Imam Ahmad dalam salah satu riwayatnya. Pendapat ini dipilih oleh Syaikh asy-Syinqithi, Syaikh al-Albani, Syaikh al-'Utsaimin dan Syaikh Muqbil.

🔐 Masalah: Jika batasan waktu telah habis, apakah batal wudhunya?
🔑 Jawab: Pendapat yang kuat dan terpilih adalah tidak batal wudhunya selama dia belum berhadats disaat datang masa akhir dia mengusap.
📌 Contoh: Misalnya dia muqim, mulai dia mengusap pertama kali pada jam tujuh pagi, kemudian besok harinya ketika jam setengah tujuh pagi dia berwudhu, maka ketika lewat jam tujuh pagi wudhunya belum batal sampai zhuhur, maka boleh dia sholat zhuhur dengan wudhu tersebut. Adapun setelah itu jika dia berhadats, maka tidak boleh bagi dia mengusap sepatunya. Bahkan wajib bagi dia membasuh kakinya jika ingin berwudhu kembali.
Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Syaikh al-'Utsaimin dan Syaikh Muqbil.

📎 2. Apabila hadats yang menimpanya seperti kencing atau tidur atau yang lainnya dari hadats yang kecil, maka boleh bagi dia tetap mengusap sepatunya selama batasan waktu mengusap belum habis. Namun apabila dia tertimpa janabah, maka wajib bagi dia melepas sepatunya, meskipun masa waktu mengusapnya belum habis. Ini adalah perkara yang tidak dipersilisihkan dikalangan para ulama.
Dalil dalam masalah ini adalah hadits Shafwan bin 'Assal radhiyallahu 'anhu, ia berkata:

«كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُنَا إِذَا كُنَّا سَفَرًا أَنْ لاَ نَنْزِعَ خِفَافَنَا ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ وَلَيَالِيهِنَّ، إِلاَّ مِنْ جَنَابَةٍ، وَلَكِنْ مِنْ غَائِطٍ وَبَوْلٍ وَنَوْمٍ»

"Jika kami sedang bepergian, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan agar kami tidak membukanya selama tiga hari tiga malam kecuali ketika kami junub. Dan tetap boleh untuk mengusapnya karena buang air besar, buang air kecil dan tidur." [HR. at-Tirmidzi dan an-Nasai, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dan Syaikh Muqbil]

🔐 Masalah: bolehkah mengusap kaos kaki jika dia sedang memakai kaos kaki?
🔑 Kaos kaki yang menutup mata kaki maka hukumnya hukum sepatu, boleh baginya mengusapnya jika sebelum memakainya dalam keadaan telah berwudhu dengan sempurna, yaitu telah mencuci kedua kakinya. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Ibnu Hazem, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Syaikh al-Albani, Syaikh al-'Utsaimin dan Syaikh Muqbil.
Dalil mereka diantaranya hadits Tsauban radhiyallahu 'anhu, ia berkata;
((بَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ  سَرِيَّةً فَأَصَابَهُمُ الْبَرْدُ فَلَمَّا قَدِمُوا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ  أَمَرَهُمْ أَنْ يَمْسَحُوا عَلَى الْعَصَائِبِ وَالتَّسَاخِينِ))

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah mengutus satu pasukan (untuk berperang tanpa diikuti beliau), lalu mereka diliputi cuaca dingin. Maka setelah mereka datang menghadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau memerintahkan supaya mereka mengusap sorban dan tasakhin mereka". [HR. Ahmad dan Abu Dawud, dishahihkam oleh Syaikh al-Albani dan Syaikh Muqbil]

📋 CATATAN: Kalimat Tasakhin dalam bahasa Arab mencakup juga kaos kaki.

🔐 Masalah: Hukum mengusap sarung tangan dan burqa' (cadar/penutup muka)?
🔑 Berkata al-Imam an-Nawawi: "Para ulama sepakat bahwa tidak boleh mengusap kaos tangan dan cadar."

🔐 Masalah: Hukum mengusap perban yang membalut luka?
🔑 Telah datang hadits 'Ali bin Abi Thalib, ia berkata;

انْكَسَرَتْ إِحْدَى زَنْدَيَّ، فَسَأَلْتُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، «فَأَمَرَنِي أَنْ أَمْسَحَ عَلَى الْجَبَائِرِ»

"Salah satu lengan tanganku retak, maka aku tanyakan hal itu kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Kemudian beliau memerintahkan kepadaku agar mengusap bagian atas kain pembalut luka." [HR. Ibnu Majah, dilemahkan oleh Syaikh al-Albani, bahwa hadits ini lemah sekali]

⚠️ Karena tidak adanya hadits yang shahih, maka tidak disyariatkan untuk bertayamum ataupun mengusap perbannya disaat berwudhu. Cukup bagi dia berwudhu dengan membasuh anggota wudhu yang bisa dibasuh. Adapun perban tersebut tidak perlu diusap. Ini adalah pendapat yang dilih oleh Ibnu Hazem, Syaikh al-Albani dan Syaikh Muqbil.

🚪 Wallahul muwaffiq ilash shawab

========================================
📚 FORUM KIS 📚
📡 https://telegram.me/FORUMKISFIQIH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar