Rabu, 14 September 2016

Faedah-faedah Fiqhiyah Dari Kitab 'Umdatul Ahkam (04)


📚 FAEDAH-FAEDAH FIQHIYAH DARI KITAB ‘UMDATUL AHKAM 📚

🌹HADITS KEEMPAT🌹

🔊 عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رضي الله عنه - : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - قال: « إذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَلْيَجْعَلْ فِي أَنْفِهِ مَاءً , ثُمَّ لِيَنْتَثِرْ , وَمَنْ اسْتَجْمَرَ فَلْيُوتِرْ, وَإِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِهِ فَلْيَغْسِلْ يَدَيْهِ قَبْلَ أَنْ يُدْخِلَهُمَا فِي الإِنَاءِ ثَلاثاً ، فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لا يَدْرِي أَيْنَ بَاتَتْ يَدُهُ » .
وَفِي لَفْظٍ لِمُسْلِمٍ: « فَلْيَسْتَنْشِقْ بِمِنْخَرَيْهِ مِنَ الْمَاءِ »
وَفِي لَفْظٍ: « مَنْ تَوَضَّأَ فَلْيَسْتَنْشِقْ »

🔊 "Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika salah seorang dari kalian berwudhu hendaklah memasukkan air ke dalam hidung, kemudian keluarkanlah. Barangsiapa beristinja' dengan batu hendaklah dengan bilangan ganjil. Dan jika salah seorang dari kalian bangun dari tidurnya, hendaklah membasuh kedua telapak tangannya sebelum memasukkannya dalam bejana air wudhunya sebanyak 3 kali, sebab salah seorang dari kalian tidak tahu ke mana tangannya bermalam."." [HR. al-Bukhari dan Muslim, namun lafazh ini lebih mendekati lafazh al-Bukhari]
🔊 Dalam riwayat muslim: “hendaklah dia menghirup air dengan kedua lubang hidungnya."
🔊 Dalam riwayat lain: "Apabila salah seorang dari kalian berwudhu hendaklah dia beristinsyaq (menghirup air).”

📬 Faedah yang terdapat dalam Hadits:
📎 1. Istinsyaq (menghirup air dengan kedua lubang hidungnya) dan istintsar (mengeluarkan air tersebut dari hidung) merupakan kewajiban dalam berwudhu. Ini adalah pendapat yang kuat dan terpilih, karena lafazh hadits ini secara jelas menunjukan kewajibannya. Hukum asal lafazh perintah adalah menunjukan suatu kewajiban. Ini adalah pendapat Abu Tsaur, Dawud adz-Zhahiry dan Imam Ahmad dalam salah satu riwayatnya, dan pendapat ini dipilih oleh Ibnu Hazem, Ibnul Mundzir dan Syekh al-Albany.

📋 Catatan: Yang dimaksud dengan kewajiban dalam bab wudhu disini adalah rukun wudhu, sehingga barangsiapa yang meninggalkannya maka tidaklah sah wudhunya.

🔐 Masalah: Apakah hukum berkumur-kumur dalam wudhu?
🔑 Jumhur (mayoritas) ulama berpendapat bahwa berkumur-kumur dalam wudhu adalah sunnah, karena tidak terdapat satu hadits pun yang shahih yang menunjukkan kewajibannya. Semua hadits-hadits yang berlafazh perintah berkumur-kumur semuanya dha’if (lemah). Diantaranya hadits yang diriwayatkan oleh ad-Daruquthny dari hadits Laqith bin Shabirah:

« إِذَا تَوَضَّأْتَ فَمَضْمِضْ »

“Apabila kamu berwudhu maka berkumur-kumurlah”

⚠️ Ini adalah hadits yang lemah, karena dalam sanadnya Abu ‘Ashim telah bersendirian dalam periwayatannya, sehingga dia menyelisihi empat perowi yang mana mereka meriwayatkan tanpa menyebutkan lafazh ini.
Sehingga pendapat yang kuat dalam masalah ini, bahwa berkumur-kumur adalah sunnah dalam wudhu.

📋 Catatan: Adapun yang mengatakan bahwa mulut bagian dari wajah, sehingga berkumur-kumur masuk dalam keumuman ayat wudhu:

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ ...} الآية

"Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mendirikan shalat maka basuhlah wajah-wajah kalian…” [QS. Al Maidah: 6].

⚠️ Kita jawab: bahwa yang diperintahkan oleh Allah ta’ala dalam ayat ini adalah membasuh wajah. Definisi wajah dalam bahasa Arab adalah apa yang tampak ketika berhadapan, sedangkan bagian dalam mulut tidak tampak ketika berhadapan, sehingga tidak bisa dimasukan dalam katagori wajah. Wallahu a’lam.
📎 2. Bolehnya seseorang beristijmar yaitu beristinja dengan batu, namun apakah dalam beristijmar paling sedikit harus dengan tiga batu ataukah boleh dengan satu atau dua batu?
Pendapat yang kuat dan terpilih dalam masalah ini adalah wajibnya istijmar paling sedikit dengan tiga batu dan tidak boleh kurang dari itu. Ini adalah pendapat Imam asy-Syafi’i, Imam Ahmad dan Ishaq, dan pendapat ini dipilih oleh Syekh al-Albany dan Syekh al-‘Utsaimin.
Dalil mereka adalah hadits Salman radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:

«لَقَدْ نَهَانَا أَنْ نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ لِغَائِطٍ أَوْ بَوْلٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِىَ بِالْيَمِينِ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِىَ بِأَقَلَّ مِنْ ثَلاَثَةِ أَحْجَارٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِرَجِيعٍ أَوْ بِعَظْمٍ »

"Sungguh dia (Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam) telah melarang kami untuk menghadap kiblat saat buang air besar, buang air kecil, beristinja' dengan tangan kanan, beristinja' dengan batu kurang dari tiga buah, atau beristinja' dengan kotoran hewan atau tulang." [HR. Muslim]
 
Dan juga hadits Jabir, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

« إِذَا اسْتَجْمَرَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْتَجْمِرْ ثَلَاثًا ».

“Jika kalian melakukan istijmar (bersuci dengan mengunakan batu) maka lakukanlah tiga kali." [HR. Ahmad, dishahikan oleh Syekh al-Albany dalam ash-Shahihah no. 2312].

📋 Dua hadits ini, menunjukkan dengan jelas bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mewajibkan dalam beristijmar paling sedikit dengan tiga batu dan melarang beristijmar kurang dari tiga batu.

🔊 Berkata Syekh al-Albany rahimahullah: “Tidak boleh beristijmar kurang dari tiga batu, meskipun bisa bersih dengan dua batu saja. Yang wajib harus dengan tiga batu.” [lihat kitab adh-Dha’ifah 1/3].
 
🔐 Masalah: Apakah hukum mengganjilkan bilangan dalam istijmar apabila lebih dari tiga, misalnya dengan empat batu sudah bersih, apakah harus diganjilkan menjadi lima?
🔑 Pendapat yang kuat dan terpilih adalah wajib. Barangsiapa yang telah beristijmar dengan empat batu, dan sudah bersih dengannya, maka wajib untuk menggajilkannya menjadi lima. Dalil yang menunjukan wajibnya hal tersebut adalah hadits jabir yang telah lewat. Hukum asal lafazh perintah menunjukan suatu kewajiban. Tidaklah berubah menjadi hukum sunnah kecuali dengan dalil yang shahih yang memalingkannya kepada hukum sunnah.
📎 3. Istijmar bisa dilakukan dengan segala sesuatu yang bisa membersihkan dan menghilangkan najis pada qubul (kemaluan) atau dubur, seperti kayu, kertas, tisu atau yang lainnya. Ini adalah pendapat jumhur ulama. Adapun sesuatu yang tidak bisa menghilangkan najis seperti kaca atau yang semisalnya, maka tidak bisa digunakan untuk beristijmar, karena kaca memiliki lapisan yang licin, sehingga najis tidak bisa melekat padanya dan juga tidak bisa meresap najis.

📋 Catatan:
🔹- Berkata Ibnu Qudamah rahimahullah: “Sesuatu yang dipakai untuk beristijmar harus bisa membersihkan, karena disyaratkan dalam istijmar dengan sesuatu yang bisa membersihkan. Adapun sesuatu yang licin seperti kaca, dan juga arang yang lembek atau yang semisalnya dari sesuatu yang tidak bisa membersihkan atau menghilangkan (najis), maka tidak sah beristijmar dengannya, karena yang menjadi tujuan dari istijmar dengannya tidak tercapai. [Al Mughni 1/213].
🔹- Tidak boleh kita beristijmar dengan tulang ataupun kotoran hewan. Dalil dalam masalah ini adalah hadits Jabir, beliau berkata:

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُتَمَسَّحَ بِعَظْمٍ أَوْ بِبَعْرٍ

“Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang untuk mengusap (saat bersuci) dengan tulang atau kotoran hewan." [HR. Muslim]

Dan juga hadits Salman yang telah lewat diatas. Dua hadits ini menunjukan larangan untuk beristinja dengan tulang dan kotoran hewan. Ini adalah pendapat jumhur ulama.
📎 4. Disyariatkan mencuci tangan ketika bangun tidur sebanyak tiga kali.

🔐 Masalah: Apakah hal ini hukumnya wajib atau sunnah?
🔑 Pendapat yang kuat dan terpilih adalah wajib, karena dzahir hadits berlafazh perintah, sedangkan lafazh perintah menunjukan suatu kewajiban. Ini adalah pendapat Imam Ahmad, Ishaq dan azh-Zhahiriyah. Pendapat dipilih oleh Ibnu Hazem, ash-Shan’any dan Syekh al-‘Utsaimin. Wallahu a’lam.

🔐 Masalah: Apakah hukum ini khusus ketika bangun tidur malam saja ataukah mencakup tidur siang juga?
🔑 Pendapat yang kuat dan terpilih dalam masalah ini; bahwa hukum tersebut khusus ketika bangun tidur malam saja. Karena hakekat lafazh “Baitutah” dalam hadits menunjukan tidur malam. Dan hal ini diperkuat lagi dengan hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Abu ‘Awanah dengan sanad yang shahih dengan lafazh:

إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ مِنَ اللَّيْلِ

“Apabila salah seorang dari kalian bangun malam …”

Ini adalah pendapat jumhur ulama dan dipilih oleh Syekh al-Bassam. Wallahu a’lam wal muwaffiq ilash shawab.

🚪 Wallahu a’lam bish shawab.

=========================================
✒️ ditulis oleh Abu Ubaidah bin Damiri al-Jawi
📚 FORUM KIS 📚
📡 https://telegram.me/ForumKIS

Silisilah/Serial yang lain dari artikel FAEDAH-FAEDAH FIQHIYAH DARI KITAB ‘UMDATUL AHKAM dàpat dibaca disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar