Senin, 22 Januari 2018

IBU...AKU RINDU  SENYUMMU 💦💦💦

                 Kisahku

🌹🌷🌹

Ibu adalah sosok yang paling berjasa bagi kita. Ibu adalah sosok yang paling mengerti kita. Ibu adalah sosok tempat kita untuk mengadu. Menumpahkan rasa hati yang berkecamuk. Senyuman ibu sangat berarti bagiku. Oh, ibu... Aku sangat menyayangimu. Aku rindu kepadamu...jasamu tak kan pernah kulupakan dalam jejak hidupku. Engkau pahlawanku.

=========================
   
   
💧IBU...AKU RINDU  SENYUMMU 💦💦💦

  Usiaku 13 tahun. Aku satu dari lima bersaudara. Empat tahun yang lalu masih terbayang dipelupuk mataku...Tanggal 29 januari 2012, ibu yang kusayangi melahirkan adikku yang bungsu. Ibu melahirkan dengan operasi disebuah rumah sakit.

  Sebelum berangkat kerumah sakit, ibu sempat berbelanja untuk kami sayur-sayuran, mie, telur, cabe, dan lainya. Pagi itu ibu membuatkan sambal untuk kami. Hmm, enaak sekali...Aku dan ketiga adikku makan bersama sebelum pamit pergi ke sekolah kecuali adikku yang ke-3, karena ia belum usia sekolah.

  Sementara aku dan kedua adikku berangkat ke sekolah; ayah, ibu, dan adikku yang ke-3 pergi kerumah sakit.

  Sekolah kami tidak jauh dari rumah, sehingga ketika jam istirahat, kadang kami pulang kerumah. Pagi itu aku pulang ke rumah. Aku mengira ayah dan ibu belum berangkat kerumah sakit.

   Namun apa yang kudapati? Aku tidak mendapati mereka dirumah. Aku panggil-panggil ibuku. Tidak ada yang menyahut... Aku terduduk dipintu kamarku. Aku menangis karena tadi pagi aku lupa belum pamit kepadanya. Aku belum memeluknya.

   Tiba-tiba bibiku datang, menepuk pundakku. "Sabar ya nak, insyaaAllah umi dua hari lagi pulang dengan membawa adik mungilmu." Aku pun terdiam.

"Bibi, apakah umi memberi pesan sesuatu?" tanyaku kepada bibi.

Bibi menjawab seraya memelukku, "iya, ada, Nak. Umi berpesan, jaga adik baik-baik, jangan suka marah-marah sama adik. Sayangi adik seperti sayangnya umi kepada kalian. Umi juga berpesan, jangan tinggalkan shalat lima waktu dan patuh sama Abi, ya; jangan suka melawan."

Maka berderailah air mataku mendengarkannya. Pesan yang sangat berharga dan aku menggapnya sebagai amanah untukku. Sejenak kemudian aku pun kembali ke sekolah.

   Pukul 12 siang ketika sekolah usai, aku segera pulang kerumah. Begitu tiba dirumah, aku segera mengambil handphone, menelepon ibu. "Assalamu'alaikum Umi".
"Wa'alaikum salam". jawab ibu.

"Umi, mengapa tadi pagi, cepat sekali berangkatnya ke rumah sakit?"
aku merajuk sambil menangis.

Ibu menjawab dengan tegar, "Afwan ya, nak, tadi pagi kebetulan mobilnya sudah datang, sehingga umi harus segera berangkat, dan belum sempat pamit kepada kalian. Jaga adik-adik, ya. Kamu kenapa? Kok kayaknya menangis?" tanya  beliau curiga.

"Enggak, nggak pa pa, " jawab ku sambil mengusap air mata.

"Oh, iya, besok umi pulang pakai apa?" tanyaku berlanjut.

"Hm, entahlah insyaaAllah ada saja. Ya, udah, ya, jaga diri baik-baik yaa, Assalamu'alaikum," umi menutup pembicaraan.

"Wa'alaikumussalam," jawabku.

   Keesokan harinya, ibu menelepon kami. Bertepatan pukul 07.05 pagi, ibu menyampaikan pesan kepada kami agar banyak berdoa, semoga adik lahir dengan normal dan selamat.

Pagi itu ibu rencananya akan menjalani operasi. Aku pun banyak-banyak berdoa bersama adikku untuk keselamatan ibu dan adik bayinya.

   Bertepatan pukul 10.00 pagi itu aku mendengar kabar adik mungilku telah lahir dengan selamat. Alhamdulillah.  Akupun bahagia dan senang.

Ayahku menamainya Muhammad. Namun dibalik kebahagiaan itu, aku segera teringat ibu. Bagaimana keadaanya?

   Tatkala pulang dari sekolah hari itu, aku menelpon ayah langsung tentang ibu, "Assalamu'alaikum abi,  bagaimana keadaan umi?"

"Udah jaga diri baik-baik saja. Umi masih diruang operasi, belum sadar. Umi banyak kekurangan darah karena melahirkan tadi. Perbanyaklah doa, semoga umi cepat sadar, " begitu penjelasan ayah.

Aku pun menangis. Aku takut kehilangan ibuku. Aku masih membutuhkannya, aku mencintainya. Aku masih ingin melihat senyumanya.

"Nak, jangan menangis yang sabar saja. Sudah dulu

ya. Jaga baik-baik adik ya, sayang. Sayangi adik dan jaga shalatnya, " ayah menutup telepon.

Aku terdiam dan termenung. Betapa selama ini banyak kesalahanku kepada ibu.

Akupun memanjatkan doa,  "Ya, Allah jagalah ibuku...jangan kau jemput dulu ibuku...kami masih membutuhkannya, kami sangat menyayanginya."

   Namun takdir telah berketetapan, tiada yang mampu mengubahnya. Allah ternyata berkehendak lain. Hari itu, rabu, 31 januari, pukul 24.07 malam, aku dikagetkan dengan kabar bahwa ibuku telah berpulang ke rahmatullah.

  Aku pun menangis, sedih sembari menyesali perbuatanku yang kurang baik selama ini kepadanya. Demikian pula adik-adikku menangis atas musibah ini.

  Sejurus kemudian tetangga pun berdatangan kerumah kami, menghiburku dan adik-adikku. Mereka menyuruhku berwudhu dan shalat malam seraya mendoakan ibu, memintakan ampun untuknya dan memohon semoga Allah menerima amal shalihnya selama ini. Air mataku terus mengalir...terus mengalir. Aku merasa sangat kehilangan orang yang selama ini sangat menyayangiku.

   Aku termenung. Mungkin inilah maksud pesan ibu kemaren. Akulah yang harus memikul amanah dan tanggung-jawab atas pesan-pesannya kemaren.

  Kini aku harus lebih berbakti kepada ayah karena tinggal ayahlah kini orang tua yang aku punya.

   Pukul 03.00 malam, ayah pulang dengan mobil ambulans. Rasanya tak sanggup aku mengenang kejadian itu. Ayah pulang membawa jenazah ibu yang tertutup kain diwajahnya.

  Itukah umi yang kemarin baru saja berbicara padaku?

Benarkah?? 

Seolah aku tak percaya. Tak terasa air mataku telah membasahi bajuku.

  Saat itu rasanya aku tak sanggup melangkahkan kaki kehari depan.
Sepupuku berusaha memberiku motivasi agar kuat menghadapi musibah ini.

  Mereka mengingatkanku tentang kehadiran adik mungilku, namun itu belum mampu membuat aku tersenyum. Masih terngiang ditelingaku, suara ibu yang memanggil-manggilku, memarahiku. Masih kurasa pelukan hangat kasih sayangnya.

   Ibu, aku rindu dengan senyumanmu...  kini, aku rindu dengan kecerewetanya yang dulu jadi makanan keseharianku. Aku rindu pelukan hangatnya saat kudekap ketika ayah memarahiku. Aku rindu perhatian ibu dan kepedulianya kepadaku. Aku rindu semua itu.

   Aku terduduk disamping jenasahnya. Berulang kali kucium keningnya. Dulu ibu berulangkali mencium keningku, senang atas kelahiranku. Kini aku mencium keningnya, sedih untuk berpisah dengannya.

  Matahari di hari kamis telah terbit. Hari itu jenasah ibu telah dikebumikan. Kini senyumnya hanya tinggal kenangan.

Sesungguhnya kita semua akan kembali kepada Allah. Tidak ada didunia ini yang kekal abadi. Sungguh dunia ini alam yang fana...

   Hari jumat 2 februari, ayahku membawa pulang adik mungil dari rumah sakit. Allah telah mengambil yang terbaik dari kami, pasti memberi ganti yang lebih baik di dunia dan di akherat, jika kami bersabar dan bersyukur.

  Teman-temanku semua, berbaktilah kepada ibu dan bapak kalian. Sayangilah mereka, sebelum mereka berpulang. Jangan menunggu datangnya penyesalan.......

Ibu, aku rindu senyummu....

__________________________

Di ambil dari
📖 majalah Qudwah edisi 41, rubrik kisahku
=========================
Publikasi ⤵
✈ chanel telegram
https://t.me/ahlussunah_gubug
🌐http://ahlussunnahpurwodadi.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar