Selasa, 24 Mei 2016

Antara Tahdzir dan Menasehati

•---°°°---•
ANTARA TAHDZIR DAN MENASEHATI
Ada sebagian pihak yang menuduh salafiyin mencari-cari kesalahan dan tidak melakukan upaya nasihat terhadap orang-orang yang terjatuh dalam kesalahan dan penyimpangan, padahal penyimpangan tersebut mereka sebarkan di dunia maya.
⭐️Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi hafizhahullah juga pernah ditanya tentang permasalahan ini.
Beliau menjawab,
“KITA SEDANG DIUJI DENGAN TIPE ORANG SEPERTI INI.
Engkau dapati seseorang
▪️menyebarluaskan kebatilan,
▪️kedustaan,
▪️dan tuduhan terhadap orang lain.
Terkadang dia lakukan secara khusus dan terkadang secara umum.
APABILA ENGKAU MENEGUR ATAU MENGKRITIKNYA, dia menyatakan,
‘Mengapa mereka mentahdzir saya?
Mengapa mereka tidak menasihati saya?
Mengapa mereka tidak menjelaskan kepada saya?’
▶️(Ini semua) adalah alasan-alasan yang rusak. Kami menuntut mereka bertobat kepada Allah ‘azza wa jalla dan kembali kepada kebenaran dengan penuh adab dan tawadhu’ serta meninggalkan alasan alasan semacam ini.
Anggaplah orang tersebut salah, tidak berbicara dan menasihatimu. Akan tetapi, engkau kembalilah (terlebih dahulu) kepada kebenaran lalu tegurlah kesalahannya.
▶️Akan tetapi jika engkau sebar luaskan kepada semua orang sementara engkau tetap di atas kebatilan dan kesalahanmu lantas engkau berkata,
‘Mereka belum berbuat begini,
mereka telah berbuat begitu,’
ini omong kosong.
Seorang mukmin harus kembali kepada Allah dan menerima nasihat yang tersembunyi ataupun yang terang terangan. Adapun engkau menyebarkan kesalahan-kesalahanmu di dalam kitab-kitab, kaset-kaset dan… dan…
kalau seandainya engkau sembunyikan kesalahan-kesalahanmu dan engkau lakukan dalam kegelapan antara kamu dan Allah ‘azza wa jalla (yang tahu),
lantas ada orang yang tahu, dia harus menasihatimu secara tersembunyi (antara engkau dan dia saja).
Adapun engkau menyebarkan ucapan-ucapan dan perbuatanmu di seluruh dunia,
✅kemudian ada seorang muslim menyebarkan bantahan terhadapmu, tindakan seperti ini tidak masalah. Tinggalkan alasan-alasan seperti itu yang (muncul) dari kebanyakan pengusung kebatilan yang bersikukuh di atas kebatilan dan penentangannya.”
[Majmu’ Kutub wa Rasail 14/271-272]
.................
Al-Ustadz Muhammad Afifuddin -hafizhahullah-
Majalah Asy Syariah
Ashhaabus Sunnah
http://bit.ly/ashhabussunnah
www.ittibaus-sunnah.net
•┈┈┈┈•••Edisi•••┈┈┈┈┈•
IIII مجموعة الأخوة السلفية •✦• MUS IIII
ⓣ http://bit.ly/ukhuwahsalaf
➥ #Manhaj #Tahdzir #Nasehat
⛔⚠️
•---°°°---•
NASEHAT UNTUK ORANG YANG TIDAK SUKA ILMU Al-JARH WAT-TA'DIL
⭐️Berkata al-Imam al-Wadi'i rahimahullah Ta'ala:
“SEORANG YANG MENINGGALKAN ILMU AL-JARH (CERCAAN) WAT-TA'DIL (PUJIAN),
maka berarti dia membenci sunnah.
APABILA DI SANA TIDAK ADA ILMU AL-JARH WAT-TA'DIL;
▪️maka sungguh perkataan da'i (sunni) yang berilmu dan memiliki keutamaan yang menyeru dijalan Allah akan
▪️disamakan dengan perkataannya
'Ali At-Thanthawi,
Mahmud Ash-Shawwaf,
Muhamad Al-Ghazali,
atau Syiah Rafidhah,
atau disamakan dengan perkataan si Shufi Hasan As-Saqaf.”
Maka Aku katakan:
▪️“Tidaklah yang meninggalkan ilmu ini melainkan
orang yang jahil,
atau ada pada hatinya penyakit
atau dia sendiri tahu kalau dirinya orang yang majruh (tercerca),
▶️sehingga berusaha membuat (orang) lari dari ilmu al-Jarh wat- Ta'dil, karena dia tahu kalau dirinya (termasuk) orang yang tercerca.
Sumber: [Kitab Nashaih wa Fadhaaih hal 114]
(Arsip)
WA Thullab Al Fiyusy
WA Salafy Lintas Negara
•┈┈┈┈•••Edisi•••┈┈┈┈┈•
IIII مجموعة الأخوة السلفية •✦• MUS IIII
ⓣ http://bit.ly/ukhuwahsalaf
➥ #Manhaj #Bantahan #Rudud #tahdzir #tidak_suka_ilmu #jarh_wa_ta_dil #jarh #ta_dil


Tidak ada komentar:

Posting Komentar