Renungan
BADAI TAKDIR
Saat badai takdir menerpa kalbu bani Adam, banyak rahasia dan keajaiban yang sulit dicerna akal. Karena memang takdir-Nya bukan untuk dicerna dengan akal, melainkan diimani dengan hati. Betapa banyak orang yang mempertanyakan ketentuan-Nya di awal kali, dan akhirnya ia tersadar inilah keputusan yang terindah. Manusia tahunya hanya merengek dan meminta, sedangkan Allah selalu memberi apa yang dibutuhkan.
Saat badai takdir menerpa kalbu bani Adam, dan saat reda, tak dinyana dua paman Rasulullah, Abu Thalib dan Abu Lahab, terhempas dalam arus kesyirikan. Jasad mereka berdua terus terseret arus hingga salah seorang dari mereka terapung di permukaan neraka, dan yang lainnya tenggelam di dasarnya. Sedangkan Salman al-Farisi, salah seorang pangeran dari negri Persia ( beliau adalah putra dari raja sekaligus pendeta di sebuah kampung bernama Ji, Ashbahan, Persia ), terselamatkan di pulau hidayah. Subhanallah! Itulah takdir. Banyak rahasia dan keajaiban yang akal tak sanggup membuat rumusnya.
Juga Ummu Sulaim. Seorang wanita yang tinggal berkilo-kilo meter dari titik tempat Rasulullah berpijak saat itu, namun ia membuka kalbunya untuk seruan Rasulullah. Begitu cepat seruan Rasulullah menjadi cahaya yang meresap ke dasar kalbunya dan kekal terpatri di sana. Cahayanya pun terus mengalir lembut hingga membasahi setiap celah dan sendi di tubuhnya. Maka teramat dalam kecintaan Ummu Sulaim kepada Islam.
Bahkan cahaya itu terus mendobrak jiwa Ummu Sulaim agar mau berbagi kepada orang lain. Ummu Sulaim teringat suami dicinta, Malik bin Nadher. Ummu Sulaim membayangkan betapa indahnya jika nakhoda biduknya berislam. Tentu sang nakhoda akan berusaha keras mengayuh dayung mengantarkannya menuju tempat terindah, Surga Firdaus. Betapa indahnya! Ummu Sulaim pun menawarkan kalimat syahadat, Asyhadu alla ilaaha illallah wa asyhadu anna muhammadar rasulullah kepada Malik bin Nadher. Namun Malik bin Nadher justrru meneriakinya,
“Engkau telah menjadi Shabiah[1]!?”
Ummu Sulaim tak patah semangat. Ia berusaha menawarkan kalimat mulia itu sekali lagi. Dan lagi-lagi Malik bin Nadher menolak. Kalbunya masih tertutup untuk syahadat. Karena Malik bin Nadher mengerti bahwa makna kalimat itu adalah meninggalkan seluruh berhala sesembahannya dan hanya meng-esa-kan Allah dalam beribadah. Walaupun fitrahnya mengakui kebenaran syahadat, namun tetap saja baginya ini aneh dan bertentangan dengan ajaran nenek moyang. Allah berfirman menceritakan perkataan orang jahiliyah
أَجَعَلَ الْآلِهَةَ إِلَهًا وَاحِدًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ
“Mengapa Muhammad menjadikan sesembahan yang banyak itu Sesembahan Yang Satu saja!? Sungguh ini benar-benar suatu hal yang sangat aneh.”
(Qs. Shaad:5)
Ummu Sulaim belum menyerah. Dan sembari terus menawarkan syahadat kepada suami dicinta, Ummu Sulaim juga mengajari buah hati, Anas bin Malik yang belum disapih dari persusuan, mengucapkan syahadat.
“Nak, ucapkan Asyhadu alla ilaaha illallah wa asyhadu anna muhammadar rasulullah!”
Entah bisa atau belum si imut mengucapkannya, Ummu Sulaim terus menggemakan syahadat di telinganya. Berharap si kecil akan tumbuh dalam naungan syahadat. Namun tiba-tiba datang suara menggelegar,
“Jangan kau rusak anakku!”
Suara itu benar-benar menghujam tepat di kalbu Ummu Sulaim. Ummu Sulaim berusaha menenangkan diri dan menabahkan kalbunya seraya berkata,
"Sungguh aku tiada ingin merusaknya. Aku hanya menginginkan kebaikan untuknya."
Tak lelah Ummu Sulaim berjuang meyakinkan suaminya untuk ber-syahadat. Hari demi hari semenjak hari pertama kali Ummu Sulaim menawarkan syahadat kepada Malik bin Nadher, Ummu Sulaim terus berdakwah kepada sang suami. Hingga akhirnya Malik bin Nadher harus pergi ke Syam untuk suatu keperluan. Dan di tengah perjalanan, tiba-tiba dia disergap musuh dan seketika itu juga dibunuh. Malik bin Nadher tewas dalam keadaan musyrik kafir.
Ummu Sulaim mendengar kematiannya. Namun Ummu Sulaim sadar ia tak memiliki hak untuk mengeluh. Walaupun Ia tidak bisa mengajak suaminya berislam, namun setidaknya Ia sudah beusaha.
Buat apa mengeluh jika kita sudah berusaha. Tulislah rencanamu dengan sebuah pensil, dan berikan penghapusnya pada Allah. Karena Allah yang akan menghapus bagian yang salah dan menggantinya yang terbaik untukmu
Dan begitulah takdir Allah yang penuh rahasia dan keajaiban. Terkadang kita berusaha dan berdoa agar mendapat kupu-kupu, namun justru ulat yang didapat. Berjuang dan berharap bunga, tapi kaktus berduri yang diperoleh. Terkadang kita sudah berusaha mengajak bunda, ayah, saudara dan sahabat yang sangat kita cintai agar mendapat hidayah, namun Allah tak merestuinya. Terkadang kita nelangsa, sedih, bahkan mengeluh. Namun di balik itu semua ternyata tersimpan banyak hikmah dan pelajaran. Siapa yang menyangka ulat menjadi kupu-kupu indah, dan kaktus berbunga elok sekali.
Allah berfirman,
وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
"Dan barangkali engkau membenci sesuatu padahal itu baik untukmu. Barangkali pula engkau mencintai sesuatu padahal itu buruk untukmu. Dan sungguh Allah Maha Tahu sedang engkau tak mengetahui."
(Qs. al-Baqarah: 216)
Kini Ummu Sulaim melupakan harapannya yang tak direstui Allah, yaitu keislaman Malik bin Nadher, dan menatap harapannya yang lain, Anas bin Malik, sang buah hati!
Sejak itu, Ummu Sulaim bertekad untuk menjaga Anas bin Malik sebaik- baiknya. Perhatiannya tertumpah kepada pendidikan anaknya. Ia mengajarkan Anas bin Malik kecintaan kepada Allah, Rasul-Nya dan Islam.
________________
[1] Ejekan kaum jahiliyah kepada orang yang masu Islam
Dalam siraman bulan suci
Abu Thalha Yahya al-Windany
WhatsApp Thullab Fuyusy
WA Salafy Lintas Negara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar