Jumat, 13 Juni 2014

HIKMAH PUASA


حِكمَة الصِّيَام
ِ

قال الشيخ عبد الرحمن بن ناصر السعدي رحمه الله:
"أمَّا حِكمَة الصِّيَامِ ، فَقَد ذَكَرَ اللَّه في ذَلِكَ معنى جامعًا فَقَالَ:
(يَا أيهَا الذِينَ آمْنُوَا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ على الذِينَ مِن قَبْلِكُم ْ لَعَلَّكُمْ تَتَّفُّونَ) [البقرة: ١٨٣]
يَجمَعُ جَميعَ مَا قَالَهُ النَّاسُ في حِكمَةِ اَلصِّيَام.
فإنَّ التَّقوى اسْمٌ جَامِعٌ لِكُلِّ ما يُحِبهِ اللَّهُ وَيَرْضَاهُ مِنَ المحبُوبَاتِ وتَركِ المنهِيَّاتِ.
فالصِّيَامُ الطَّرِيقُ الأَعظَمُ للوصُولِ إِلَى هَذِهِ الغَايَةِ الَّتِي هِيَ غَايَةُ سَعَادَةِ العَبدِ في دينه ودُنيَاهُ وآخِرَتِهِ.
فَالصَّائمُ يَتقرَّبُ إِلَى اللَّه بتَركِ المشتَهيَاتِ ؛ تقديمًا لمحبتهِ على محبَّةِ النَّفسِ، وَلِهَذَا اختصَّهُ اللَّه مِن بين الأَعمَالِ حَيْثُ أَضَافَهُ إِلى نَفسه في اَلْحَدِيث الصَّحيحِ.
وَهُوَ مِن أُصُولِ التَّقوَى، إِذِ الإسْلامُ لا يتمُّ بِدُونِه.
  وفِيهِ مِن زِيَادَةِ الإِيمَانِ وَحُصُول الصَّبرِ والتَّمرُّنِ على المشَقاتِ اَلْمُقَرّبَة إلَى رَبِّ السَّمواتِ.
وأَنَّه سَبَب لكثرَةِ الحسَنَاتِ مِن صَلاةٍ وقرَاءَة وذِكرٍ وصَدَقَةٍ ما يحقِّقُ التَّقوَى.
وفِيهِ مِن رَدعِ النَّفسِ عَنِ الأُمُورِ المحرَّمَةِ مِنَ اَلأَفْعَال المحرّمَةِ والكَلامِ المحرَّمِ مَا هُوَ عِمَادُ التَّقوَى.
وفي الحَدِيثِ الصَّحِيحِ، (مَن لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ والعَمَلَ بِه، فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ في أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ).
فيتقرَّبُ العَبدُ إِلَى اللَّهِ بِتَركِ المحرَّمَاتِ مُطلقًا، وهِيَ: قَولُ الزُّورِ، وَهُوَ كُلُّ كَلامٍ محرَّمٍ. والعَمَل بالزَّورِ، وَهُوَ كُلُّ فِعْلٍ محرَّمٍ. وبتَركِ المحرَّمَاتِ لِعَارضِ الصَّوم وَهِيَ المفطِرَاتُ.
ولما كَانَ فِيهِ مِنَ المصَالِحِ والفَوَائِدِ وتَحصِيلِ الخيرَاتِ والأُجُورِ مَا يقتَضِي شَرعُهُ في جَميعِ الأوقَاتِ ؛ أخبرَ تَعَالى أنه كَتَبَه عَلَينَا كما كَتَبَهُ على الَّذِين مِن قَبلِنَا ، وهَذَا شَأنه تَعَالَى في شَرَائِعهِ العَامَّةِ للمصَالح."
[إرشاد أولى البصائر والألباب لنيل الفقه بأيسر الطرق والأسباب ص: ٧٦-٧٧]

~~~~~~~~~~

 
      HIKMAH PUASA

 
Asy-Syaikh al-‘Allamah Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata:

“Adapun hikmah puasa, maka Allah telah menyebutkan profil lengkap tentangnya. Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” [Al-Baqarah: 183]

Dalam ayat ini, Allah menyebutkan inti dari seluruh hikmah puasa yang disebutkan oleh manusia, (yaitu “agar kalian bertaqwa” -pen.). Karena taqwa adalah sebuah nama yang mencakup segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah dari hal-hal yang disukai (dalam agama -pen.) dan meninggalkan segala sesuatu yang dilarang-Nya.  

Puasa adalah jalan teragung untuk mencapai tujuan (taqwa) tersebut. Sebuah tujuan yang merupakan puncak dari kebahagiaan seorang hamba dalam urusan agama, dunia, dan akhiratnya.

Maka seorang yang berpuasa, dia sedang mendekatkan diri kepada Allah dengan meninggalkan segala sesuatu yang menggoda hawa nafsunya; sebagai bentuk prioritas kecintaan kepada Allah atas kecintaan kepada hawa nafsu. Oleh karena itu, Allah mengkhususkan amalan puasa dari amalan-amalan selainnya, yaitu dengan menyandarkan amalan puasa kepada diri-Nya tanpa amalan-amalan selainnya, sebagaimana yang terdapat dalam hadits shahih.

Puasa termasuk dari pondasi ketaqwaan. Agama Islam tidaklah sempurna tanpa keberadaannya.

Padanya terdapat tambahan keimanan, diraih kesabaran, dan pelatihan jiwa untuk melaksanakan berbagai amalan berat yang mendekatkan diri kepada Allah Rabbus Samawat (Pencipta langit).

Puasa pun sebagai sebab diraihnya banyak kebaikan; shalat, membaca (Al-Qur’an), zikir, dan shadaqah, yang semuanya dapat membuahkan ketaqwaan.     

Padanya terdapat pengekangan hawa nafsu dari segala yang haram, baik dalam bentuk perbuatan maupun ucapan, yang sudah barang tentu merupakan tonggak ketaqwaan.

Dalam hadits shahih disebutkan, “Barangsiapa tidak meninggalkan ucapan dusta (baca: semua ucapan yang diharamkan), perbuatan dusta (baca: semua perbuatan yang diharamkan), dan kebodohan maka Allah tidak butuh terhadap upayanya dalam meninggalkan makan dan minum (puasanya).”

Maka seorang hamba (yang berpuasa), dia mendekatkan diri kepada Allah dengan meninggalkan secara total segala sesuatu yang diharamkan, yaitu semua ucapan yang haram dan semua perbuatan yang haram, serta meninggalkan hal-hal haram lainnya yang berkaitan langsung dengan prosesi puasa, dalam hal ini adalah pembatal-pembatalnya.

Manakala pada amalan puasa terdapat ragam maslahat, faedah, perolehan banyak kebaikan dan pahala yang mengharuskan pensyari’atannya di setiap masa; maka Allah mengabarkan bahwa Dia mewajibkan puasa tersebut atas kita sebagaimana Dia telah mewajibkannya atas umat sebelum kita.

Demikianlah hikmah Allah terkait dengan segenap syariat-Nya yang universal, semua untuk kemaslahatan (para hamba-Nya).”

Sumber: Irsyad Ulil Bashair wal Albab Linailil Fiqhi Bi Aisarith Thuruq wal Asbab, hlm. 76-77.

 Faidah dari al-Ustadz Ruwaifi bin Sulaimi hafizhahullah
 WhatsApp Miratsul Anbiya Indonesia 1
-–---------------------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar