Senin, 16 Juni 2014

Faidah dari Kisah Hatim al Asham

Faidah dari Kisah Hatim al Asham

(Dari sahab.net juga Faidah dr syaikh Fawwaz al Madkhali)

Hatim al Asham seorang pemuka shalihin. Dia ingin berhaji tapi tidak punya harta untuk bekal berangkat.
Dia juga tidak punya harta yang cukup untuk keluarga selama ditinggal pergi haji. Keluarganya pun awalnya tidak ridha ditinggal pergi.

Tiba waktunya orang-orang di negerinya berangkat haji. Hatim pun menangis sedih. Seorang anak perempuannya yg salihah melihatnya.

Dia bertanya kepada ayahnya, "Apa yang menyebabkan engkau menangis, wahai Ayah?"
Hatim menjawab, "Musim haji telah tiba."
Putrinya bertanya, "Mengapa engkau tidak berangkat?"
Hatim menjawab, "Masalah biaya."
Hatim berkata, "Lantas, bagaimana biaya hidup kalian selama aku tinggalkan?"
Putrinya menjawab, "Semoga Allah memberi rezeki kepadamu."
"Semoga Allah memberi rezeki kepada kami," jawab putrinya.

Pergilah sang putri menemui ibunya dan menasihatinya. Akhirnya, ibu dan anak-anak lainnya merelakan kepergian Hatim.

Hatim brkata lg, "Akan tetapi, ini tergantung (keridhaan) ibumu."
"Pergilah, smga Allah mberi rezeki kpd kami," kata mereka.

Hatim pun meninggalkan harta untuk mereka, yang hanya cukup untuk 3 hari biaya hidup mereka.

Dia pun pergi tanpa membawa harta yang mencukupi. Dia pun memuntuti rombongan haji dari negerinya, dia paling belakang.

Di tengah perjalanan, pemimpin rombongan disengat kalajengking.

Mereka pun mencari2 org yg bisa meruqyahnya. Mereka pun menemukan Hatim di belakang.
Hatim meruqyahnya. Allah pun memberi kesembuhan kepada pemimpin rombongan dengan sebab itu.

Pemimpin rombongan lantas berkata, "Biaya hajimu, pergi pulang, menjadi tanggunganku."

Hatim pun berkata, "Ya Allah, sungguh ini adalah urusan yg telah Engkau atur untuk diriku.. Maka, perlihatkan kepadaku apa yang Engkau atur untuk keluargaku."

Kita tinggalkan Hatim dan perjalanan hajinya. Sekarang, kita lihat keluarga yang dia tinggalkan.

Berlalu sudah 3 hari, nafkah yg disiapkan Hatim utk keluarganya pun habis. Rasa lapar mulai merambat. Mereka pun mulai mencela sang putri salihah yang membujuk keluarga tersebut agar mau ditinggal pergi haji oleh ayahnya.

Akan tetapi, sang putri justru tertawa.
Mereka pun menggugat, "Mengapa engkau tertawa, padahal rasa lapar hampir membinasakan kita?"

Sang putri balik bertanya, "Ayah kita, apakah dia yg Maha Memberi Rezeki, ataukah sekedar memakan rezeki?"
Mereka menjawab, "Memakan rezeki. Yang Maha Memberi rezeki hanya Allah."
Sang putri menimpali, "Orang yang makan rezeki sudah pergi. Adapun Yang Maha Memberi rezeki tidak pergi."

Ketika sang putri sedang berbicara kepada mereka, tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu rumah.
Mereka bertanya, "Siapa itu?"
Yg mengetuk pintu menjawab, "Amirul Mukminin meminta minum kepada kalian."

Dipenuhilah geriba dengan air dari rumah Hatim. Khalifah pun minum.
Dia pun bertanya kepada pengawal-pengawalnya, "Darimana kalian mendapatkan air ini?"
Dia mendapati rasa manis air tersebut yg belum pernah dia rasakan.

Mereka menjawab, "Dari rumah Hatim."
Khalifah berkata, "Panggil dia, akan aku beri ganjaran."
Pengawal-pengawal menjawab, "Dia pergi haji."
Lantas Khalifah bertitah, "Siapa yg mencintaiku, lakukan seperti yang aku perbuat."

Khalifah pun melepas ikat pinggang yang terbuat dari kain, berhiaskan berbagai macam batu mulia (permata & sejenisnya). Dia katakan, "Ini untuk mereka (keluarga Hatim)."

Para menteri dan saudagar yang ikut rombongan Khalifah pun melepas ikat pinggang mereka dan dikumpulkan. Seorang saudagar kemudian menebusnya dg sejumlah harta.

Ikat2 pinggang tadi pun kembali kepada pemiliknya, dan rumah Hatim penuh dengan harta.
Mereka pun membeli makanan dan tertawa kegirangan.

Harta dalam bentuk emas pun memenuhi rumah keluarga Hatim. Harta tersebut bisa mencukupi mereka sampai meninggalkan dunia.
Akan tetapi, sang putri justru menangis.

Sang ibu bertanya keheranan, "Urusanmu sangat mengherankan, wahai putriku. Kami dahulu menangis kelaparan, engkau malah tertawa. Sekarang, Allah memberi jalan keluar, engkau malah menangis."

Sang putri menjawab, "Makhluk ini-yakni Khalifah- yang tidak mampu memberi madarat maupun manfaat, melihat kita dengan pandangan belas kasih hanya sekilas, ternyata dia sudah mencukupi kita sampai kita meninggal. MAKA, BAGAIMANA HALNYA DENGAN SANG MAHAKUASA, SANG RAJA DIRAJA?"

Syaikh Fawwaz mengatakan, "Inilah rasa percaya penuh kdp Allah. Percaya kepada Maha Pemberi Rezeki ... Inilah kekuatan tawakal kepada Allah.

Subhanallah, DI MANAKAH POSISI KITA DIBANDINGKAN MEREKA?
Allah Mahamampu utk mencabut hidayah tersebut kapan pun.
Itu semata-mata rahmat dan kasih sayang Allah  yang menyelimuti kita.
Ketika Allah memilihkan jalan hidayah untuk kita, itu bukan karena kita istimewa, cerdas, atau karena ketaatan kita.

Kalau bukan karena rahmat Allah, bisa jadi kita lah yg ada di posisi mereka yg sesat itu.

&& s e l e s a i &&

WhatsApp Ukhuwwah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar