HIDUP ADALAH ANUGRAH
Hidup adalah anugrah. Benar bukan?
Ayolah, jangan bilang "tidak", karena hidup ana, antum dan seluruh putra Adam 'alaihi salam asasinya adalah kenikmatan dari Allah subhanahu wa ta'ala.
Memang! Nafas, detak jantung, kenang-kenangan, sahabat, keluarga, ilmu, cinta, segala yang kita alami, rasakan, kecap, analisa semuanya adalah kesempatan yang belum tentu makhluk lain rasakan.
Untuk manusia, apa yang tidak spesial? Terlalu banyak yang Allah berikan kepada kita. Alam semesta, bumi dan seisinya, pasangan dari jenis kita sendiri, rizki yang dijamin, kesempurnaan penciptaan dan lain-lain.
Sebenarnya masih banyak. Namun apalah daya, tangan ini tak mampu walaupun sekedar merangkumnya. Allah berfirman,
وإن تعدوا نعمت الله لا تحصوها
"Jikalau engkau hendak menghitung nikmat Allah, niscaya engkau tak kan mampu" (QS. Ibrahim: 34)
Allahul musta'an.
Bersyukur?
Iya, hanya itu yang bisa kita persembahkan untuk membalas kebaikan (baca: hasanat) dari Allah. Walaupun sebenarnya tidak pas dikatakan membalas, namun kita hanya membahasakan.
Suatu malam, Ummul Mukminin 'Aisyah radhiyallahu 'anha iba melihat khusyu'nya tahajud Rasulullah shalallahu 'alaihi wasalam. Saking khusyu'nya, beliau tak merasakan darah keluar dari kakinya. Padahal Ummul Mukminin 'Aisyah radhiyallahu 'anha sampai tak tega melihatnya.
Ketika ditanyakan, dengan penuh ketawadhuan beliau hanya menjawab, "Tidakkah aku menjadi hamba yang bersyukur." (Muttafaqun 'alaih)
Allahu Akbar!!! Bagaimana dengan kita ? Ibadah apa yang telah kita persembahkan ? Bagaimana kualitasnya ? Padahal Allah sudah mengingatkan,
وما خلقت الجن والإنس إلا ليعبدون ما أريد منهم من رزق وما أريد أن يطعمون
"Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan hanya untuk mengibadahi-Ku. Aku sama sekali tidak membutuhkan rizki dari mereka, tidak pula makanan (Adz Dzariyat: 56-57)
Meskipun ayat ini banyak dihapal kaum muslimin, baik yang awamnya sekalipun, namun betapa sedikit yang memahaminya. Apalagi yang mengamalkan kandungannya.
Sudahlah, tak ada baiknya menunjuk orang lain. Mulailah dari diri sendiri. Cobalah baca ayat diatas dengan penuh ketawadhu'an. Hilangkan rasa congkak. Buang jauh-jauh sifat egois.
Jikalau kita merasa ibadah kita pada tahapan ideal, tak usah antum pikirkan pun Allah telah menyiapkan balasannya. Masalahnya sekarang, sudahkah kita beribadah, atau dengan bahasanya Rasulullah, sudahkah kita bersyukur? Bagaimana kualitasnya? Atau jangan-jangan malah durhaka? Astaghfirullah. Itulah yang harus kita pikirkan.
Wallahu 'Alam.
[Yahya Alwindany]
WhatsApp Thulab Fiyus
WA Salafy Lintas Negara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar