Rabu, 03 September 2014

BOLEHKAH MENJADIKAN JEDDAH SEBAGAI MIQAT??

BOLEHKAH MENJADIKAN JEDDAH SEBAGAI MIQAT??

»» Bolehkan berihram dari Jeddah??

Tidak sedikit dari Jama'ah Haji yang lebih memilih berihram dari Jeddah. Dengan alasan ada fatwa yang membolehkan, di samping supaya lebih mudah, banyak yang menempuh cara "praktis" ini.

Memang masalah ini telah lama mencuat menjadi polemik tajam. Termasuk lembaga-lembaga bimbingan haji turut "meramaikan" polemik ini, di samping ormas-ormas Islam yang ada.

Maka kembali kepada bimbingan Salaf merupakan suatu yang niscaya dalam semua urusan agama, termasuk dalam masalah ini.

Berikut bimbingan dari al-'Allamah 'Abdul 'Aziz bin Baz rahimahullah, mufti besar Kerajaan Saudi Arabia pada masa hidupnya.

Di samping kapasitas keilmuan dan ketaqwaan beliau, serta kaliber beliau yang diakui oleh kawan maupun lawan, kedudukan beliau sebagai Ketua Dewan Fatwa dan Riset Ilmiah yang tentu saja banyak berkecimpung langsung dalam berbagai polemik kontemporer, membuat fatwa-fatwa beliau tegak di atas argumentasi yang kokoh.

Termasuk terkait polemik Jeddah boleh dijadikan sebagai miqat atau tidak.

Dengan arif dan bijak, serta argumentatif, beliau menjawab :

-----------------------
▪ Tanya: Apakah Jeddah bisa menjadi miqat sebagai pengganti Yalamlam, karena sebagian ulama membolehkannya?

▪Jawab:
Dalil dalam menentukan miqat adalah hadits yang diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya, dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma :

“Sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menentukan :
~ Dzul Hulaifah sebagai miqat bagi penduduk Madinah,
~ Al-Juhfah bagi penduduk Syam,
~ Qarnul Manazil bagi penduduk Najd, dan
~ Yalamlam bagi penduduk Yaman.

Miqat-miqat itu bagi penduduk negeri itu, dan selain penduduk negeri yang melewatinya untuk pergi haji atau umrah. Dan orang yang kurang dari jarak itu maka dia berihram dari tempat dia memulai, sampai penduduk Makkah berihram dari Makkah.”

Juga dari ‘Aisyah radhiyallahu 'anha :

“Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menentukan
~ Dzatu ‘Irqin sebagai miqat bagi penduduk Irak.” (HR. Abu Dawud dan An-Nasa`i)
Abu Dawud dan Al-Mundziri mendiamkan riwayat ini, sedangkan Ibnu Hajar dalam At-Talkhis mengatakan: “Hadits itu merupakan riwayat Ibnul Qasim, dari ‘Aisyah. Al-Mu’afa bin ‘Imran menyendiri dalam meriwayatkannya dari Aflah, dari Ibnul Qasim, dan Al-Mu’afa dapat dipercaya.”

Miqat-miqat ini berlaku bagi penduduk daerah tersebut, atau penduduk daerah lain yang melaluinya untuk pergi haji atau umrah. Adapun orang yang tinggal di dalam batas itu maka berihram dari tempat dia memulai ihramnya, sampaipun penduduk Makkah berihram dari Makkah. Namun orang yang hendak melakukan umrah sementara dia berada dalam wilayah tanah Al-Haram, maka dia keluar ke daerah yang halal (di luar batas Al-Haram, pent) lalu melakukan ihram dari situ. Sebagaimana hal ini terjadi pada ‘Aisyah dengan perintah dari Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam. Karena sesungguhnya beliau shallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan Abdurrahman bin Abu Bakr radhiyallahu 'anhuma, saudara laki-laki ‘Aisyah, agar keluar bersama ‘Aisyah radhiyallahu 'anha ke Tan’im untuk melakukan umrah. Hal ini terjadi setelah haji wada’.
Dan di antara miqat-miqat yang telah disebutkan adalah Yalamlam. Sehingga barang-siapa yang melewatinya untuk pergi haji atau umrah, baik penduduk Yalamlam atau bukan, maka ia berihram darinya. Bagi orang yang berada di pesawat udara, dia  wajib untuk berihram ketika sejajar dengan miqat. Sebagaimana wajib pula bagi yang naik kapal laut untuk berihram apabila sejajar dengan miqatnya.

Jeddah merupakan miqat bagi penduduk Jeddah dan orang yang tinggal di sana apabila ingin haji atau umrah.

~~ Adapun menjadikan Jeddah sebagai miqat pengganti Yalamlam maka TIDAK ADA DALILnya. Sehingga barangsiapa yang melewati Yalamlam dalam keadaan dia tidak berihram maka WAJIB MEMBAYAR DAM. Demikian juga orang-orang yang melewati miqat yang lain untuk pergi haji atau umrah. Karena miqatnya adalah Yalamlam, sementara jarak antara Makkah dan Yalamlam lebih jauh daripada jarak antara Makkah dan Jeddah.

Allah-lah yang memberi taufiq. Semoga shalawat dan salam-Nya tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya dan para shahabatnya.

Al-Lajnah Ad-Da‘imah lil Buhutsil ‘Ilmiyyah wal Ifta‘ (Panitia Tetap untuk Pembahasan Ilmiah dan Fatwa (Saudi Arabia))

Ketua: Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baz
Wakil: Abdurrazzaq ‘Afifi

Dinukil dari Fatawa Al-Lajnah Ad-Da‘imah (11/125 ~ 127, no. 2279). Lihat pula pembahasan yang semakna dalam Taisirul ‘Allam (2/13-14) dan Fatawa Arkanul Islam karya Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin (hal. 512 dan 518).

Demikianlah, hendaknya hal ini menjadi perhatian bagi setiap jamaah haji yang menginginkan kebaikan untuk dirinya.

~~ Solusinya mudah, yaitu dengan kita memulai memakai ihram sebelum naik pesawat atau ketika berada di atas pesawat. Kemudian bila sudah sejajar dengan miqat, kita berniat ihram dan bertalbiyah.

Selama anda berpegang dengan kebenaran, janganlah malu. Tidak usah peduli dengan cemoohan orang dan omongan mereka, karena ini adalah masalah serius: masalah ibadah.

Dinukil dari asysyariah.com

--------------------

WhatsApp Miratsul Anbiya Indonesia
-----------------------------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar