Minggu, 07 September 2014

USTADZ LUQMAN DI MATA SYAIKH RABI' –HAFIDHAHUMALLAH—

USTADZ LUQMAN DI MATA SYAIKH RABI' –HAFIDHAHUMALLAH—

Kisah menakjubkan ini, berawal saat tiga sekawan thalib (pelajar) Daarul Hadits, Fuyush menunaikan ibadah umroh ke negeri Mekkah pada tahun 1435 Hijriyah. Mereka adalah Akh Munawwir Medan, Akh Saifussalam Bekasi, dan Akh Afif Ambon –hafidhahumullah—. Alhamdulillah,  keberangkatan mereka bertepatan dengan keberangkatan Ustadz Luqman bin Muhammad Ba'abduh –hafidhahullah— bersama rombongan yang juga hendak menunaikan ibadah umroh. Sesampainya mereka bertiga di Negeri Saudi, kesempatan ini dimanfaatkan Akh Saifussalam mengunjungi beliau di hotel tempat beliau menginap. Di sela sela kunjugan tersebut, Akh Saifussalam mengetahui bahwa Ustadz Luqman akan berziarah menemui Ayahanda  Syaikh Rabi' bin Hadi al-Madkhali. Akh Saifussalam meminta izin kepada Ustadz Luqman untuk bisa menemani beliau kala berangkat ke kediaman Syaikh Rabi’. Ustadz Luqman mengizinkan, gembiralah Akh Saifussalam dengan jawaban Usatdz Luqman tersebut, tanpa menunggu waktu lama lagi Akh Saifussalam langsung mengabari Akh Afif Ambon via sms bahwa dirinya sedang bersama Ustadz Luqman dan akan menziarahi Syaikh Rabi'. Begitu menerima sms dari Akh Saifussalam, Akh Afif mengabari Akh Munawwir dengan berita tersebut, dan mereka berdua sepakat menyusul Akh Saifussalam di hotel tempat menginap Ustadz Luqman.

Tibalah Akh Afif dan Akh Munawwir di hotel dan segera menemui Ustadz Luqman.

"Benarkah Antum hendak menziarahi Syaikh Rabi'?" tanya Akh Munawwir kepada Ustadz Luqman.

"Na'am."

"Boleh kami ikut?"

"Tafadhal! Insya Allah pukul 17.30 atau 18.00, qablal Maghrib," jawab Ustadz Luqman.

Begitulah kurang lebih percakapan antara beliau-beliau, hafidhahumullah. Tergambar akhlak yang mulia dari Ustadz Luqman yang begitu tawadhu' memperkenankan murid-muridnya untuk turut serta dalam rombongan beliau. Dan kala waktu yang telah ditentukan, tiga sekawan ini kembali berkumpul di hotel tempat Ustadz Luqman menginap. Berkumpul pula Ustadz Adi Abdulloh Lampung, Akh Khalid Syaibah dan beberapa ikhwah lainnya. Maka bertolaklah rombangan menuju Masjid tempat Syaikh Rabi' menunaikan sholat.

Setibanya di masjid, rombongan dikejutkan dengan banyaknya jamaah yang ada di masjid. Sebagiannya asli orang Arab Saudi, ada juga dari negara lain, dan didominasi ikhwah Aljazair. Semua tertumpah di dalam masjid Syaikh Rabi'. Rombongan lalu mengambil tempat shaf sembari menunggu datangnya waktu sholat Maghrib. Tak berselang lama, adzan Maghrib dikumandangkan. Dan tak berselang lama pula, Syaikh Rabi' tiba di masjid dengan dituntun dan dijaga oleh putra dan murid beliau.

Selepas dzikir pengiring sholat Maghrib, Syaikh Rabi segera beranjak keluar masjid menuju mobil. Saking padatnya waktu beliau, Syaikh Rabi' menetapkan kepada para thalibul ilmi yang hendak mengunjungi beliau waktu-waktu khusus. Dikarenakan  agar semua hak dan kewajiban beliau terpenuhi. Tak terbayangkan jika setiap waktu beliau harus menerima tamu. Dan waktu itu, bukan jam berkunjung yang telah ditentukan Syaikh Rabi'. Makanya beliau segera keluar dan masuk mobil. Dan bukan kesalahan pula saat putra dan murid yang mendampingi beliau menghalangi para jamaah yang bersesak jejal hendak bersalaman dengan Syaikh Rabi'. Disebabkan usia Syaikh Rabi’ yang sudah lanjut.

Akhi, saat Syaikh Rabi' berdiri, banyak dari jamaah yang hendak berdiri mengucapkan salam berharap agar Syaikh Rabi' menerimanya sebagai tamu, lalu ia curahkan permasalahan dakwahnya kepada seorang bapak yang penyayang, Yang Mulia Syaikh Rabi' bin Hadi al-Madkhali. Siapa yang tak mengenal Syaikh Rabi'? Sebuah aib jika seorang ahlussunnah tidak mengenal dan memuliakan Syaikh Rabi', kecuali dia punya udzur syar'i. Bagaimana tidak aib, padahal para pembawa panji dakwah ini, Yang Mulia Syaikh Bin Baz, Yang Mulia Syaikh al-Albani, Yang Mulia Syaikh Ibnu Utsaimin, Yang Mulia Syaikh al-Wadi'I, Yang Mulia Syaikh al-Fauzan, Yang Mulia Syaikh al-Luhaidan, Yang Mulia Syaikh Abdul Aziz ar-Rajihi, Yang Mulia al-Wushabi, dan yang lainnya memuliakan dan menghormati beliau. Mereka semua sepakat bahwa Syaikh Rabi' layak dan pantas menjadi tempat rujukan. Akhi, maka jika kita mengaku seorang ahlussunnah, tidakkah kita menerima wejangan dan nasihat beliau? Tidakkah kita mengembalikan urusan dakwah kita kepada beliau?

Dan saat masuk ke dalam mobil, Syaikh Rabi' melihat Ustadz Luqman –hafidhahumAllah— ada dalam keramaian yang bersesak jejal itu. Seketika beliau memanggil Ustadz Luqman masuk ke dalam mobil. Dan Ustadz Luqman masuk ke dalam mobil.

Adapun rombongan yang mengikuti Ustadz Luqman, pertama mereka bingung, entah harus kemana. Ustadz Luqman yang menjadi ketua rombongan telah pergi bersama Syaikh Rabi' dengan mobil. Sebenarnya  menyesal juga tidak diikutkan Ustadz Luqman ke dalam mobil, namun mereka juga sadar dengan rasa tawadhu', siapa mereka sehingga Syaikh Rabi' harus memanggil ke dalam mobil. Dan tentunya Syaikh Rabi’ pun mempunyai pertimbangan khusus untuk memilih orang untuk ikut serta dalam mobilnya.

Akhirnya mereka memutuskan untuk berjalan kaki menuju rumah Syaikh Rabi', bersama beberapa ikhwah Aljazair, yang jaraknya tidak seberapa jauh dari masjid tersebut,

Sesampainya, pintu tak dibukakan untuk mereka, karena memang bukan jam berkunjung. Mereka menunggu dan terus menunggu. Dan harapan terbit saat salah seorang murid Syaikh Rabi', orang asli Arab Saudi, keluar. Mereka bertanya, "Kemana Syaikh Rabi'?"

"Syaikh Rabi' senja ini tidak mengajar. Beliau langsung naik ke lantai kedua. Biasanya kalau begitu ada tamu penting," jawabnya.

Namun begitu, mereka juga masih belum dipersilahkan masuk. Maka mereka kembali menunggu. Menanti dan terus menunggu. Dan akhirnya Ustadz Luqman keluar, namun tidak membawa rombongan masuk, tapi mengajak kembali pulang. Mungkin Ustadz Luqman menghormati keputusan Syaikh Rabi' yang menetapkan jam itu bukan jam berkunjung. Dan Ustadz Luqman pun tidak ingin lancang dengan keputusan Syaikh Rabi’ dalam memilih tamu.

Sebenarnya ada rasa sesal menghampiri kalbu para rombongan yang tidak berhasil bertemu Syaikh Rabi', namun mereka tetap tawadhu', tahu diri, dan tidak protes kepada Ustadz Luqman yang tidak memintakan izin kepada Syaikh Rabi' untuk mengizinkan mereka masuk. Mereka sadar diri, seberapa besar sih sumbangsih mereka terhadap dakwah di Indonesia sehingga Syaikh Rabi' harus memperlakukan mereka seperti Ustadz Luqman.

Subhanallah, Akhi, sebuah tarbiyah kepada kita semua! Padahal di antara para rombongan ada seorang dai, ada seorang thalibul ilmi, yang tentunya sumbangsih mereka tidak kecil, namun mereka semua tetap tawadhu' dan tahu diri. Lalu bagaimana dengan kita? Sudahkah kita menghiasi diri dengan sikap tawadhu'? Semoga Allah marahmati seseorang yang mengetahui kadar dirinya sendiri,

Setibanya di hotel, salah seorang rombongan bertanya kepada Ustadz Luqman,

"Ustadz, bagaimana hasil jalsahnya dengan Syaikh Rabi’?"

"Insya Allah nanti kita rapatkan dengan asatidzah, kemudian antum akan tahu. Insya Allah."

Subhanallah! Tarbiyah kedua, Akhi. Bagaimana kita tidak terharu membayangkan kejadian ini. Ustadz Luqman tidak egois. Beliau tidak terburu-buru menyebarkan hasil jalsahnya dengan Syaikh Rabi'. Beliau ingin memusyawarahkan hasil tersebut dengan saudara-saudara seperjuangan beliau dalam berdakwah di Indonesia, para asatidzah! Beliau sadar, beliau tidak sendirian memegang bendera dakwah ahlussunah di Indonesia. Walaupun sudah beliau utarakan permasalahan dakwah Indonesia kepada ayah yang penyayang, Syaikh Rabi', beliau masih memusyawarahkan hasil jalsah beliau dengan Syaikh Rabi' kepada para asatidzah.

Semoga Allah menjaga dakwah ahlussunnah ini dari segala makar dan kejelakan. Semoga Allah mengembalikan makar dan tipu daya orang-orang yang hendak berbuat makar dan tipu daya kepada dakwah ini. Semoga Allah menjaga para pembawa bendera dakwah ini, dimana pun  mereka berada. Ya Allah sampaikanlah salam kami kepada mereka.

Dengan tulisan ini,  waAllahi, kami tidak ingin mendahului Allah dalam mentazkiyah seseorang. Kami hanya menghukumi seseorang dari dhahir yang nampak kepada kami. Dan kami serahkan segala hal yang terjadi dalam batinnya kepada Allah jalla jalaluhu.

Dengan ini pula, waAllahi, kami tetap beri'tikad bahwa Syaikh Rabi', demikian pula Ustadz Luqman hanyalah manusia, yang bisa benar dan bisa salah. Bukanlah seorang makshum. Namun kebenaran dan kesalahan tetaplah ditimbang dengan al-Qur'an dan as-Sunnah. Wallahu A'lam.

Penulis: Abu Thalha Yahya Alwindany

Narasumber: Akh Munawwir Medan

NB: Penulis dan narasumber siap mempertanggungjawabkan keabsahan kisah ini di hadapan Allah 'Azza Wa Jalla. Mereka berdua masih ber-thalabul ilmi di Daarul Hadits, Fuyush, Yaman. Dan semua tokoh yang ada dalam kisah ini masih hidup sampai saat ini (sampai detik penulis mengetikkan tulisan ini).

WhatsApp Thulab Al Fuyus
Via WhatsApp Salafy Lintas Negara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar