KONDISI RAKYAT PALESTINA SEDANG DIKEPUNG, BAGAIMANA INI?
___________
Kalau ada yang mengatakan : Ya Akhi, mereka (Yahudi) telah mengepung kita! Ya Akhi mereka (Yahudi) telah menzhalimi kita di Ghaza!!
Maka jawabannya :
Bersabarlah, janganlah kalian terburu-buru dan janganlah kalian malah memperumit masalah.
Janganlah kalian mengalihkan permasalahan dari kewajiban bersabar dan menahan diri kepada sikap perlawanan ditumpahkan padanya darah (kaum muslimin).
Kenapa kalian mengalihkan umat dari kondisi sabar menghadapi kepungan musuh kepada perlawanan dan penumpahan darah?
Kenapa kalian menjadikan warga yang aman, yang tidak memiliki keahlian berperang, baik terkait dengan urusan-urusan maupun prinsip-prinsip perang, kalian menjadikan mereka sasaran penyerbuan tersebut, sasaran serangan tersebut, dan sasaran pukulan tersebut, sementara kalian sendiri malah keluar menuju Beirut dan Libanon??!
Kalian telah menimpakan bencana terhadap umat sementara kalian sendiri malah keluar (dari Palestina)??!
__________
Oleh karena itu saya katakan : Janganlah seorang pun menggiring kita dengan perasaan atau emosi kepada membalik realita.
Wahai saudaraku, takutlah kepada Allah!
Apabila Rasulullah merasa iba kepada umatnya dalam masalah shalat, padahal itu merupakan rukun Islam yang kedua, beliau mengatakan (kepada Mu’adz) :
✔“Apakah engkau hendak menjadi tukang fitnah wahai Mu’adz?!!”
karena Mu’adz telah membaca surat terlalu panjang dalam shalat.
Maka bagaimana menurutmu terhadap orang-orang yang hanya karena perasaan dan emosinya yang meluap menyeret umat kepada penumpahan darah dan aksi perlawanan yang mereka tidak memiliki kemampuan, bahkan walaupun sepersepuluh saja mereka tidak memiliki kemampuan untuk melakukan perlawanan.
Bukankah tepat kalau kita katakan (pada mereka) : Apakah kalian hendak menimpakan musibah kepada umat dengan aksi perlawanan ini yang sebenarnya mereka sendiri tidak memiliki kemampuan untuk melakukan perlawanan tersebut!
Tidak ingatkah kita ketika kaum kuffar dari kalangan Quraisy dan Yahudi berupaya mencabik-cabik Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam dalam perang Ahzab, setelah adanya pengepungan (terhadap Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam dan para shahabatnya) yang berlangsung selama satu bulan, lalu sikap apa yang Rasulullah lakukan?
Rasulullah tidak memaksakan (kepada para shahabatnya) untuk melakukan perlawanan (terhadap orang kafir).
Bukan perkara yang ringan bagi beliau ketika kesulitan yang menimpa umat sudah sedemikian parah. Sehingga terpaksa beliau mengutus kepada qabilah Ghathafan untuk memberikan kepada mereka separo dari hasil perkebunan kurma Madinah (agar mereka tidak membantu kaum kafir menyerang Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam dan para shahabatnya).
Namun Allah kuatkan hati dua pimpinan Anshar, keduanya berkata : ‘Wahai Rasulullah, mereka tidak memakan kurma tersebut dari kami pada masa Jahiliyyah, maka apakah mereka akan memakannya dari kami pada masa Islam? Tidak wahai Rasulullah. Kami akan tetap bersabar.’
✔Mereka (Anshar) tidak mengatakan : Kami akan tetap berperang. Namun mereka berkata : Kami akan bersabar.
Maka tatkala mereka benar-benar bersabar, setia mengikuti Rasulullah, dan ridha, datanglah kepada mereka pertolongan dari arah yang tidak mereka sangka.
Datanglah pertolongan dari sisi Allah, datanglah hujan dan angin, dan seterusnya. Bacalah peristiwa ini dalam kitab-kitab sirah, pada (pembahasan) tentang peristiwa perang Ahzab.
_________
Maka, permasalahan yang aku ingatkan adalah :
Janganlah ada seorangpun yang menyeret kalian hanya dengan perasaan dan emosinya, maka dia akan membalik realita yang sebenarnya kepada kalian.
___________
MENGAPA TIDAK BERJIHAD SAJA?
Aku mendengar sebagai orang mengatakan, bahwa “Penyelesaian permasalahan yang terjadi adalah dengan jihad, dan seruan untuk berjihad!”
Tentu saya tidak mengingkari jihad, namun apabila yang dimaksud adalah jihad yang syar’i. Sementara jihad yang syar’i memilliki syarat-syarat, dan syarat-syarat tersebut belum terpenuhi pada kita sekarang ini.
Kita belum memenuhi syarat-syarat terlaksananya jihad syar’i pada hari ini. Sekarang kita tidak memiliki kemampuan untuk melakukan perlawanan. Allah tidak membebani seseorang kecuali sebatas kemampuannya.
Contohnya,
Perampasan yang dilakukan oleh Ya’juj dan Ma’juj terhadap kawasan Syam dan sekitarnya adalah seperti perampasan yang dilakukan oleh orang-orang kafir dan ahlul batil terhadap salah satu kawasan dari kawasan-kawasan (negeri-negeri) Islam.
Maka jihad melawan mereka adalah termasuk jihad difa’ (defensif : membela diri).
Meskipun demikian ternyata Allah Subhanahu wa Ta’ala mewahyukan kepada ‘Isa ‘alaihissalam :
“Naiklah bersama hamba-hamba-Ku ke Jabal Ath-Thur. Karena sesungguhnya Aku akan mengeluarkan suatu kaum yang kalian tidak akan mampu melawannya.’
Allah tidak mengatakan kepada mereka :
“Berangkatlah melakukan perlawanan terhadap mereka.”
Allah tidak mengatakan kepada :
“Bagaimana kalian membiarkan mereka mengusai negeri dan umat?”
Tidak. Tapi Allah mengatakan :
“Naiklah bersama hamba-hamba-Ku ke Jabal Ath-Thur. Karena sesungguhnya Aku akan mengeluarkan suatu kaum yang kalian tidak akan mampu melawannya.”
Inilah hukum Allah.
Jadi, meskipun jihad difa’ tetap kita harus melihat pada kemampuan. Kalau seandainya masalahnya adalah harus melawan dalam situasi dan kondisi apapun, maka apa gunanya Islam mensyari’atkan bolehnya perdamaian dan gencatan senjata antara kita dengan orang-orang kafir?
Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman :
وَإِنْ جَنَحُوا لِلسَّلْمِ فَاجْنَحْ لَهَا [الأنفال/61]
“Jika mereka (orang-orang kafir) condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya (terimalah ajakan perdamaian tersebut).” [Al-Anfal : 61]
Apa makna itu semua?
✔Oleh karena itu Samahatusy Syaikh Bin Baz Rahimahullah menfatwakan bolehnya berdamai dengan Yahudi, meskipun mereka telah merampas sebagian tanah Palestina, dalam rangka menjaga darah kaum muslimin, menjaga jiwa mereka, dengan tetap diiringi mempersiapkan diri sebagai kewajiban menyiapkan kekuatan untuk berjihad.
Persiapan kekuatan untuk berjihad dimulai pertama kali dengan persiapan maknawi imani (yakni mempersiapkan kekuatan iman), baru kemudian persiapan materi.
Dinukil secara ringkas dari Nasihat Syaikh Muhammad bin ‘Umar Bazmul hafizhahullah.
darussalaf.or.id
WA Forum Berbagi Faidah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar