Shalat tarawih 11 rakaat atau 23 rakaat?
Oleh : Al-Ustadz Abu Muawiyah Askari
Pertanyaan :
Bismillah. Afwan nanya ustadz. Ana mewakili ikhwan yang sedang umra. Mereka bertanya shalat tarawihnya sebaiknya ikut imam 23 rakaat atau ambil yang 11 rakaat saja. Kemudian apa hukumnya jika tarawih 11 rakaat berjamaah di masjid, namun sholat witirnya di rumah. Jazakallahu khaer.
Jawab:
Maasyaral ikhwah rahimakumullah, shalat tarawih yang merupakan nama yang khusus berkenaan tentang qiyamul lail yang dilakukan di malam hari di malam-malam ramadhan ini adalah merupakan shalat sunnah.
Shalat yang disunnahkan oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Salam. Sehingga yang namanya shalat sunnah, seseorang mengerjakan apakah di masjid atau dia mengerjakannya di rumahnya maka silahkan. Dia boleh mengerjakan yang ini yang itu, yang terpenting bagi dia adalah menyibukkan dirinya beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Meskipun wallahu ta'ala a'lam nanti akan kita bahas pada saat kita memasuki pembahasan tentang shalat tarawih bahwa mengerjakan shalat tarawih di rumah itu lebih afdhal berdasarkan keumuman hadits nabi shalallahu alaihi wa salam:
عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: صَلُّوا أَيُّهَا النَّاسُ فِي بُيُوتِكُمْ فَإِنَّ أَفْضَلَ صَلَاةِ الْمَرْءِ فِي بَيْتِهِ إِلاَّ الْمَكْتُوْبَةَ
Dari Zaid bin Tsabit radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Wahai manusia (kaum muslimin, pent), sholatlah kalian di rumah-rumah kalian, karena shalat seseorang yang paling afdhal (lebih utama) itu dikerjakan di rumahnya, kecuali shalat fardhu.”
(Hadits ini SHOHIH. Diriwayatkan oleh An-Nasaa-i III/198, dan ditakhrij oleh Al-Albani dalam kitab Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah nomor: 1508).
Ini permasalahan yang pertama.
Kemudian apabila seseorang ingin mengerjakan shalat di masjid, ini juga bagian dari sunnah Rasul Shalallahu alaihi wa salam (yang mempunyai keutamaa pula-pent), sempat dihidupkan di zaman rasulullah alaihi shalatu wa salam lalu kemudian nabi shalallahu alaihi wa salam menghentikan shalat tarawih karena beliau mengkhawatirkan jangan sampai dianggap menjadi sesuatu yang wajib, sehingga sempat terhenti lalu kemudian dihidupkan kembali di zaman Umar bin Khatab radiyallahu anhu lalu beliau mengatakan:
نِعْمَ الْبِدْعَة هَذِهِ
“Sebaik-baik bid’ah adalah ini (tarawih berjamaah).” (HR. Bukhari)
Yakni seakan-akan ini merupakan amalan yang baru saja dilakukan padahal ini telah diamalkan di zaman rasulullah shalallahu alaihi wa salam.
Berkenaan tentang jumlah rakaat pada shalat tarawih terjadi perselisihan pada masa-masa belakangan ini di kalangan para fuqaha. Meskipun dahulu tidak diketahui ada perselisihan di kalangan para ulama. Diperbolehkannya seorang menambah lebih dari 11 rakaat meskipun yang afdhal mengerjakan shalat seperti yang dikerjakan oleh nabi shalallahu alaihi wa salam. Kata Aisyah radiyallahu anha:
مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengerjakan shalat (lail) baik di dalam bulan ramadhan maupun di luar ramadhan tidak pernah lebih dari 11 rakaat." (HR. Al-Bukhari no. 1147 dan Muslim no. 738)
Maka yang afdhal jika memungkinkan mengerjakan shalat 11 rakaat, tanpa terburu-buru, menjalankan tuma'ninahnya sebagaimana diamalkan oleh nabi alaihi shalatu wa salam. Namun untuk menetapkan bahwa lebih dari 11 rakaat adalah bid'ah ini adalah merupakah hal yang sulit, meskipun diucapkan oleh sebagian para ulama di masa sekarang ini.
Namun para fuqaha terdahulu, mereka tidak ada yang mengatakan bid'ah. Sebab nabi alaihi shalatu wa salam tidak pernah membatasi shalat lail. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari hadits Abdullah bin Umar tatkala ada seorang datang kepada nabi alaihi shalatu wa salam bertanya kepada beliau tentang shalat lail. Kata nabi shalallahu alaihi wa salam:
صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا خِفْتَ الصُّبْحَ فَأَوْتِرْ بِوَاحِدَةٍ
“Shalat malam itu dua raka’at-dua raka’at, jika kamu takut masuk waktu shubuh maka witirlah satu raka’at.” (HR. Muslim no.749)
Maka disini nabi alaihi shalatu wa salam mengatakan bahwa shalat lail itu dua rakaat-dua rakaat. Beliau tidak mengatakan jika sampai 11 rakaat maka berhenti kalian. Nabi shalallahu alaihi wa salam tidak membatasi sehingga apabila seorang mengerjakan lebih dari 11 rakaat, ia mengerjakan 20 rakaat atau 30 rakaat atau bahkan 40 rakaat silahkan untuk menghidupkan malam-malam ramadhan tidak mengapa insya Allahu Ta'ala. Dan para ulama membolehkan hal tersebut.
Lalu bagaimana misalnya jika seorang ingin menghadiri shalat jama'ah di masjid, shalat tarawih yang mengerjakan shalat 23 rakaat. Apakah mengambil 11 rakaatnya saja lalu meninggalkan yang lainnya? Wallahu Ta'ala a'lam apabila dia ingin mengerjakan 11 rakaat, dia mencari jamaah yang mengerjakan 11 rakaat. Kalau dia mendapatkan masjid yang disana mereka mengerjakan shalat 20 rakaat ataukah 23 rakaat, maka tidak mengapa bagi dia mengikutinya dari awal hingga akhir, dari awal hingga akhir.
Sebab dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abu Dzar Al Ghifari radiyallahu anhu, nabi shalallahu alaihi wa salam mengatakan:
مَنْ قَامَ مَعَ إِمَامِهِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ. (رواه أهل السنن)
“Siapa saja yang shalat tarawih bersama imam hingga selesai, akan ditulis baginya pahala shalat semalam suntuk.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai dan Ibnu Majah)
Ini keutamaan yang didapatkan bagi seorang yang mengikuti imam dari awal hingga akhir wallahu a'lam.
Apabila dia mengambil 11 rakaatnya sah saja, sah. Tidak mengapa, namun dia tidak mendapatkan keutamaan yang disebutkan oleh nabi shalallahu alaihi wa salam. Atau dia shalat di rumahnya, dia mengerjakan 11 rakaat. Adapun dia mengerjakan sebagian lalu kemudian witirnya dia mengerjakan di rumah dan tidak mengerjakannya bersama dengan imam, maka dia tidak mendapatkan keutamaan yang disebutkan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wa salam. Wallohu a’lam,.
Sumber:
WA Pasuruan Raya
Disebarluaskan WIS ( WhatsApl Ittiba'us Sunnah )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar